Sekolah Perempuan Perdamaian: Tantangan dan Inovasi di Enam Provinsi

Jakarta – Presidium Persatuan Sekolah Perempuan Perdamaian (PSPP) dan sejumlah Ketua dari Sekolah Perempuan Perdamaian (SPP) di enam Provinsi gelar rapat koordinasi virtual dengan menggunakan zoom meeting membahas perkembangan sekolah perempuan dan program masa depan, Minggu (21 Juli 2024). Agenda yang dihadiri oleh 16 orang tersebut dipandu oleh Co-Manajer The Asian Muslim Action Action (AMAN) Indonesia, Ihah Solihah. Menurutnya, agenda tersebut menjadi pertemuan rutin antara AMAN Indonesia dengan Sekolah Perempuan, berguna untuk mengetahui kegiatan dan advokasi yang dilakukan oleh perempuan di akar rumput.

”Sekolah Perempuan menjadi ruang menguatnya kesadaran kritis perempuan akan hak-hak perempuan, sehingga mereka mampu mengklaim hak-hak perempuan,” ungkapnya.

Perempuan akar rumput tersebut, kini lebih aktif dan asertif mengkampanyekan relasi adil gender keluarga, menyebarkan ajaran dan nilai agama yang moderat, dan menyuarakan kebijakan yang ramah perempuan. Saat ini, anggota Sekolah Perempuan Perdamaian menjadi agen yang militansi perempuan dalam membangun perdamaian untuk melindungi perempuan lainnya dan kelompok minoritas dari kekerasan. 

”Hal ini tidak terlepas dari transformasi perempuan korban (seperti konflik sosial di Poso) menjadi pembuat perubahan, yang mengambil peran kepemimpinan pasca konflik,” ucapnya.

Dari data yang dihimpun, Sekolah Perempuan dari Provinsi Jakarta, yaitu Sekolah Perempuan Pondok Bambu di Jakarta mengalami penurunan aktivitas akibat pandemi dan kesibukan anggota. Untuk mengatasinya, merekomendasikan kegiatan yang difasilitasi AMAN Indonesia, seperti lomba, pendampingan, dan perkenalan ulang. Pelatihan fasilitator juga diusulkan melibatkan peserta muda untuk regenerasi.

Selanjutnya, Sekolah Perempuan dari Provinsi Sulawesi Tengah menghadapi tantangan seperti penurunan semangat anggota, ketergantungan pada fasilitator, dan kurangnya dukungan dari pemerintah desa. Meskipun beberapa telah berhasil mengadakan kegiatan pemberdayaan ekonomi, secara keseluruhan, Sekolah Perempuan di Kabupaten Poso membutuhkan pelatihan fasilitator, penguatan organisasi, dan dukungan pemerintah desa agar dapat berjalan efektif.

Lalu, Sekolah Perempuan dari Provinsi Yogyakarta menghadapi tantangan dalam menjalankan kegiatan rutin, terutama Sekolah Perempuan di Desa Prawirodirjan yang vakum. Sekolah Perempuan Srikandi Handayani di Kabupaten Gunung Kidul masih aktif, Namun tidak melakukan pertemuan rutin. Sedangkan, Sekolah Perempuan lainnya sedang berusaha meningkatkan partisipasi dan kesejahteraan anggota melalui pemberdayaan ekonomi, seperti produksi jamu instan di Yogyakarta dan pemanfaatan potensi pertanian serta peternakan.

Di sisi lain, Sekolah Perempuan di Jawa Timur r menunjukkan perkembangan yang beragam, dengan Sekolah Perempuan Khober dan Sekolah Perempuan Sampang aktif dalam pemberdayaan ekonomi dan advokasi perempuan, sementara Sekolah Perempuan lainnya mengalami kevakuman. Seperti di Sumenep, Jember, Lumajang, dan Jimondo.

Terakhir, Sekolah Perempuan di  Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat menghadapi tantangan dalam menjaga keanggotaan dan konsistensi kegiatan karena kesibukan anggota dan kurangnya fasilitator. Meskipun demikian, beberapa Sekolah Perempuan Kartini di Temanggung dan Sekolah Perempuan Cipakat di Tasikmalaya, tetap berupaya untuk aktif dan berintegrasi dengan program pemerintah.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.