Bagaimana Dampak Ekstremisme Ancam Akses Kesehatan Perempuan dan Anak Sulawesi Tengah?

PALU – Workshop Peningkatan Kapasitas bagi pejabat pemerintah daerah untuk memahami keterkaitan antara P/CVE dan Women, Peace and Security (WPS) di Sulawesi Tengah yang digelar di Hotel Parama Su Palu, 29-30 Agustus 2024, berhasil menemukan krusial irisan dari isu WPS dengan ekstremisme kekerasan. Hal tersebut diungkap oleh Direktur Lingkar Belajar untuk (LiBU) Perempuan, Dewi Rana.

“Workshop ini berhasil mengidentifikasi pentingnya peran keluarga, terutama ibu, dalam mencegah radikalisasi,” terangnya.

Seperti diketahui, jika Sulawesi Tengah memiliki pengalaman dan sejarah konflik.  Yakni, Poso yang terjadi selama tiga tahun mulai dari 1998 hingga 2001. Dari pengalaman tersebut, dampak dari konflik perempuan mengalami posisi yang paling rentan. Perempuan mengalami  ketidakadilan akses dan kemiskinan. Dalam kesempatan tersebut, dirinya menjelaskan tentang Metode Reflective Structured Dialogue (RSD) untuk menggali pengalaman perempuan.

“Metode tersebut kami gunakan terbukti efektif dalam menggali pemahaman peserta tentang konflik, memberikan ruang berpikir sebelum bertindak,” jelasnya.

Salah satu peserta pun menekankan hal serupa. Zulfina menegaskan terdapat sejumlah kasus yang ditemukan di masyarakat.

”Kami menemukan kasus perempuan hamil yang meninggal karena suami mereka yang terpapar terorisme melarang akses ke layanan kesehatan. Bahkan anak-anak juga dilarang mendapatkan vaksinasi,” ungkap Zulfina salah satu peserta dalam diskusi.

Budiman Maliki dari LPMS Kabupaten Poso, trainer lainnya, menekankan pentingnya pendampingan bagi keluarga mantan narapidana terorisme. “Pemerintah telah melakukan pendampingan dan penyadaran kepada masyarakat bahwa setiap orang berhak mendapat kesempatan kedua,” ujarnya.

Country Representative AMAN Indonesia Ruby Khalifah dalam sambutannya menegaskan pentingnya pelibatan masyarakat sipil mengingat kompleksitas masalah yang dihadapi. ”Kolaborasi pemerintah dan non-pemerintah dapat mempercepat pencapaian tujuan bersama,” pungkasnya.

Sebagai tindak lanjut, peserta sepakat perlunya identifikasi lebih lanjut di lapangan untuk mengukur dampak ekstremisme terhadap perempuan dan anak, terutama dalam akses layanan kesehatan dasar. Workshop yang dibuka Asisten I Bidang Kesra Kantor Gubernur Sulteng berharap dapat menemukan beberapa inovasi metodologis.

Agenda tersebut digelar oleh Lingkar Belajar untuk Perempuan (LiBU), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan (DP3A) Provinsi Sulawesi Tengah dengan dukungan The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia dan UN Women menghadirkan 24 orang peserta perwakilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.