Jakarta – Sejak disahkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme oleh Presiden Joko Widodo menjadi momentum kolaborasi antara masyarakat sipil dengan pemerintah. Sejak saat itu, masyarakat sipil dengan pemerintah gencar melakukan koordinasi terkait implentasi RAN PE. Pemerintah membentuk Sekretariat Besar (Sekber) RAN PE guna mewadahi aksi-aksi pencegahan dan penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme.
Sedangkan, masyarakat membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Tematis RAN PE. Sejak terbentuknya di 2022, terdapat 36 masyarakat sipil yang tergabung. Di tahun sebelumnya, antara Pokja Tematis dengan Sekber RAN PE sudah melalukan pertemuan sebanyak satu kali guna melihat efektifitas dan pencapaian RAN PE. Selasa lalu (27 Juni 2023), pemerintah dan masyarakat pun melakukan pertemuan guna melihat capaian pembelajaran dan dinamika isu Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme di Indonesia selama bulan Januari-Juni 2023, termasuk memfinalisasi rencana kerja 2023.
Ada sebanyak 65 orang yang hadir dalam agenda tersebut, baik secara online dan offline. Dalam pertemuan tersebut, baik pemerintah dan masyarakat sama-sama melihat perkembangan dan aksi yang sudah dilakukan. Terdapat sejumlah hambatan dan tantangan yang dialami oleh pemerintah dan masyarakat sipil. Diantarnya rotasi dan mutasi pemimpin lembaga pemerintah yang menjadi key person. Selanjutnya, masyarakat sipil dan pemerintah perlu memiliki mekanisme untuk menjalin kerjasama yang berkelanjutan. Lalu, keterbatasan biaya yang dapat berdampak pada terhambatnya perluasan program.
Melihat sejumlah hambatan dan tantangan yang ada. Terdapat 3 hal penting yang diputuskan. Pertama, pemerintah dan masyarakat sepakat untuk melakukan komunikasi yang lebih intens untuk memutus sejumlah hambatan dan tantangan yang dialami. Kedua, menyetujui bahwa informasi dan keberadaan Pokja Tematis RAN PE penting untuk ditampilkan dalam I-Khub, agar orang lebih banyak lagi yang mengetahui. Ketiga, Sekber akan menjembatani pertemuan dengan BUMN bersama dengan Pokja Tematis, agar BUMN bisa mendukung pelaksanan program. Kelima, diperlukan jembatan komunikasi lebih intensif antar Pokja 1, 2 dan 3 dengan Pokja Tematis.
BNPT Mengapresiasi Kerja Masyarakat Sipil
Dalam kesempatan tersebut, Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), yang juga sebagai Ketua Pokja RAN PE, Bangbang Surono mengapresiasi kepada masyarakat sipil yang telah secara aktif dan konsisten berkolaborasi dengan pemerintah dalam pelaksanaan RAN PE selama tiga tahun terakhir. Dalam upaya menghadapi berbagai macam tantangan, semangat kolaborasi masyarakat sipil dan pemerintah menjadi kunci utama untuk mencapai hasil yang maksimal.
”Pada tahun 2022, terlihat hasil positif dari kolaborasi tersebut. Masyarakat sipil telah berhasil berpartisipasi dalam 97 program di 17 provinsi, dengan total manfaat yang diperoleh sebanyak 18.772 orang,” terangnya dalam acara Rapat Koordinasi Kelompok Kerja Tematis Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) 2023 di ruang meeting Gedung Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Diungkap olehnya, keterlibatan masyarakat sipil ini menunjukkan betapa pentingnya peran serta masyarakat dalam mewujudkan tujuan RAN PE. Keberhasilan ini juga memberikan inspirasi kepada seluruh Indonesia untuk bersama-sama mewujudkan negara yang lebih baik. Terutama dalam pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan. Dalam pertemuan yang dihadiri oleh keempat ketua Pokja yang meliputi Pilar 1 tentang Pencegahan, Pilar 2 tentang Perlindungan Hak Korban dan legislasi, dan Pilar 3 Kerjasama dan Kemitraan. Serta Pokja Tematis yang merupakan ruang partisipasi masyarakat sipil, memiliki kesamaan pandangan tentang pentingnya keterlibatan masyarakat sipil dalam mewujudkan rasa aman bagi seluruh warga Indonesia dari ancaman radikalisme dan ekstremisme kekerasan.
Di tempat yang sama, Ketua Pokja Pilar I Sekber RAN PE Brigjen Pol Drs Imam Margon memberikan laporan jika pemerintah sudah melaksanakan 51 aksi. Saat ini, dari total 42 Kementerian dan Lembaga yang ada, baru 26 Kementerian dan Lembaga yang berkomitmen untuk mendukung agenda RAN PE. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah menggelar sejumlah aksi. Mulai dari memperkuat kesadaran dan kapasitas pemangku kepentingan mengenai resiko ekstremisme Berbasis Kekerasan yang mengarah pada Terorisme dalam upaya merespon.
”Saat ini yang ini belum ada tolak ukur tercapainya pelaksaan suatu program. Bahkan, modul untuk komunitas saat ini belum tercapai yang harus dilaksanakan oleh Pilar I. Akan tetapi, pembuatan modul sepertinya bisa bekerjasama dengan masyarakat sipil untuk pembuatan modul komunitas,” terangnya.
Selanjutnya yang memaparkan capaian adalah Irjen Pol Ibnu Suhaendra, S.I.K. Menurutnya, pada 2023 terdapat 15 aksi yang sudah dilaksanakan. Dalam kesempatan tersebut, dirinya menekan dua hal penting. Pertama, pentingnya berkoordinasi dengan biro anggaran dan perencanaan pada masing-masing Kementerian dan Lembaga terkait anggaran dan perencanaan. Kedua, perlu mengoptimalkan perand an koordinator Pokja pada tiap pilar bersama dengan pihak konsultan RAN PE.”Serta perlu melakukan pendampingan dan monitoring secara berkesinambungan,” tegasnya yang juga menjabat sebagai Pokja Pilar II Sekber RAN PE.
Pada kerjasama dan kemitraan, Ketua Pokja Pilar III Sekber RAN PE, Kompol I Wayan Sumariana memaparkan sejumlah kegiatan yang sudah dilaksanakan. Pada pilar III, telah dilaksanakan 44 aksi selama 2023. Adapun kegiatan yang sudah dilaksanakan, yaitu Sekretariat I-KHub BNPT akan mengembangkan platform 2.0 yang memuat berbagai fitur terbaru. Fitur terbaru tersebut antara lain: database Kementerian dan Lingkungan serya Pemda, database geospasial tindak pidana terorisme, database profil mitra pembangunan, sistem pelaporan RAN PE.
”Saat ini, I-KHub BNPT melakukan kolaborasi integrasi data antar platform dengan Center for Detention Studies (CDS) sebagai CSO yang memiliki Database Geospasial Tindak Pidana Terorisme. Berikutnya adalah I-KHub BNPT melakukan kolaborasi integrasi data dengan PeaceGeneration yang memiliki Platform K-Hub for PVE Community untuk mendapatkan daftar profil lengkap masyarakat sipil yang bekerja di isu yang sama. Terakhir, pertemuan Forum Kemitraan Nasional antara Pemerintah dan Pemangku Kepentingan di Masyarakat,” terangnya.
Kerja-kerja yang Sudah Dilaksanakan oleh Masyarakat Sipil
Dwi Rubiyanti Kholifah, Ketua Pokja Tematis, memberikan paparan tentang capaian enam bulan masyarakat sipil, analisis gap dan usulan perbaikan strategi ke depan. Ruby memberikan penekanan pada tujuh bidang yang menjadi fokus area Pokja tematis. Pada Bidang pengarusutamaan, strategi pendampingan, narasi baru yang bisa berkontribusi pada pencapaian Rancangan Aksi Nasional (RAN) PE hingga pelaksanaan Rancangan Aksi Daerah (RAD) PE.
Pada Bidang Pemenuhan Hak Korban dan Perlindungan Sakim perlunya merawat rekonsiliasi dengan para mantan pelaku untuk mengurai dendam. Agenda ini perlu kerja bersama organisasi korban bom seperti Yayasan Keluarga Penyintas (YKP) dan Forum Komunikasi Aktivis Akhlakul Karimah Indonesia (FKAAI). Selain itu, suara korban menjadi menjadi credible voice yang sangat powerfull dan bisa digunakan sebagai narasi baru.
”Kerja-kerja akar rumput yang diinisiasi dan dipimpin oleh anak muda masih menunjukkan konsitensinya. Bidang ini melaporkan intervensi di sekolah masih berjalan, termasuk menyuburkan keberadaan ruang-ruang perjumpaan di akar rumput melalui peace service dan gathening anak muda,” pungkasnya.
Dalam pertemuan tersebut, dihasilkan sejumlah strategi yang bisa dioptimalisasikan. Untuk untuk mengoptimalisasikan daerah mengadopsi RAD PE, diperlu sinergi gagasan, strategi dan sumber daya manusia dan keuangan daerah. Lalu, diperlukan kolaborasi untuk penguatan individu, keluarga, komunitas dan masyarakat lebih luas terkait ancaman ekstremisme berbasis kekerasan mengarah pada terorisme. Terakhir, Penting adanya ruang exchange di tingkat regional untuk belajar dari pengalaman Indonesia.