Jakarta – AMAN Indonesia menggelar doa bersama untuk mengenang kepergian Professor Chaiwat Satha-AnandSata Anand, Selasa (2 Juli 2024). Agenda yang dihadiri oleh 46 orang hadir menyampaikan penghormatan dan mengungkapkan pengalaman pribadinya berinterasi dengan profesor ilmu politik dan aktif di berbagai organisasi dan jaringan internasional yang berfokus pada studi perdamaian dan non-kekerasan.
Agenda yang digelar dalam dua jam tersebut dibuka oleh pemandu acara yaitu Saidil Mukammil dan Neny Adamuka yang juga merupakan perwakilan generasi muda AMAN. Dalam kesempatan tersebut AMAN Internasional memiliki kedekatan dengan dengan Prof Chaiwat Sata Anand. Hal tersebut diungkap oleh Pendiri Asian Muslim Action Network (AMAN), Muhammad Abdus Sabur. Menurutnya, Professor Chaiwat Satha-Anand membantu dalam pendirian AMAN, termasuk menyediakan ruang pertemuan dan makanan bagi para peserta.
Sebagai informasi, AMAN didirikan pada 1990 sebagai berupaya membawa dan menghubungkan Muslim dan non-Muslim, baik secara individu maupun kelompok. AMAN hadir untuk menanggapi berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat di wilayah Asia. Pria yang akrab disapa Kun Sabur menekan jika perlunya membangun kapasitas generasi muda untuk mengambil alih kepemimpinan di AMAN, mengingat banyak tokoh senior telah tiada.
”Melihat kontribusi dari Prof Chaiwat Sata Anand, AMAN perlu menciptakan peluang dengan memiliki inisiatif dan aksi nyata. Serta semua pihak bisa bekerja sama dan bersatu dalam melanjutkan perjuangan AMAN, serta menghidupkan kembali semangat dan tujuan awal organisasi,” tegasnya.
Dalam pidato pembukaan, Sekretaris Jenderal AMAN Qutub Kidwai Jehan jika Professor Chaiwat Satha-Anand dikenal sebagai “Gandhi dari Timur” yang mana sepanjang hidupnya mengadvokasi anti-kekerasan dan pembangunan perdamaian untuk menyelesaikan konflik. Sama seperti Gandhi, tegasnya, Professor Chaiwat Satha-Anand percaya bahwa kekerasan bukanlah Solusi
”Professor Chaiwat Satha-Anand percaya jika konflik adalah hal yang normal dan alami, sehingga tujuannya bukanlah untuk menghilangkan konflik, melainkan untuk mencari solusi damai. Keduanya menekankan pentingnya pendidikan perdamaian untuk mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat,” terangnya dalam acara.
Dirinya menyampaikan bahwa Professor Chaiwat Satha-Anand telah memberikan pengaruh besar dalam hidupnya dan juga bagi banyak orang lain. Dia juga mengajak semua yang hadir untuk meneruskan warisan Professor Chaiwat Satha-Anand dalam mengupayakan perdamaian dan solusi non-konflik di wilayah masing-masing.
Agenda online melalui zoom dihadiri sejumlah aktifis dan penggiat perdamaian mulai dari Prof. Rashidah Shuib dari Malaysia, Ruby Kholifah dari Indonesia, Maria Salim dari India, Imran Thalib dari Singapore, Abdullah Al Mohiuddin dari Bangladesh, Fikri Pido dari Indonesia dan Ridwan Al Makassary dari Indonesia. Dalam agenda juga terdapat doa lintas iman yang disampaikan olehNina Nurmila, Dekan Fakultas Keguruan, Universitas Islam Internasional Indonesia dan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) dan Mirayadi Anto Putra, S.Ag, Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (HIKMAHBUDHI)
Terakhir, Direktur AMAN Indonesia Ruby Kholifah menegaskan komitmen AMAN Indonesia untuk melanjutkan perjuangan dan cita-cita Professor Chaiwat Satha-Anand dalam mewujudkan perdamaian dan keadilan. Dalam kesempatan tersebut, dirinya juga menekankan perlunya memberdayakan generasi muda untuk mengambil peran kepemimpinan dalam gerakan perdamaian, sejalan dengan pesan Professor Chaiwat Satha-Anand.
”Professor Chaiwat Satha-Anand telah memberikan inspirasi dan motivasi bagi banyak orang, termasuk dirinya, untuk terus bekerja dalam mewujudkan perdamaian dan keadilan. Hal yang dilakukan oleh Professor Chaiwat Satha-Anand adalah konsistensi dalam memperjuangkan nilai-nilai perdamaian dan keadilan. Sehingga penting keberlanjutan gerakan ini melalui pemberdayaan generasi muda,” pungkasnya.