Konsultasi Asia: Deklarasi Marrakesh & Semangat Piagam Madinah

Jakarta – Piagam Madina (Madina Charter) tercatat sebagai dokumen pertama di dunia yang mengakui bahwa kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah hak. Ditandatangani pada tahun 622 Masehi, Piagam Madina menjadi perjanjian damai yang menjamin bahwa semua identitas di Madinah terlindungi dan mendapatkan hak yang sama tanpa terkecuali.

Semangat ini yang dibawa kembali pada tahun 2016, saat Marrakesh Declaration dinyatakan oleh 250 cendekiawan Muslim dan aktivis lintas iman di Maroko. Kala itu, Islamopobia sedang marak, dan banyak hak pemeluk agama minoritas di negara mayoritas Muslim tidak terpenuhi. Berbagai kelompok agama diajak mengenang kehidupan harmonis di masa lalu, memperkuat kepercayaan, serta menolak hasutan kebencian. Konferensi menegaskan bahwa agama tidak boleh dijadikan alasan untuk melanggar hak minoritas agama.

Network for Religious Traditional Peace Makers (NRTP) bersama AMAN Indonesia menyelenggarakan Asia Consultation for Advancing Implementation of Marrakesh Declaration di Hotel Ashley Wahid Hasyim, Kamis- Jumat (8-9 November 2024). Konsultasi ini dihadiri oleh 26 peserta dari 10 negara: Pakistan, India, Sri Lanka, Bangladesh, Malaysia, Thailand, Myanmar, Filipina, dan Indonesia. Peserta terdiri dari tokoh agama, perempuan peacebuilder, serta aktivis perdamaian dan hak-hak minoritas. Executive Director NRTP, Muhammad El Sanousi menceritakan bagaimana ia terlibat dalam proses perumusan Marrakesh Declaration sejak 2012 dan peran berbagai pihak seperti Raja Maroko, tokoh lintas iman, dan cendekiawan.

Dalam agenda tersebut Direktur AMAN Indonesia, Ruby Kholifah menjadi sebagai Fasilitator dengan menyampaikan tiga hal penting. Pertama, implementasi Marrakesh Declaration di negaranya masing-masing. Seluruh peserta mendiskusikan bagaimana mempromosikan dan mengimplementasikan deklarasi melalui edukasi, komunitas, dan reformasi hukum. Diskusi berjalan interaktif meskipun banyak dari peserta baru pertama mengenal deklarasi.

Implementasi Marrakesh Declaration dianggap penting sebagai bagian dari perjuangan Freedom on Religion and Belief (FoRB). Sehingga, peserta merasa perlu menggandeng institusi pendidikan, tokoh agama lintas iman (perempuan dan laki-laki), dan komunitas akar rumput untuk memperbanyak ruang perjumpaan antar kelompok. Selain itu, pemerintah dianggap penting memfasilitasi penyelesaian konflik antar agama melalui dialog dan memastikan akuntabilitas perlindungan minoritas melalui mekanisme pemerintahan.

Kedua, merumuskan bagaimana peran perempuan dan orang muda untuk mendukung implementasi Marrakesh Declaration. Sesi ini mempelajari praktik baik perempuan dan orang muda di Filipina, Pakistan, dan Sri Lanka dalam peace process. Sesi ini menegaskan bahwa keterlibatan bermakna perempuan dan orang muda berdampak positif pada perdamaian yang lebih berkelanjutan.

Marrakesh Declaration mendapatkan catatan dari salah satu peserta, Yasmin Busran Lao, seorang aktivis perempuan perdamaian dari Filipina. “Bring the women on the table,” begitu tegasnya. Seluruh peserta sepakat untuk memperkuat kepemimpinan perempuan dan orang muda dalam proses dialog, rekonsiliasi, dan implementasi perjanjian damai, termasuk Marrakesh Declaration. Selain itu, mereka juga meyakini perlunya transfer knowledge pada generasi muda agar perjuangan perdamaian tetap berjalan.

Ketiga, peserta merumuskan strategi komunikasi Marrakesh Declaration dengan menawarkan nilai universal atau pesan damai yang dibawa. Pengenalan pada deklarasi akan memanfaatkan budaya setempat, seni, serta teknologi seperti website dan media sosial. Peserta juga ingin membawa seluruh deklarasi yang memiliki nilai serupa dengan Marrakesh yang mendukung perdamaian lintas iman untuk diimplementasikan sebagai komitmen bersama pada kesetaraan dan keadilan.

”Konsultasi ini merupakan bagian dari rangkaian workshop implementasi Marrakesh Declaration,” harapnya. 

Konsultasi pertama berfokus pada kawasan Afrika Sub-Sahara digelar di Addis Ababa, Ethiopia pada 8-9 Juni 2024, lalu. Sedangkan forum ketiga  dilaksanakan tepat setelah Konsultasi Asia berfokus pada implementasi Marrakesh Declaration di Indonesia. 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.