Awalnya banyak pihak menggadang-gadang otonomi daerah sebagai peluang memperkuat demokrasi di mana kebijakan-kebijakan dibuat untuk meringankan atau mereduksi persoalan daerah. Namun belakangan ini otonomi daerah yang seharusnya untuk penopang keadilan distributif justru menjadi ruang yang dimanfaatkan kelompok tertentu untuk menyemai formalisasi syari’ah dan kebijkan diskriminatif khususnya terhadap perempuan dan kelompok minoritas (baca=selain Islam yang mainstream). Belum lagi Pemilu dan Pemilukada yang juga menjelma ruang kontestasi memperluas gerbong-gerbong radikalisme dengan politisasi agama untuk mendapat banyak voters.
Tantangan seperti ini tentunya harus disikapi dengan kolaborasi antar pihak, baik pemerintah dan non-pemerintah. AMAN mempraktekkan dan mempromosikan kolaborasi sebagai norma dalam advokasi baik di tingkat lokal, nasional maupun global untuk memperkuat gerakan kolektif merespon kebijakan terkait isu perempuan, perdamaian dan keamanan.
Dari observasi dekat kami, melihat ada gab pengetahuan dan ketrampilan di nasional dengan lokal terkait perempuan dan pencegahan ekstremisme kekerasan. Hal ini menjadi salah satu tantangan dalam melakukan kerja-kerja advokasi di daerah untuk pencegahan dan kontra radikalisme dan ekstremisme terutama dalam memperkuat keterlibatan masyarakat sipil. Dari sinilah muncul ide kursus singkat “Perempuan dan Pencegahan Ekstremisme Kekerasan”. Kursus ini diawali di kota Palu, bekerjasam dengan organisasi LIBU. Ada empat materi pokok yang disampaikan dalam kursus berdurasi 8 jam yang difasilitatori Ruby Khalifah (Direktur AMAN Indonesia), yaitu sejarah radikalisme, tren pelibatan perempuan dalam ekstremisme, interseksi ekstremisme dengan HAM Perempuan, dan peran negara dan masyarakat sipil dalam pencegahan.
Sukses dengan kursus di Palu memunculkan banyak permintaan kursus dari mitra dan jaringan. Dengan antusiasme yang tinggi, kami menyambut permintaan tersebut untuk menggelar kursus di beberapa kota Jakarta, Cirebon, Yogyakarta, dan Surabaya yang diikuti 210 aktivis, akademisi, dan wakil pemerintah. Selain kaya dengan ragam dan fakta-fakta baru tren perempuan dalam radikalisme dari wilayah-wilayah, kursus ini juga telah membuka peluang bagi aktor-aktor baru untuk bermitra dengan pemerintah dan CSO dalam program dan kebijakan terkait perempuan dan pencegahan ekstremisme kekerasan.
Sebagai organasisasi gerakan, AMAN menjalankan berbagai inisiatif untuk mendudukkan komitmen berbagai aktor kunci pembangunan baik pemerintah, CSO, organisasi keagamaan dan lembaga pembangunan internasional. Ada tiga cerita yang bisa kami bagikan dalam menginisiasi kolaborasi pemerintah dan sipil. Pertama, advokasi Rencana Aksi Nasional dan Daerah Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (RAN/RAD P3AKS). Sejak disahkannya RAN P3AKS 2014-2019 (RAN pertama), AMAN terlibat bersama dengan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA) sebagai mitra strategis untuk memfasilitasi ‘localizing’ RAN menjadi RAD P3AKS di 15 provinsi yang rentan konflik. Peran yang dimainkan AMAN adalah memfasilitasi ruang-ruang untuk sosialisasi dan pertemuan konsolidasi yang melibatkan aktor kunci pemerintah dengan gerakan masyarakat sipil.
Cerita kedua, advokasi pengarusutamaan gender dalam P/CVE. Sejak 2017, AMAN bersama C-Save, Komnas Perempuan, DASPR, dan Yayasan Prasasti perdamaian, Aman menjalankan mandate sebagai Steering Committee Working Group on Women and P/CVE (WGWC). WGWC yang didirikan pada Juni 2017 ini menjadi platform untuk menjembatani komunikasi, koordinasi dan konsolidasi antara organisasi masyarakat sipil dengan pemerintah yang konsen pada kerja-kerja perempuan dan P/CVE. Tahun 2018 hingga kini, AMAN dipercaya sebagai secretariat atau hub untuk pengelolaan program WGWC bagi 24 mitranya. Dari refleksi kami, WGWC telah menunjukkan fondasi kolaborasi antar mitra terutama dalam mengkonsolidasikan pengetahuan dan pengalaman terkait perempuan dan P/CEV dan advokasi pengarusutamaan gender dalam kebijakan terkait P/CVE.
Cerita ketiga, di 2019, AMAN dipercaya sebagai mitra strategis Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk memperkuat kapasitas organisasi perempuan sebagai agen perdamaian untuk pencegahan ektresmisme. Program ini melibatkan kurang lebih 3200 perempuan pimpinan organisasi di 32 provinsi. AMAN dinilai sebagai rujukan penting soal perempuan dan Preventing and Countering Violent Extremism (P/CVE). Untuk memperkuat program, AMAN menggandeng aktivis perempuan dari organiasi yang konsen di isu perempuan dan P/CVE seperti Balay Syura, Serve Indonesia, dan Sekolah Perempuan Batu Malang.
Di samping menginisiasi sejumlah koalisi sipil dan pemerintah, AMAN juga terlibat dalam konsoldiasi gerakan perempuan dan kebebasan beragama dan berkeyakinan. Sejak 2014, AMAN menjadi salah satu Steering Committee Indonesia Beragam yang menaungi 147 organisasi yang menyuarakan agenda politik perempuan. AMAN fokus advokasi perempuan dan kebebasan beragama dan berkeyakinan. Salah satunya diwujudkan dengan konsistensi AMAN dalam advokasi hak-hak kelompok Syiah Sampang Madura yang ter-displace dengan berkolaborasi dengan lembaga-lembaga yang bergerak di isu HAM, livelihood, pendidikan dan psiko-sosial. Selama 2019 AMAN juga terlibat dalam advokasi Sustainable Developments Goal (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (terutama goal 16), RUU Perkawinan (batas usia perkawinan) dan mendorong pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Sebagai organasisasi gerakan, AMAN menjalankan berbagai inisiatif untuk mendudukkan komitmen berbagai aktor kunci pembangunan baik pemerintah, CSO, organisasi keagamaan dan lembaga pembangunan internasional. Ada tiga cerita yang bisa kami bagikan dalam menginisiasi kolaborasi pemerintah dan sipil. Pertama, advokasi Rencana Aksi Nasional dan Daerah Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (RAN/RAD P3AKS). Sejak disahkannya RAN P3AKS 2014-2019 (RAN pertama), AMAN terlibat bersama dengan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA) sebagai mitra strategis untuk memfasilitasi ‘localizing’ RAN menjadi RAD P3AKS di 15 provinsi yang rentan konflik. Peran yang dimainkan AMAN adalah memfasilitasi ruang-ruang untuk sosialisasi dan pertemuan konsolidasi yang melibatkan aktor kunci pemerintah dengan gerakan masyarakat sipil.
Cerita kedua, advokasi pengarusutamaan gender dalam P/CVE. Sejak 2017, AMAN bersama C-Save, Komnas Perempuan, DASPR, dan Yayasan Prasasti perdamaian, Aman menjalankan mandate sebagai Steering Committee Working Group on Women and P/CVE (WGWC). WGWC yang didirikan pada Juni 2017 ini menjadi platform untuk menjembatani komunikasi, koordinasi dan konsolidasi antara organisasi masyarakat sipil dengan pemerintah yang konsen pada kerja-kerja perempuan dan P/CVE. Tahun 2018 hingga kini, AMAN dipercaya sebagai secretariat atau hub untuk pengelolaan program WGWC bagi 24 mitranya. Dari refleksi kami, WGWC telah menunjukkan fondasi kolaborasi antar mitra terutama dalam mengkonsolidasikan pengetahuan dan pengalaman terkait perempuan dan P/CEV dan advokasi pengarusutamaan gender dalam kebijakan terkait P/CVE.
Cerita ketiga, di 2019, AMAN dipercaya sebagai mitra strategis Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk memperkuat kapasitas organisasi perempuan sebagai agen perdamaian untuk pencegahan ektresmisme. Program ini melibatkan kurang lebih 3200 perempuan pimpinan organisasi di 32 provinsi. AMAN dinilai sebagai rujukan penting soal perempuan dan Preventing and Countering Violent Extremism (P/CVE). Untuk memperkuat program, AMAN menggandeng aktivis perempuan dari organiasi yang konsen di isu perempuan dan P/CVE seperti Balay Syura, Serve Indonesia, dan Sekolah Perempuan Batu Malang.
Di samping menginisiasi sejumlah koalisi sipil dan pemerintah, AMAN juga terlibat dalam konsoldiasi gerakan perempuan dan kebebasan beragama dan berkeyakinan. Sejak 2014, AMAN menjadi salah satu Steering Committee Indonesia Beragam yang menaungi 147 organisasi yang menyuarakan agenda politik perempuan. AMAN fokus advokasi perempuan dan kebebasan beragama dan berkeyakinan. Salah satunya diwujudkan dengan konsistensi AMAN dalam advokasi hak-hak kelompok Syiah Sampang Madura yang ter-displace dengan berkolaborasi dengan lembaga-lembaga yang bergerak di isu HAM, livelihood, pendidikan dan psiko-sosial. Selama 2019 AMAN juga terlibat dalam advokasi Sustainable Developments Goal (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (terutama goal 16), RUU Perkawinan (batas usia perkawinan) dan mendorong pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.