AMAN Indonesia Fasilitasi Penguatan Kapasitas OPD untuk Perkuat Implementasi RAD PE di Jawa Barat

AMAN Indonesia didukung oleh UN Women menggelar Lokakarya Penguatan Kapasitas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Jawa Barat untuk mendorong percepatan implementasi Rencana Aksi Daerah Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAD PE) di Jawa Barat pada 19-20 Juni 2025. 

Bertempat di Hotel Santika, Bandung, kegiatan ini menjadi ruang strategis lintas sektor untuk memperkuat pemahaman, koordinasi, dan komitmen bersama dalam menangani ekstremisme kekerasan secara inklusif dan responsif gender.

Lokakarya ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai OPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat seperti Kesbangpol, Dinas Sosial, DP3AKB, Disdik, Bappeda, serta lembaga keamanan seperti Polda Jabar dan BIN Daerah. AMAN Indonesia selain sebagai penyelenggara, juga turut memfasilitasi dengan menggunakan metode partisipatif guna mendorong co-learning dan co-creation knowledge antar peserta.

Dalam sambutan pembukaan, Ghufron, Manajer Inovasi, Desain, dan Monitoring (IDEA) AMAN Indonesia menegaskan pentingnya kerangka Women, Peace, and Security (WPS) dalam mengintegrasikan perspektif perempuan dalam kebijakan dan implementasi pencegahan ekstremisme. Ia menyebut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah yang cukup progresif dalam implementasi RAN-PE, terbukti dengan terbitnya Pergub Nomor 40 Tahun 2022 dan keberhasilan mendorong penyusunan RAD-PE di sejumlah kabupaten/kota.

“Pencegahan ekstremisme kekerasan tidak cukup hanya dilihat dari sisi keamanan, tetapi juga dari aspek keadilan sosial dan keamanan insani. Perempuan harus dilibatkan bukan semata sebagai korban, tetapi sebagai aktor kunci dalam membangun perdamaian dan resiliensi komunitas,” tegas Ghufron.

Senada dengan itu, Dr. Sapta Yulianto Dasuki, M.AP., mewakili Kepala Kesbangpol Provinsi Jawa Barat, mengungkapkan bahwa Pemprov telah menempuh berbagai langkah konkret dalam pencegahan ekstremisme. “Jawa Barat telah memiliki peta jalan implementasi RAD-PE yang mencakup kelompok rentan termasuk perempuan, eks-narapidana terorisme, serta penyintas,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa ke depan, penguatan pendekatan yang peka gender dan berbasis data menjadi kunci dalam mendesain kebijakan yang efektif.

Sesi pelatihan hari pertama dibuka dengan orientasi dari Yeni Lutfiana (AMAN Indonesia) yang memaparkan tujuan lokakarya yakni meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam mengintegrasikan prinsip-prinsip WPS ke dalam kebijakan dan program pencegahan ekstremisme kekerasan. Metodologi pelatihan menempatkan peserta sebagai co-learner dan co-creator, dengan pendekatan experiential learning seperti refleksi kelompok, studi kasus, dan simulasi.

Sesi pertama mendorong peserta untuk membagikan pengalaman bersinggungan dengan ekstremisme melalui metode check-in circle dan dialog reflektif. Pengalaman personal dari peserta seperti Aam Badruzaman dari Bappeda Jabar yang bersinggungan langsung dengan mantan deportan ISIS, hingga kisah tentang mantan kader NII di instansi pendidikan, membuka ruang pemahaman yang lebih dalam tentang dinamika ekstremisme di tingkat lokal.

Dilanjutkan dengan diskusi kelompok, peserta mengidentifikasi ciri fisik dan non-fisik dari kelompok ekstrem. Narasi-narasi eksklusif, penggunaan simbol tertentu, hingga penyebaran pesan kebencian menjadi pola yang terdeteksi. Analisis ini memperkaya pemahaman terhadap cara kerja ekstremisme kekerasan, yang kerap menyusup secara halus dalam kehidupan sosial masyarakat.

Sesi selanjutnya menggali sejarah ekstremisme di Indonesia, dipandu oleh Ghufron, yang menunjukkan bagaimana transformasi gerakan ekstremis dari masa ke masa, termasuk peran perempuan baik sebagai korban maupun pelaku. Diskusi ini juga menegaskan bahwa ekstremisme kekerasan tidak hanya terjadi dalam konteks Islam, melainkan bisa muncul dari ideologi dan agama lain.

Lokakarya ini menandai pentingnya kerja kolaboratif antara pemerintah daerah, masyarakat sipil, dan mitra internasional dalam membangun sistem pencegahan ekstremisme yang adil, efektif, dan berkelanjutan. Dengan kerangka WPS, pendekatan yang ditempuh tidak hanya berfokus pada keamanan negara, tetapi juga pada keamanan insani, partisipasi, dan perlindungan kelompok rentan.

Sebagai upaya tindak lanjut, para peserta diharapkan dapat membawa hasil pembelajaran ini untuk memperkuat kerja-kerja Pokja RAD-PE di wilayah masing-masing, serta mendorong integrasi perspektif gender dalam kebijakan daerah, menuju Jawa Barat yang lebih aman, inklusif, dan damai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *