Jakarta-AMAN Indonesia dan Working Group on Women and PCVE (WGWC) telah menyelesaikan seri konsultasi terkait dengan pembentukan Kelompok Kerja Tematis, Senin (13/6/2022). Hal tersebut sebagai mekanisme formal keterlibatan masyarakat sipil dalam Sekretariat Bersama Rencana Aksi nasional untuk Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan Mengarah pada Terorisme (RAN PE). Menurut Direktur AMAN Indonesia, Ruby Kholifah, ini merupakan platform resmi yang dibuka oleh pemerintah Indonesia, melalui kepemimpinan BNPT untuk melibatkan masyarakat sipil, sebagai kekuatan penting dalam implementasi RAN PE.
”Sebelumnya WGWC dan AMAN juga telah melakukan sejumlah meeting masyarakat sipil diantaranya adalah tanggal 9-10 February 2022 untuk penyiapan panduan teknis pembentukan Pokja tematis, khususnya bidang Pengarusutamaan Gender. Pada pertemuan tersebut hasilkan buku panduan pembentukan kelompok kerja tematis, khususnya gender mainstreaming,” terangnya.
Kemudian pada bulan Mei 2022, BNPT melakukan rapat kordinasi dengan masyarakat sipil di nasional untuk membahas usulan ini dan menyetujui. Saat ini telah terpilih 14 lembaga yang akan mengawal untuk kordinasi di setiap bidang dalam Kelompok Kerja tematis, dimana CSO di nasional maupun daerah akan terlibat. Keempat lembaga itu adalah AMAN Indonesia, Fatayat NU, Yayaasan Prasasti Perdamaian, Wahid Foundation, Inclusive, CSRC, SErve Indonesia, CSAVE, Peace Leader, Peace Generation, Percik, Ruang Obrol, dan Instutte El-Bukhari, Yayasan Keluarga Penyintas, dan Yayasan Penyintas Indonesia . Semua lembaga tersebut akan mengawal bidang-bidang dalam Kelompok Kerja Tematis Sekber RAN PE.
”Terima kasih semua pihak yang telah mendukung upaya pembentukan mekanisme keterlibatan masyarakat sipil secara resmi dalam Sekretariat Bersama RAN PE,” pungkasnya,
Sebelumnya Deputi Bidang Kerjasama Internasional BNPT, Andhika Chrisnayudhanto menegaskan jika BNPT akan bekerjasama dengan AMAN Indonesia dan WGWC untuk membentuk Pokja Tematis RAN PE. ”Melalui Pokja Tematis tersebut, RAN PE akan mewujudkan kerja – kerja kolaboratif antara pemerintah dan organisasi masyarakat dengan menggunakan pendekatan soft approach yaitu whole government and whole society approach,” tegasnya.
Dirinya mengharapkan jika RAN PE dapat dilaksanakan sesuai prinsip- prinsip hak asasi manusia, mulai dari supremasi hukum dan keadilan, pengarusutamaan gender dan pemenuhan hak anak. Kemudian, keamanan dan keselamatan. Selanjutnya, tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), partisipasi dan pemangku kepentingan yang majemuk. Serta kebhinekaan dan kearifan lokal.
Diungkapnya, pemerintah menyadari pentingnya masyarakat dalam pencegahan ekstremisme berbasisi kekerasan. Begitu juga dengan melaksanakan dan turut memonitor mengawasi dan prinsip-prinsip yang terkandung di dalam RAN PE sendiri. Berdasarkan Prepres Nomor 7 tahun 2021, pihaknya berterimakasih kepada civil society terkait dengan pelaksanaan RAN PE. Terutama kerja-kerja yang telah dilakukan oleh masyarakat sipil.
”Sejalan dengan itu, kami siap mendukung kesiapan teknis ini dalam Perban Nomor 5 tahun 2021 tataara koordinasi pelaporan dan pemantauan RAN PE tahun 2020-2024 pasal 1 ayat 4, yang menyebutkan Pokja Tematis adalah pelaksanaan RAN PE yang berkoorodinasi dalam meyesuikan implementasi RAN PE,” pungkasnya. [Nita]