Membangun Sistem Deteksi Dini Potensi Keberulangan Konflik Melalui Digitalisasi Data Kekerasan Seksual

Jakarta – The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia akan membuat digitalisasi data kekerasan seksual berbasis gender di wilayah konflik. Digitalisasi Data akan difokuskan di dua provinsi, yaitu Aceh dan Sulawesi Tengah dengan bekerjasama dengan Balai Syura Ureung Inong di Aceh dan Lingkar Belajar untuk Ibu (LiBu) Perempuan di Sulawesi Tengah.  Hal tersebut diungkap pada lokakarya online yang dihadiri oleh 10 orang, Senin (12 Februari 2024).

Manager Design, Monitoring and Evaluation (DME) AMAN Indonesia, Ghufron menjelaskan pengelolaan data ini dilakukan untuk mengukur tingkat keberulangan konflik dengan membaca tren kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di wilayah konflik. Di sisi lain, Queensland University mengungkapkan  jika kekerasan berbasis gender meningkat, maka peluang keberulangan konflik semakin tinggi. 

”Beberapa wilayah di Indonesia pernah terjadi konflik, seperti Poso dan Aceh. Dengan mengembangkan digitalisasi data ini, kita bisa mencegah keberulangan konflik di wilayah paska konflik,” ucapnya dalam sambutan.

Dari data yang dihimpun, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh telah merilis data awal mengenai pelanggaran hak asasi manusia selama konflik, termasuk kekerasan seksual. Dari ribuan keluhan, mereka telah berhasil memverifikasi lebih dari 5.000 kasus. Di antaranya 5.000 merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia dan 129 merupakan kasus kekerasan seksual.

Data lainnya menyatakan di Poso, yang telah mengalami konflik bersenjata, tidak memiliki mekanisme Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, mengakibatkan identifikasi korban yang tidak jelas dan tidak adanya dukungan negara yang spesifik. Oleh karena itu, Ghufron menegaskan, digitalisasi data mengenai kekerasan seksual dan gender di wilayah terkena konflik sangat penting sebagai tonggak untuk memastikan implementasi keadilan transisional.

”Secara umum, dengan mengukur konteks keberulangan konflik bisa diukur tren kekerasan berbasis gender atau seksual di suatu wilayah. Dengan melihat gejala-gejalanya, kita bisa membuat early warning system,” terangnya.

Pengelolaan Digitalisasi Data 

Untuk mengembangkan program tersebut AMAN Indonesia mendengarkan pengalaman dua lembaga yang telah melakukan pengelolaan digitalisasi data, yaitu Sopar Peranto, Peneliti Habibie Center and Anton Muhajir, Direktur Program SAFEnet. Sopar Peranto, Peneliti Habibie Center memaparkan secara komprehensif tentang Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) yang dikelola oleh pusatnya. SNPK telah aktif sejak 2012 membuat memantau dan menganalisis konflik kekerasan di berbagai wilayah di Indonesia, mulai dari konflik komunal hingga kekerasan seksual.

”Penekanan pada pembangunan data berbasis SNPK memungkinkan penyusunan kebijakan yang lebih efektif, publikasi data, serta pelaksanaan studi tematik dan seminar di berbagai daerah,” terangnya.

Selanjutnya, Sopar menjelaskan proses pengumpulan dan analisis data SNPK, yang melibatkan pengumpulan informasi dari berbagai sumber media termasuk surat kabar lokal dan nasional. Data tersebut kemudian diolah secara manual oleh tim untuk memastikan keakuratannya, sebelum dipublikasikan secara online untuk akses publik. Kualitas kontrol dan verifikasi lapangan menjadi bagian penting dalam menjaga integritas data.

Selain itu, Sopar juga membahas penggunaan data SNPK dalam melacak pola kekerasan, mempersiapkan respon yang efektif, dan mengevaluasi kebijakan serta program pembangunan. Dia memberikan contoh konkret penggunaan data untuk memonitoring konflik pasca-perjanjian damai, mengidentifikasi tren kekerasan terkait terorisme, serta menganalisis segregasi pasca konflik di beberapa kawasan.

Kemudian, Anton Muhajir Direktur Program SAFEnet menjelaskan mekanisme pemantauan dilakukan oleh SAFEnet, khususnya terkait dengan kasus-kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO). Pemantauan dilakukan dengan melalui media sosial, platform aduan, serta kolaborasi dengan sumber-sumber eksternal seperti lembaga HAM dan asosiasi pengusaha jasa internet.

”Kami menggunakan platform pengaduan sebagai alat untuk menerima laporan dari korban dan melakukan verifikasi terhadap laporan-laporan tersebut,” terangnya.

Selain itu, Anton juga menyoroti tantangan-tantangan yang dihadapi oleh SAFEnet dalam melakukan pendampingan korban KBGO, termasuk keterbatasan sumber daya dan kompleksitas teknis dalam menjaga keseimbangan antara keamanan dan kenyamanan dalam penanganan kasus. ”Dengan metode pemantauan yang melibatkan masyarakat lebih aktif melaporkan pelanggaran yang mereka alami,” pungkasnya. 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.