Kepemimpinan Perempuan dalam Upaya Mencegah Radikalisasi: Strategi Lokal WGWC

JAKARTA – Steering Committee Working Group on Women and CVE (WGWC) Ruby Kholifah menjelaskan  pentingnya kepemimpinan perempuan dalam upaya lokalisasi pencegahan ekstremisme kekerasan (PVE) di Indonesia dalam agenda webinar ”Localizing Preventing and Countering Violent Extremism (PCVE) Strategies :Strategies for Designing and Implementing Local Efforts to Prevent Violent Extremism and Promote Freedom of Religion or Belief (FoRB)”, Rabu (23 Oktober 2024).

Dalam kesempatan tersebut, dirinya menjelaskan jika keterlibatan perempuan dalam PVE sangat penting karena mereka memiliki keterkaitan yang mendalam dengan struktur sosial masyarakat mereka. ”Perempuan bukanlah korban pasif, tetapi aktor utama dalam memahami dan menangani ekstremisme. Mereka memiliki posisi unik untuk mengidentifikasi tanda-tanda awal radikalisasi, menyampaikan kontra-narasi, dan membangun ketahanan komunitas,” ujar Ruby pada saat agenda.

Dalam kesempatan tersebut juga, Ruby menjelaskan tentang kerja-kerja yang dilakukan WGWC yang yang kini terdiri dari 28 organisasi, telah mengembangkan beberapa pendekatan inovatif untuk mengarusutamakan gender dalam upaya PVE. Ini termasuk pengembangan alat analisis gender seperti MAGE dan Gender Audit Tool, serta panduan kontra-narasi dari perspektif ulama perempuan.

”Kami melihat tren terorisme bergeser ‘dari halaman belakang ke ruang makan’ dan dari ‘jihad tandim ke jihad fardiyah.’ Evolusi ini memerlukan pendekatan berbasis komunitas yang lebih mendalam, di mana kepemimpinan perempuan sangat penting,” jelas Kholifah.

Organisasi ini telah menjalin kerja sama resmi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan bekerja untuk menerapkan Rencana Aksi Lokal PVE di seluruh Indonesia. Pendekatan mereka menekankan ketahanan komunitas dan reintegrasi sosial melalui metode pembangunan perdamaian. Salah satu kisah sukses yang menonjol datang dari Lamongan, di mana pada tahun 2024 organisasi tersebut melaksanakan program reintegrasi sosial yang komprehensif. Ini termasuk dialog komunitas yang melibatkan korban, mantan kombatan, dan anggota masyarakat, dengan fokus pada pengampunan dan rekonsiliasi.

”Pendekatan pembangunan perdamaian kami melampaui metode tradisional dari atas ke bawah dan berbasis klien. Kami menekankan keterlibatan komunitas dan menggunakan Dialog Terstruktur Reflektif untuk menyatukan berbagai pemangku kepentingan,” ucapnyanya.

Kerja WGWC menunjukkan bahwa pencegahan ekstremisme kekerasan memerlukan penanganan faktor-faktor mendasar seperti ketidaksetaraan, kemiskinan, dan pengucilan – isu-isu yang sering kali secara tidak proporsional memengaruhi perempuan. Pendekatan mereka mendefinisikan kembali keamanan untuk mencakup keamanan manusia, keadilan sosial, dan perlindungan hak asasi manusia.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.