Joint Statement Masyarakat Sipil Women, Peace and Security in ASEAN

Pada tanggal 6 dan 7 Juli 2023, Pemerintah Indonesia menjadi tuan rumah ASEAN WPS Summit, dengan fokus pada topik “Dialog Tingkat Tinggi untuk Mendorong Implementasi Rencana Aksi Regional tentang Perempuan, Perdamaian, dan Keamanan.” Kegiatan ini berlangsung di Yogyakarta dan dihadiri oleh perwakilan negara ASEAN, enHtas ASEAN dan masyarakat sipil yang bekerja dalam WPS. Tiga hal utama yang diambil dari forum ini adalah penHngnya mengadopsi definisi keamanan yang berorientasi pada kemanusiaan yang memberikan penekanan lebih besar pada keamanan perempuan yang memiliki keragaman konteks. Forum ini juga menekankan penHngnya memperkuat interseksionalitas dan interkoneksi antara Rencana Aksi Regional tentang Perempuan, Perdamaian, dan Keamanan dengan berbagai kerangka hak asasi manusia yang dikembangkan oleh ASEAN. Terakhir, hadirnya mekanisme dan alat-alat untuk pemantauan dan evaluasi dengan menggunakan indikator relevansi, efekHvitas, efisiensi, dampak, dan keberlanjutan ditegaskan.

Di forum inilah masyarakat sipil menyampaikan rekomendasi pertemuan CSO yang digelar pada tanggal 4-5 Juli 2023, yang menekankan sejumlah hal krusial diantaranya adalah:

 

KEAMANAN SIBER

  1. ASEAN mendorong peningkatan pemahaman masyarakat pada penHngnya pendidikan gender, literasi digital, keamanan digital, hak digital agar tercipta ruang digital yang aman. Ini dapat dilakukan sejak usia dini dengan memasukkan ke dalam kurikulum sekolah, dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami, mengingat bahwa bahkan anak-anak sudah berada di ruang digital dan rentan menjadi korban atau pelaku Hndakan berbahaya daring, Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), dan kejahatan (siber) di masa depan.
  2. ASEAN mempromosikan mekanisme perlindungan holisHk bagi Pembela Hak Asasi Manusia Perempuan (WHRDs) di ruang digital, dengan mengusulkan kepada Negara, Perusahaan/Sektor Swasta, Aparat Penegak Hukum, Akademisi, Teknolog, Pemilik Media/Jurnalis, dan CSO untuk mengadakan serangkaian forum mulH pemangku kepenHngan (MSF) untuk mengadopsi dan mengembangkan pendekatan  keamanan  holisHk untuk  membangun  keamanan  siber  yang lebih kuat di ASEAN.

 

KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEPERCAYAAN

  1. ASEAN meningkatkan  efekHvitas kebijakan  menjamin  kekebasan  agama,  dengan  perspekHf pluralisHk, memberikan perhaHan khusus pada kelompok paling termarginal dan rentan, mengedepankan tafsir agama moderat, memfokuskan pada perlindungan, keterlibatan, dan pemberdayaan perempuan dengan cara memperkuat pertemuan antaragama, dialog, dan kolaborasi. (Misalnya saat ini masih ada 73 regulasi dari 120 yang ditemukan KOMNAS Perempuan, mengatur tata cara berpakaian. Tidak heran, perundungan kepada siswi karena Hdak memakai hijab terus berlangsung.)
  2. ASEAN menciptakan lingkungan kondusif untuk pemuda, agar secara bebas mengembangkan hubungan  antaragama   yang   sehat,   memperoleh   pengetahuan,   memberdayakan   diri, menyatakan  gagasan  dan  pemikiran  mereka  secara  bebas,  berkontribusi  akHf pada  upaya membangun perdamaian, dan memainkan peran penHng dalam membentuk masyarakat yang benar-benar inklusif.

 

KRISIS MYANMAR

Berdasarkan pada Keputusan Pemimpin ASEAN tentang pelaksanaan Lima Kesepakatan Pokok sebagaimana disepakaH selama KTT ASEAN ke-40 dan ke-41, penHng untuk mempercepat pengembangan rencana pelaksanaan yang dapat dicapai berbatas waktu untuk mengoperasikan Lima Kesepakatan Pokok.

  1. ASEAN  harus   mengakui   pelanggaran   yang   terang-terangan   oleh   rezim   terhadap   Lima Kesepakatan Pokok dan memasHkan bahwa perjanjian-perjanjian masa depan mencakup komitmen yang terukur dan berbatas waktu untuk membebaskan perempuan yang ditahan secara sewenang-wenang dan meminta pertanggungjawaban pelaku.
  2. ASEAN harus menghapus perwakilan rezim dari semua enHtas ASEAN. PENCEGAHAN EKSTREMISME KEKERASAN ASEAN  harus  menghadirkan  Sistem  Pencegahan  Ekstremisme  Kekerasan  (PCVE)  yang  sensiHf gender di semua negara anggota ASEAN, melipuH langkah-langkah komprehensif mulai dari pencegahan radikalisasi dan rekrutmen hingga penegakan hukum, repatriasi pejuang teroris asing, rehabilitasi, reintegrasi sosial, hak korban dan reparasi, serta program ketahanan masyarakat.

 

MIGRASI

Krisis di Myanmar telah memicu pemindahan besar-besaran penduduk, termasuk perempuan dan anak perempuan, yang terpaksa meninggalkan rumah mereka. Banyak dari mereka mencari perlindungan di negara-negara ASEAN seperH Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Masuknya pengungsi dan orang dalam pengungsian (IDP) menimbulkan tantangan terkait perlindungan, bantuan kemanusiaan, dan integrasi sosial bagi populasi yang rentan ini;

Membangun keselarasan Rencana Aksi Regional tentang Perempuan, Perdamaian, dan Keamanan (RPA WPS) dengan Hga deklarasi terkait isu migrasi dan perdagangan manusia yang diadopsi oleh KTT ASEAN di Labuan Bajo pada Mei 2023 untuk memasHkan keterhubungan antara isu WPS dan migrasi, kohesi dan efekHvitas dalam memajukan pemberdayaan perempuan, kesetaraan gender, dan upaya membangun perdamaian di wilayah ASEAN.

 

PERUBAHAN IKLIM

  1. MenghenHkan keterlibatan   militer   dalam   penanganan   perubahan   iklim,   memanfaatkan kebijaksanaan lokal dan pendekatan keamanan insani yang holisHk, untuk mengatasi pelestarian lingkungan melalui perspekHf keagamaan dan indigenous. Misalnya, memberikan prioritas pada dialog antaragama mengenai krisis iklim untuk mempromosikan solusi bersama.
  2. Meningkatkan pengakuan  terhadap  interseksionalitas  dan  mempromosikan  inklusi  dalam pengalaman perempuan dalam krisis iklim untuk mengatasi disparitas gender dalam akses sumber daya dan manfaat krisis iklim, dan memberikan prioritas pada solusi responsif gender dalam upaya adaptasi terhadap krisis iklim.

 

Kami juga menegaskan kembali seruan CSO pada tanggal 3 September 2023, pada Expert Group MeeHng dalam penyelenggaraan ASEAN People Forum 2023, yang fasilitasi oleh Asian Muslim AcHon Network  (AMAN  Indonesia),  bekerjasama  dengan  Joint  IniHaHve for  Strategic  Religious AcHon (JISRA), berjudul    Unseen Threat, Unheard Voices: Anlayzing the Evolving Concept of Women’s Security in ASEAN.

Kami  berharap  diakhir  kepemimpinan  Indonesia,  ASEAN  memberikan  pondasi  penHng berupa sejumlah panduan-panduan operasional dalam menjalankan Rencana Aksi Regional Perempuan, Perdamaian dan Keamanan, yang membasiskan pada definisi keamanan insani, dimana perspekHf perempuan di ranah keamanan non tradisional diperkuat.

 

Disampaikan pada Konferensi Pers 6 September 2023

Nara hubung : Nita Nurdiani +62 812-8598-1665

Sumber:

  1. Diringkas dari CSO Statement yang berjudul “Resilient Community in ASEAN, Strengthening the

IntersecConal Agenda for Women, Peace and Security, diselenggarakan pada 4-5 Juli 2023. Secara lengkap statement bisa diaskes di ” hPps://amanindonesia.org/publikasi/csos-joint-statement-of-asean-civil-socieCes/

  1. Hasil diskusi Expert Group MeeCng on Women, Peace and Security Unseen Threat, Unheard Voices: Anlayzing the

Evolving Concept of Women’s Security in ASEAN.

Leave a Reply

Your email address will not be published.