Depok – Co-Manager Woman Manage Community Resilience AMAN Indonesia, Ihah Solihah memberikan usulan Framework Women, Peace and Security dengan mempertebal elemen mencegah Kekerasan Berbasis Gender sebagai strategi penguatan komunitas dan keluarga dalam Mencegah Ekstrimisme Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme. Hal tersebut disampaikan pada agenda ”Focus Group Discussion Tematik PERPRES RAN PE Tahun 2025-2029” yang bertemakan Ketahanan Komunitas dan Keluarga di Depok, Kamis (18 Juli 2024).
”Hingga saat ini, belum ada sistem pencegahan yang memasukan elemen Kekerasan berbasis Gender dalam kontek ekstremisme kekerasan,” terangnya.
Di sisi lain, perempuan peranan penting dalam pencegahan radikalisme. Sehingga, mencegah ekstremisme dengan memasukan elemen kekerasan berbasis gender menjadi sangat penting. Keterlibatan perempuan meningkat dalam aksi terorisme dari sisi peran dan jumlahnya dalam kurun 3 tahun terakhir. Konstruksi gender yang maskulin di mana laki-laki sebagai aktor utama, kini bergeser di kalangan ekstremis.
Seperti diketahui jika feminisasi digunakan untuk mendorong perempuan di lingkar mereka berubah, dari yang tersubordinasi dan tampil di ruang domestik, kini dimanfaatkan kekuatannya menjadi ujung tombak aksi terorisme. Sehingga memasukan elemen kekerasan berbasis gender untuk mencegah ekstremisme kekerasan menjadi sangat penting dilakukan.
Dalam agenda tersebut, hadir 80 orang yang terdiri dari masyarakat sipil, pemerintah hingga anak muda. Agenda tersebut dibagi dalam dua rangkaian. Rangkaian pertama terdiri dari pemaparan tiga narasumber. Kedua, dilanjut dengan diskusi yang dibagi ke dalam tiga kelompok. AMAN Indonesia masuk dalam kelompok satu yang membahas tentang perlunya penguatan komunitas desa dalam Mencegah Ekstrimisme Kekerasan yang mengarah pada Terorisme.
”Dari pemetaan yang dilakukan, perlu integrasi perspektif gender dan WPS dalam upaya pencegahan radikalisme dan ekstremisme kekerasan, serta pentingnya meningkatkan partisipasi dan perlindungan perempuan dalam semua proses,” tekannya.
Terdapat sejumlah strategi besar dalam diskusi. Pertama, Pemberdayaan Perempuan dalam Pencegahan Radikalisme dan Ekstremisme Kekerasan. Kedua, Penguatan Ketahanan Komunitas Melalui Pendekatan Inklusif dan Berbasis Kearifan Lokal. Ketiga, Kolaborasi Multi-Stakeholder dan Pengembangan Kapasitas Berbasis Gender
”Dalam strategi tersebut menekankan pentingnya peran perempuan dalam pencegahan radikalisme dan ekstremisme kekerasan, sambil memastikan pendekatan yang inklusif, berbasis komunitas, dan sensitif gender dalam implementasinya,” pungkasnya.