Nyadran Perdamaian di Temanggung: Menemukan Spiritualitas Langka dan Keharmonisan Antarumat Beragama

Temanggung – Punggung gunung di Temanggung itu seperti nyirep, memasukkan ke ruang spiritual yang langka. Hijau berkabut, tidak ada riuh polusi visual spanduk caleg capres dengan senyum-senyum buatan. Mataku betul-betul diajak istirahat. Desa yang jarang mengunci pintu karena aman. Air melimpah, jarang yang punya mobil, hidup dalam sahaja. Spiritualitas kuat tanpa sibuk label agama. Dalam sambutan pembukaan tadi malam, saya bilang, dusun Krecek (Budha) dan Glethuk (Islam) seperti desa Himalaya yang menginspirasi lahirnya Sustainable Development Goals (SDGs).

Lihat daftar acara Nyadran Perdamaian, memesona, sungguh. Tinggal di rumah warga Budha, disambut kopi hasil tanaman sendiri, masak dengan keluarga yang kita tinggali, ditemani anjing gemoy dan kucing imut. Tadi malam acara dibuka dengan kenduri dan sesaji yang penuh filosofi antar warga Muslim, Budha, Kristen, Katolik dari beberapa desa. Sedangkan warga beragama Budha, menggunakan sarungan, pecian juga. Ada modin dari agama Budha.

Jaman kecil suka berjarak dengan sesaji, kata orang-orang itu makan sisa lelembut. Tapi setelah dekat dengan para penghayat, justru sesaji adalah makanan yang paling tinggi kualitasnya, karena didoakan dan disiapkan dengan rasa dan harap terbaik. Pagi hari dibangunkan, diajak meditasi lintas iman di pucuk bukit hijau. Meditasi pemula diajari, pejam mata, hayati nafas, scan tubuh satu-satu, lalu fokus konsentrasi sambil hayati desir angin, suara burung, aroma basah, dll. Tubuh seperti habis keluar dari Spa Ruhani.

Setelah itu lanjut jelajah alam, dipimpin Sukoyo, kepala dusun yang pernah dapat penghargaan lingkungan, ke sumber air suci yang diuri-uri warga, dengan nyadran air. Saat di luar sana kemarau kekeringan, warga Krecek tempat kami tinggal masih melimpah air. Para sesepuh dan orang muda menanam pohon di sana-sini. Jelajah alam seperti sekolah tumbuhan. Seumur ini baru tahu pohon Kapulaga. Berbaris riang pohon manggis, durian, duku, sukun, dan ratusan tanaman lain di hutan rimbun yang kemarin sore dibalut kabut.

Siang ini masih mengantri acara mengenal budaya lokal, ada menari, juga anjangsana melihat pak dukuh mengolah gula aren, menyiapkan nyadran esok hari. Masih ada daftar menawan aktivitas lain, tutur perempuan, dll. Tahun depan kalau masih ada acara ini, direkomendasikan untuk kawan-kawan untuk gabung di rangkaian Nyadran Perdamaian, yang dibuat AMAN Indonesia dan kawan-kawan lembaga lain, juga warga dan sekolah perempuan Catur Manunggal, Budhazine, dst.

Proud of you para tim.

 

Artikel ditulis oleh

Yuniyanti Chuzaifah, Board AMAN Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published.