Sinergi Lintas Aktor Perkuat Upaya Pencegahan Ekstremisme dan Perlindungan Perempuan melalui Konsultasi Publik RAD PE

Berkolaborasi dengan Libu Perempuan, AMAN Indonesia dengan dukungan UN Women menggelar Konsultasi Publik untuk menyusun Rencana Aksi Daerah Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAD PE). Bertempat di Hotel Kartika Poso, kegiatan ini menjadi forum strategis untuk membangun sinergi lintas sektor dalam mendorong implementasi pencegahan ekstremisme kekerasan yang inklusif dan adil gender.

Sebanyak 22 peserta hadir dalam forum ini, terdiri dari perwakilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), fasilitator desa damai, aparat kepolisian, kepala desa, dan organisasi masyarakat sipil. Kegiatan dibuka oleh Dewi Rana, Direktur Libu Perempuan dan Mukhtar dari Bakesbangpol Poso yang sekaligus menyampaikan pemaparan awal terkait update situasi terkini perkembangan kebijakan RAD PE di Sulawesi Tengah.

Diskusi publik ini menyoroti 9 tema utama yang akan dimuat dalam RAD PE, termasuk perlindungan kelompok rentan, penguatan ekonomi keluarga eks-napiter, pemberdayaan perempuan, serta pencegahan radikalisasi melalui pendekatan komunitas.

Dalam sesi dialog, Hasna dari Bapelitbangda menekankan pentingnya pemberdayaan eks-napiter. “Kita tidak bisa hanya fokus pada pencegahan dan penanggulangan. Harus ada strategi pemberdayaan yang terencana — UMKM, pertanian, atau bentuk ekonomi produktif lainnya,” tegasnya.

Senada, Dinas Sosial Poso mengingatkan pentingnya pendekatan yang tidak hanya bersifat karitatif, tetapi juga berkelanjutan. “Bantuan yang tidak tepat sasaran hanya habis dipakai tanpa dampak jangka panjang. Kita perlu mekanisme pemberdayaan yang menjawab tantangan pemasaran dan keberlanjutan usaha,” ujar perwakilan Dinsos.

Isu perempuan dan anak juga menjadi sorotan utama. Salah satu peserta diskusi menyampaikan bahwa korban ekstremisme seringkali adalah keluarga — istri dan anak — dari pelaku. Oleh karena itu, peserta mendorong agar RAD PE secara eksplisit memuat strategi pemulihan bagi keluarga eks-napiter, termasuk dukungan pendidikan dan psikososial.

Sementara itu, Bagian Hukum Setda Poso menyampaikan pentingnya menyelaraskan RAD PE dengan visi misi kepala daerah yang tertuang dalam RPJMD 2025–2029. Salah satu misi prioritas, Poso Harmoni, menjadi landasan yang kuat untuk memperkuat kebijakan pencegahan ekstremisme melalui pendekatan berbasis desa dan komunitas.

Dalam paparan akhir, disebutkan bahwa program ini juga akan memasukkan isu-isu struktural seperti konflik lahan, perubahan iklim, dan eksploitasi tambang sebagai pemicu ekstremisme. Selain itu, generasi muda diharapkan dapat dilibatkan sebagai produsen narasi positif di media sosial, guna melawan penyebaran ideologi kekerasan.

Konsultasi publik ini juga menggarisbawahi tantangan yang dihadapi, terutama terkait minimnya pemahaman peserta tentang RAD PE karena sebagian besar belum mengikuti sosialisasi sebelumnya. Namun, hal ini tidak mengurangi antusiasme mereka dalam memberi masukan.

“Masukan yang kami terima hari ini merefleksikan situasi nyata di lapangan. Sangat penting untuk memastikan bahwa draf RAD PE mencerminkan pengalaman komunitas, terutama perempuan dan kelompok rentan,” ujar Maya Safira, fasilitator kegiatan.

Sebagai langkah lanjut, tim penulis RAD PE akan mengolah seluruh masukan dan merekomendasikan agar konsultasi publik berikutnya melibatkan istri eks-napiter untuk memastikan suara mereka juga terwakili dalam kebijakan daerah.

Dengan keterlibatan berbagai pihak dan komitmen pemerintah daerah, penyusunan RAD PE diharapkan menjadi tonggak penting dalam mewujudkan Poso yang damai, adil, dan inklusif bagi semua warganya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *