Jakarta, 17–18 September 2025 — Ratusan pemangku kepentingan dari berbagai organisasi masyarakat sipil (OMS), lembaga pemerintah, mitra pembangunan, akademisi, media, hingga tokoh masyarakat berkumpul di Jakarta untuk memperingati 25 tahun Resolusi Dewan Keamanan PBB 1325 tentang Perempuan, Perdamaian, dan Keamanan (Women, Peace and Security/WPS). Momentum ini dimeriahkan dengan peluncuran resmi Jaringan WPS Indonesia, disertai pameran, lokakarya, dan dialog publik.
Sejak agenda WPS resmi diadopsi Indonesia melalui Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dalam Konflik Sosial (P3AKS), OMS di Indonesia telah menjadi ujung tombak dalam memajukan agenda WPS, terutama melalui kerja di tingkat akar rumput. Mereka berperan dalam pencegahan konflik, peningkatan partisipasi perempuan dalam proses resolusi konflik, perlindungan hak-hak perempuan di wilayah rentan, hingga penguatan kohesi sosial pasca-konflik.
Dengan dukungan UN Women, pemerintah Kanada, Britania Raya, Republik Korea, dan Belanda, AMAN Indonesia beserta lebih dari 80 organisasi masyarakat sipil Indonesia memprakarsai lahirnya jaringan tersebut dalam memperkuat partisipasi perempuan dalam merawat perdamaian.
“Jaringan ini bukan sekadar wadah koordinasi, tapi juga simbol solidaritas masyarakat sipil Indonesia dalam mengawal agenda perempuan, perdamaian, dan keamanan di Indonesia,” ujar Ruby Kholifah selaku Country Representative AMAN Indonesia, 1 dari 5 presidium terpilih jaringan WPS Indonesia.
Hadir dalam sesi pembukaan, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifah Fauzi menyampaikan apresiasi sebesar-besarnya pada jaringan WPS Indonesia dan stakeholder lainnya yang turut berkontribusi dalam pembentukan jaringan tersebut. “Lahirnya jaringan WPS Indonesia ini mampu meningkatkan optimisme pemerintah dalam menyongsong Indonesia Emas 2045.”
Jaringan WPS Indonesia resmi diluncurkan dengan membunyikan alat musik tradisional yakni Angklung dengan filosofi menggemakan suara-suara perempuan dan kelompok rentan lainnya. Perjalanan pembentukan Jaringan WPS Indonesia selama kurang lebih 1 tahun juga ditampilkan dalam sebuah video pendek.
Setelah prosesi peluncuran, berbagai panel diskusi diselenggarakan dengan berbagai tema dan isu yang dibahas seperti; peran masyarakat sipil dalam memajukan WPS di Indonesia, perempuan dan PCVE, digital literasi, krisis iklim, migran, disabilitas, kelompok adat, dan sebagainya.
Selain panel diskusi, sejumlah OMS di tingkat lokal maupun nasional juga turut memeriahkan melalui booth-booth yang tersedia. Produk pengetahuan, modul pembelajaran, kampanye kreatif melalui permainan, hingga produk pangan dan sandang berjejer mewarnai rangkaian acara. Masing-masing OMS memperkenalkan lembaga dan kerja-kerjanya, serta secara interaktif membangun kesadaran publik terkait isu perempuan, perdamaian, dan keamanan.
Rangkaian acara ini tidak hanya menandai lahirnya Jaringan WPS Indonesia, tetapi juga menjadi bagian dari peringatan global 25 tahun Resolusi DK PBB 1325. Bagi Indonesia, momen ini menjadi ruang refleksi atas capaian selama dua dekade terakhir sekaligus komitmen memperkuat partisipasi perempuan dalam mewujudkan perdamaian yang berkelanjutan.
“Resolusi 1325 mengingatkan kita bahwa perdamaian tidak mungkin dicapai tanpa keterlibatan penuh perempuan. Melalui jaringan ini, OMS Indonesia siap mengambil peran lebih besar di tingkat lokal, nasional maupun regional ASEAN,” tegas Suraiya Kamaruzzaman selaku pendiri Flower Aceh dan Executive Board Balai Syura Ureung Inong Aceh, salah satu presidium Jaringan WPS Indonesia.
Dengan dukungan pemangku kepentingan lintas sektor, sinergi lintas aktor, peluncuran ini diharapkan memperkuat advokasi kebijakan, memperluas solidaritas lintas wilayah, dan memastikan agenda WPS benar-benar terimplementasi di akar rumput demi terwujudnya perdamaian yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan.