Jakarta-Working Group on Women Preventing Countering Violent Extremism (WGWC) dan AMAN Indonesia menyelenggarakan lokakarya “Reinforcing Mainstreaming Gender and Social Movement Building on Preventing/Countering Violent Extremism” di Jakarta, Selasa (20 September 2022). Menurut Steering Committee (SC) WGWC Ruby Kholifah, agenda ini bertujuan memperkuat dan membumikan pengarusutamaan gender dalam regulasi PCVE dan mendorong penguatan ruang sipil dalam penyusunan kebijakan dan praktek PCVE.
”Saya ingin sekilas untuk merefleksikan dua hal dalam perjalanan WGWC selama 5 tahun. WGWC ini berawal dari kegelisahan kita terkait dengan keterlibatan perempuan dalam violence ekstremisme sudah lama banget dan WGWC berhasil memitigasinya,” ungkap perempuan yang juga menjadi Direktur AMAN Indonesia pada saat acara.
Ditegas olehnya, WGWC telah menjadi rumah bersama dalam memiliki knowledge yang luar biasa. Dalam perjalanan WGWC dan publik menyadari bahwa bicara perempuan bukan bicara entitas tunggal. Bahkan, mencakup pola-pola dis-engagement ke radikalisme juga berbeda. Hal yang perlu diperdalam adalah gender based violence dalam konteks bicara isu ekstremisme kekerasan. Karena formulasi ini dimiliki oleh teman-teman middle east dan Eropa yang dalam konteks bicara rekrutmen ISIS dekat banget dengan gender based violence.
”Unik di Indonesia belum kelihatan meskipun secara kasat mata bisa kita petain bahwa perempuan dalam lingkar ekstremisme telah mengalami gender based violence dalam kehidupan mereka,” terangnya.
Dalam kesempatan tersebut, dirinya juga mengingat saat WGWC melakukan strategic planning pada 2017, di mana WGWC merumuskan sebuah gerakan yang serius untuk merespon akar masalah dalam konteks perempuan dan esktremisme kekerasan. Menurutnya, WGWC telah berhasil membuat sejumlah rangkaian intervensi agar pencegahan kepada perempuan yang ingin terlibat dalam siklus radikalisme hingga ekstremisme kekerasan. Hadirnya WGWC ini menjawab hal yang belum dimaksimalkan sebagai basis pengetahuan dan pengambilan kebijakan.
Saat ini, lanjut dia, WGWC hadir untuk memainstreamkan gender dalam wacana counter terorisme yang bergeser ke ekstremisme kekerasan. Wacana tersebut masih didominasi dalam sektor keamanan yang maskulin. WGWC menggunakan framework Women Peace and Security (WPS) memiliki visibilitas yang luar biasa. ”Saya justru mungkin agak minta maaf karena kita tidak punya banyak waktu untuk mempelajari framework ini,” terangnya.
Selain itu, AMAN Indonesia dalam dengan kursus singkat perempuan dan ekstremisme di beberapa dalam rangka mendorong daerah agar tidak ketinggalan wacana di tingkat nasional. Dalam pengalamannya, kursus singkat tersebut masih sangat relevan dilakukan. Di sisi lain, diungkap olehnya, jika semua pihak perlu luangkan waktu dan secara berkelanjutan untuk membuka ruang-ruang belajar.
”Karena masih banyak teman-teman yang belum terconnect dengan isu ini. Dan dinamikanya luar biasa kalau kita ikuti baik di Indonesia maupun tingkat global,” pungkasnya.
Dihadiri oleh SC WGWC, sekretariat dan representasi mitra implementator WGWC, yaitu Balai Syura, INFID, C-Save, DASPR, Rahima, Ruangobrol, Yayasan Empatiku, PW Fatayat NU Jawa Barat, Institut Perempuan, Yayasan Keluarga Penyintas, Percik, SPEK-HAM, PSKP UGM, Tanoker Ledokombo, PSGIS Universitas Airlangga, Fatayat NU Jawa Timur, dan AMAN Indonesia.