Jakarta – Fasilitator Sekolah Perempuan bersama The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia menggelar review modul Sekolah Perempuan Perdamaian di Jakarta, Senin (18 Desember 2023). Sebanyak 19 orang yang terdiri dari peserta, co-fasilitator dan fasilitator akan mengikuti workshop ini selama dua hari. Sekolah Perempuan Perdamaian merupakan ruang bagi Perempuan di komunitas untuk meningkatkan kapasitas anggotanya melalui sharing berbagai informasi dan ruang aktualisasi peran rempuan dan kepemimpinan perempuan. Saat ini, 44 Sekolah Perempuan telah tersebar di 7 Provinsi di Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, Direktur AMAN Indonesia, Ruby Kholifah menyampaikan pesan inspiratif kepada fasilitator Sekolah Perempuan Perdamaian yang hadir. Serta mengajak perempuan untuk aktif terlibat dalam transformasi dan pembangunan masyarakat. Sekolah Perempuan Perdamaian telah mengalami banyak perkembangan yang mampu mewujudkan transformasi individual, relasional, kultural, hingga struktural.
Salah satu praktik baik dari Sekolah Perempuan dilakukan oleh Sekolah Perempuan Catur Manunggal tercermin dalam perayaan Nyadran Perdamaian di Temanggung, Jawa Tengah. Intervensi AMAN Indonesia melalui Sekolah Perempuan terjadi sejak 2018. Hal ini dilakukan agar Nyadran Perdamaian menjadi lebih inklusif dengan melibatkan perempuan dan anak muda dalam kepanitiaan dan di ruang publik lainnya.
”Kalau di Temanggung ada Nyadran Perdamaian, di tempat lain punya apa? Kalau tidak ada, maka perlu mencari budaya lokal di tiap daerah dan menghidupkannya kembali. Jika tidak ada, maka perlu diciptakan. Modul Sekolah Perempuan bukan hanya diciptakan untuk perubahan pribadi, seperti halnya yang sudah dialami olehu Bu Harmin menjadi ketua RT dipilih langsung oleh masyarakat,” terangnya.
Ruby juga menekankan, jika perempuan mengalami transformasi dalam kehidupan pribadi, mereka perlu menceritakan pengalaman perubahan tersebut, sehingga dapat menginspirasi dan mendorong transformasi di keluarga, komunitas, budaya, masyarakat umum, hingga struktur pemerintahan desa. Ruby Kholifah juga menyoroti pentingnya membangun jembatan antar budaya, menggunakan data untuk membantu proses transformasi, dan mendukung kepemimpinan perempuan pada posisi strategis dalam masyarakat.
Ruby juga menjelaskan jika modul yang telah dibuat di tahun 2016 itu sebagai bagian dari upaya AMAN agar dapat membantu proses peningkatan kapasitas anggota Sekolah Perempuan dalam membangun perdamaian. Modul yang telah digunakan selama 7 tahun itu terdiri dari 4 macam di antaranya; Modul 1 membahas tentang transformasi individual, Modul 2 tekait transformasi regional, Modul 3 tentang transformasi kultural, dan Modul 4 mengenai transformasi struktural.
Modul Sekolah Perempuan ini terinspirasi dari pemikiran dan pengalaman John Paul Lederach, seorang ahli dalam penanganan konflik. Dirinya juga menyampaikan harapannya agar perempuan-perempuan yang terlibat dengan AMAN tidak hanya berfokus pada transformasi individu, tetapi juga terlibat dalam perubahan struktural dan kultural di tingkat yang lebih tinggi. Serta menyarankan agar para fasilitator turut percaya diri dalam mengambil peran strategis di berbagai tingkat pemerintah, termasuk mendukung perempuan terpilih bahkan dalam struktur terkecil di masyarakat seperti Rukun Tetangga (RT).
Ruby Kholifah juga menekankan pentingnya memiliki keberanian untuk mengubah budaya lokal, menciptakan momen yang memungkinkan perubahan. Serta memanfaatkan kekuatan kolektif perempuan untuk mewujudkan pembangunan masyarakat yang berkelanjutan. ”Saya berharap agar pesan-pesan ini dapat menginspirasi perempuan Indonesia untuk aktif terlibat dalam perubahan positif di masyarakat,” pungkasnya.
Agenda dua hariini fokus meninjau kembali Modul Sekolah Perempuan yang telah ada. Substansi yang ada dalam modul akan ditingkatkan kembali berdasarkan tantangan fasilitator dalam implementasi modul, antisipasi yang telah dilakukan, dan diskusi bersama fasilitator lainnya untuk penulisan kembali modul.