Upaya Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah untuk memperkuat agenda perempuan, perdamaian, dan keamanan terus berlanjut melalui penyusunan Rencana Aksi Daerah Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (RAD P3AKS). Dalam Rapat Koordinasi Tim Penyusun RAD P3AKS yang dilaksanakan di Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Sulawesi Tengah pada 25 April 2025, perwakilan OPD, akademisi, biro hukum, dan organisasi masyarakat sipil bersama membahas sinkronisasi substansi RAD dengan dokumen perencanaan pembangunan daerah.
Rapat yang difasilitasi oleh Libu Perempuan bersama DP3A Sulteng ini dihadiri oleh 10 orang peserta, bertujuan membedah dan menyusun substansi draf RAD P3AKS untuk memastikan keterkaitannya dengan visi RPJMD baru dan program prioritas daerah, salah satunya program BERANI (Berdaya Perempuan, Anak Terlindungi).
Dalam rapat tersebut, Libu Perempuan memaparkan poin-poin penting dalam draf RAD P3AKS, Pergub, lampiran Pergub, serta matriks aksi. Kabid PPA DP3A, Ibu Diana Pattalau, membuka pertemuan dan menyampaikan pentingnya memastikan RAD P3AKS tidak tumpang tindih dengan dokumen kebijakan lainnya yang juga telah disusun, terutama dengan RAD tentang perempuan dan anak dalam kebencanaan dan perubahan iklim.
“Saya khawatir nanti akan terjadi duplikasi jika tidak ditelusuri betul cakupannya. Karena dokumen-dokumen ini memiliki nomenklatur dan basis hukum yang berbeda,” ujar Ibu Diana.
Sementara itu, perwakilan akademisi, Dr. Nisbah, dan perwakilan dari Biro Hukum menekankan pentingnya menyelaraskan isi RAD dengan RPJMD yang tengah dalam tahap finalisasi. “Jangan hanya sinkron, tapi betul-betul harus menjadi bagian yang menyatu dalam dokumen RPJMD. Kalau tidak, pelaksanaan dan penganggarannya nanti akan menjadi masalah,” tegas Kabag Hukum Provinsi, Sitti Rahmawati.
Dari sisi konten, draf RAD yang disusun dengan merujuk pada Permen PPPA Nomor 10 Tahun 2022 dinilai sudah cukup kuat secara struktur. Namun, peserta rapat menekankan perlunya integrasi isu-isu mutakhir seperti perubahan iklim, kejahatan siber, dan perdagangan orang, yang semuanya relevan dalam konteks Women, Peace and Security (WPS) di Sulawesi Tengah.
“Program BERANI ini bisa dimaknai lebih dalam dengan lensa WPS. Di Sulawesi Tengah, kita punya pengalaman dan trauma konflik sosial yang panjang, jadi pendekatan keamanan yang sensitif gender harus masuk dalam RAD ini,” ujar Dewi Rana dari Libu Perempuan.
Dalam implementasinya RAD P3AKS, perwakilan OPD yang sering berganti dalam mengawal kebijakan ini serta adanya aturan penghentian kegiatan 30 menit sebelum shalat menjadi tantangan tersendiri. Namun, kuatnya komitmen Biro Hukum untuk mengawal proses hingga disahkannya Pergub RAD P3AKS oleh Gubernur menjadi peluang strategis bagi pelaksanaan kebijakan ini.
Melalui rapat koordinasi ini, terbangun keterbukaan antara pemerintah daerah dan organisasi masyarakat sipil dalam mengawal kebijakan bersama dengan kesepakatan bahwa seluruh tim penyusun akan meninjau kembali draf RAD P3AKS secara mendalam melalui tautan Google Drive yang disediakan. Kemudian, draf final akan segera diserahkan ke Biro Hukum untuk proses legalisasi.
Sebagai bagian dari strategi advokasi, Libu Perempuan bersama tim penyusun juga merencanakan untuk melakukan audiensi kepada Gubernur terpilih agar substansi dan urgensi RAD P3AKS ini menjadi bagian dari kebijakan prioritas pemerintah daerah.
“Ini bukan hanya soal dokumen teknis. Ini soal keberpihakan negara pada kelompok rentan, pada perempuan dan anak yang paling terdampak dalam konflik sosial. RAD P3AKS harus menjadi langkah konkrit yang mengatur arah kebijakan,” tutup Maya Safira, fasilitator dari Libu Perempuan.
Dengan semangat kolaboratif dan keterlibatan lintas sektor dan aktor, penyusunan RAD P3AKS di Sulawesi Tengah menunjukkan komitmen daerah dalam menjawab kebutuhan perlindungan perempuan dan anak secara komprehensif dan kontekstual, sebagai bagian tak terpisahkan dari upaya pembangunan perdamaian yang berkelanjutan.