Jakarta – Kedutaan Besar Norwegia di Indonesia menggelar acara tertutup yang berfokus pada isu keadilan gender dalam rangka mendampingi Parlemen Kerajaan Norwegia (Stortinget). Acara yang berlangsung di Hutan Kota by Plataran, Senayan, Jakarta, Selasa (8 Agustus 2023). Agenda tersebut dihadiri oleh sejumlah perwakilan masyarakat sipil dan pemangku kepentingan yang aktif dalam memperjuangkan gender equality di Indonesia.
Pertemuan ini dihadiri oleh H.E Kristian Netland, Wakil Duta Besar Kerajaan Norwegia, serta Valentin Musangwa, Second Secretary Kedutaan Besar Kerajaan Norwegia. Para tamu utama juga meliputi Åslaug Sem-Jacobsen, anggota Parlemen Norwegia dari Partai Tengah yang memimpin delegasi, serta perwakilan dari Parlemen Partai Buruh, Parlemen Partai Liberal, dan Parlemen Partai Konservatif.
Berbagai aspek isu gender equality di Indonesia menjadi perbincangan utama dalam acara ini. Masyarakat sipil, diwakili oleh Ruby Kholifah (Direktur AMAN Indonesia), Neny Adamuka (Program Assistant AMAN Indonesia), Lies Marcoes (Pendiri Rumah Kitab & Peneliti), dan Uli Silalahi (Ketua KOWANI), membagikan pemikiran dan pengalaman mengenai capaian serta hambatan dalam pemenuhan keadilan gender di tanah air.
Pertemuan ini menunjukkan kolaborasi positif antara Indonesia dan Norwegia dalam mengatasi isu-isu gender equality. Dengan keterlibatan aktif dari berbagai pihak, baik dari pemerintah Norwegia maupun masyarakat sipil Indonesia, diharapkan langkah-langkah konkret akan diambil untuk mengatasi tantangan dan memajukan keadilan gender di tanah air.
Dalam kesempatan tersebut, Ruby menyampaikan jika terdapat kabar positif tentang disahkannya Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang dalam proses penyusunannya melibatkan multi-aktor. ”UU TPKS ini menjadi payung hukum yang melindungi masyarakat khususnya korban kekerasan seksual dengan konteks yang berbeda-beda,” terangnya.
Diungkap olehnya, perihal isu pengarusutamaan gender di Indonesia, tidak terlepas dari komitmen pemerintah di Era Presiden Abdurrahman Wahid melalui Inpres No 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Demokrasi mendorong ruang partisipasi yang terbuka dan menjamin kebebasan sipil menjadi enabling environment bagi tumbuhnya sejumlah gerakan sipil dalam mendorong keadilan gender di Indonesia.
Salah satunya adalah lahirnya Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), sebuah gerakan keulamaan perempuan untuk mendorong interpretasi keagamaan yang adil gender yang berlandaskan pada pengalaman khas perempuan. KUPI menggelar kongres pertamanya di tahun 2017, dan merumuskan sejumlah rekomendasi keagamaan yang menyorot isu-isu khusus seperti pencegahan perkawinan anak, perlindungan jiwa perempuan korban perkosaani, pencegahan kekerasan ekstremisme, pelarangan pemotongan dan pelukaan genitalia perempuan, pencegahan kerusakan lingkungan, solidaritas bagi masyarakat muslim yang mengalami opresi.
”Selanjutnya, advokasi yang saat ini masih berjalan untuk isu perempuan dan perdamaian salah satunya adalah advokasi UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi,” ungkapnya.
Dalam kesempatan tersebut, dirinya juga menjelaskan tentang pelibatan formal masyarakat sipil dalam implementasi Perpres No. 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE). Pada prosesnya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengeluarkan Peraturan BNPT No 5 tahun 2021 yang menginstruksikan dibentuknya Pokja Tematis RAN PE untuk menggandeng masyarakat sipil dalam mengawal implementasi RAN PE dari pusat hingga daerah.
Masyarakat sipil melakukan konsolidasi, melakukan audiensi dengan BNPT hingga pengesahan Pokja Tematis RAN PE yang beranggotakan 35 masyarakat sipil. Capaian yang besar dengan adanya kerja sama pemerintah dan masyarakat sipil khususnya yang mengawal advokasi Rancangan Aksi Daerah (RAD) PE di daerah adalah dengan disahkannya RAD PE di 5 provinsi dan 2 kota.
Dari sisi Norwegia, menyampaikan sejumlah hal berkaitan dengan gender equality. 54 persen anggota parlemen Norwegia adalah perempuan, selain itu sejumlah permasalahan terkait diskriminasi gender yang dialami masyarakat di Indonesia sudah minim terjadi di Norwegia. Namun perihal kasus kekerasan seksual, Norwegia pun masih terus mengawal kebijakan-kebijakan yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Saat ini Norwegia dan negara Skandinavia pada umumnya mengalami isu khusus, di saat angka keterwakilan dan partisipasi perempuan sudah tinggi, bukan berarti meninggalkan atau meminggirkan laki-laki.
Perwakilan Parlemen Norwegia mengapresiasi sejumlah kemajuan yang dimiliki Indonesia sebagai negara demokrasi dengan populasi muslim yang besar, ternyata terbuka memberi ruang bagi perempuan ulama. Mereka antusias mendengar bagaimana eksposur gerakan ulama perempuan ke kancah regional dan internasional mengingat situasi di Norwegia juga bersinggungan dengan isu pengungsi yang mayoritas adalah muslim.
Dari informasi yang dihimpun, gerakan Ulama Perempuan Indonesia pasca kongres KUPI pertama telah menjangkau negara tetangga yaitu Thailand. Adanya kerjasama antara Walailak University dengan KUPI, didukung OXFAM untuk menjalankan program exchange ulama, workshop dan pendampingan di Thailand bagian selatan dimana komunitas Muslim Pattani tinggal. Dinamika sosial dan politik di wilayah ini memiliki tensi yang tinggi, berdampak pada tingginya kekerasan berbasis gender dan seksual. Pada Kongres KUPI kedua di tahun 2022, berhasil mendatangkan peserta yang berasal dari 32 negara. Norwegia mendukung agar KUPI dengan pendekatannya yang khas dalam sejumlah isu yang sensitif dan cenderung konservatif dapat lebih luas didengar oleh komunitas Internasional.
Dalam kesempatan hadir juga Uli Silalahi dari Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) yang menceritakan tentang sejumlah isu diantaranya women in labour, gender pay gap, rural women, women and disabilities, pandemic and economic recovery oleh perempuan. Peran perempuan saat pandemi terjadi, perempuan penggerak Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memiliki peran sangat penting dalam pemulihan ekonomi pasca pandemi.
”Sejumlah peran yang dilakukan oleh KOWANI adalah fokus pada pemberdayaan perempuan salah satunya di bidang ekonomi dengan mendorong Kemenaker untuk membuka pelatihan bagi perempuan disabilitas, membuka diskusi terkait kondisi dan situasi perempuan rural. KOWANI ditunjuk oleh pemerintah Indonesia menjadi Chair untuk pelaksanaan W20 lalu,” terangnya.
Terakhir, Lies Marcoes memberikan kedalaman analisis terkait mengapa gerakan keulamaan perempuan dapat diterima di Indonesia. Pertama, situasi sosial dan politik Indonesia yang memungkinkan bagi konvergensi/pertemuan antara feminis sekuler dengan feminis muslim. Kedua, adanya dua organisasi muslim terbesar di Indonesia yaitu NU dan Muhammadiyah, yang juga memiliki sayap keorganisasian perempuan di dalamnya. Ketiga, berdirinya universitas-universitas Islam. Keempat, adanya pesantren-pesantren. Kelima, pemimpin politik yang kharismatik dan transformatif (Gus Dur) yang mendukung pengarusutamaan gender melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan. Lies menceritakan awal mula lahirnya KUPI salah satunya dimulai dengan adanya training gender kepada ulama laki-laki/ male ulama.
”Ini menjadi titik balik bagi ulama laki-laki yang selama ini kuat dalam pemahaman teks saja namun tidak memiliki pengalaman biologis yang menjadi realitas bagi seorang perempuan. Salah seorang ulama laki-laki benar-benar tersadar ketika diberi penjelasan tentang pengalaman menstruasi dengan bagaimana teks keagamaan menjelaskannya,” pungkasnya.
Penulis:Neny Agustina Adamuka
Editor: Nita Nurdiani