Sinergi AMAN-La Rimpu Dorong Akselerasi RAD PE NTB yang Responsif Gender dan Inklusif

Mataram, 22 Mei 2025 — Sekolah Rintisan Perempuan untuk Perubahan (La Rimpu) berkolaborasi dengan AMAN Indonesia dan didukung oleh UN Women menyelenggarakan kegiatan Bantuan Teknis kepada Pemerintah Daerah dan Organisasi Masyarakat Sipil (CSO) dalam rangka finalisasi penyusunan Peraturan Daerah dan Rencana Aksi Daerah Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan (RAD PE) di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Kegiatan ini berlangsung di Mataram dan dihadiri oleh 25 perwakilan OPD dan OMS.

Menghadirkan 3 narasumber, Prof. Dr. Atun Wardatun selaku Direktur La Rimpu serta 2 anggota tim penyusun Naskah Akademik RAD PE NTB; Riyadussyah,M.H., dan Taufan, SH., M.H., kegiatan ini bertujuan mempercepat implementasi RAN PE Fase Kedua (2024–2029), yang menekankan pendekatan yang lebih holistik, berbasis hak asasi manusia, responsif gender, serta mendorong keterlibatan aktif masyarakat sipil. The whole government and the whole society approach.

Prof. Dr. H. Abdul Wahid, M.Ag., M.Pd., Pembina La Rimpu, menyampaikan bahwa ekstremisme tumbuh dari ketidakadilan dan keterpinggiran yang dibiarkan. Ia menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah dan masyarakat sipil untuk mencegah ekstremisme melalui pendekatan yang berakar dari pengalaman lokal.

Sebagai pengantar diskusi, Prof. Dr. Atun Wardatun memulai dengan memaparkan kebijakan nasional RAN PE Fase Kedua 2025-2029. Ia menekankan pentingnya pendekatan kolaboratif lintas sektor serta pengarusutamaan gender dalam pencegahan ekstremisme. Menurut Prof. Atun, NTB memiliki potensi besar menjadi model pelaksanaan RAD PE di tingkat nasional jika mampu mengintegrasikan kekuatan lokal dan kebijakan nasional.

“RAN PE tidak lagi semata soal keamanan, tetapi soal keadilan sosial. Ini ruang bagi masyarakat sipil menjadi mitra sejajar negara,” tegasnya. Ia juga mengaitkan kebijakan ini dengan agenda global Women, Peace, and Security (WPS) yang menempatkan perempuan sebagai aktor sentral dalam pembangunan perdamaian.

Sesi selanjutnya ialah pemaparan Naskah Akademik RAD PE NTB oleh 2 narasumber lainnya yang tergabung dalam tim penyusun. Naskah Akademik RAD PE NTB yang telah disusun sejak 2022 menjadi bahan utama dalam forum diskusi. M. Riyadussyah, M.H. dan Taufan, S.H., M.H., dua dari tim penyusun, yang menekankan bahwa dokumen RAD PE bukan hanya strategi tertulis, tetapi harus menjadi panduan kerja nyata yang relevan dengan konteks sosial-budaya NTB.

“RAD PE NTB menghadirkan kebijakan yang tidak semata top-down, tetapi benar-benar tumbuh dari realitas lokal. Termasuk berasal dari pengalaman perempuan, pemuda, dan komunitas rentan di wilayah. Kami ingin mendorong partisipasi multipihak dan membangun sinergi yang kuat dalam upaya pencegahan,” ujar Riyad.

Di akhir sesi, diskusi kelompok (Focus Group Discussion) yang difasilitasi oleh Feni Agustina selaku Staf Program Larimpu berlangsung interaktif dan menghasilkan rekomendasi bersama mengenai langkah percepatan implementasi RAD PE NTB, dengan mengedepankan prinsip kolaboratif dan kontekstual.

Beberapa poin penting hasil FGD di antaranya:

  • Perlunya pelatihan bagi aparatur desa tentang isu ekstremisme dan kesetaraan gender.
  • Integrasi nilai-nilai kearifan lokal seperti mbolo weki dan ngejot sebagai strategi kontra-narasi.
  • Penguatan partisipasi kelompok rentan, termasuk perempuan, anak, dan penyandang disabilitas.
  • Penyusunan regulasi daerah (PERDA atau PERGUB) sebagai payung hukum pelaksanaan RAD PE.

 

Hasil FGD dan rekomendasi teknis dalam kegiatan ini akan dijadikan pijakan untuk tahap lanjutan pada Bantuan Teknis Tahap Kedua yang akan dilaksanakan pada 11 Juni 2025 mendatang. Harapannya, seluruh proses ini bermuara pada lahirnya PERGUB NTB tentang RAD PE 2025 yang inklusif, adil gender, dan kontekstual dengan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat setempat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *