”RSD (Reflective Structured Dialogue) ini mampu menggali cerita-cerita yang personal sehingga membuat peserta dialog ini bisa saling memahami bahkan lewat cerita yang tidak terungkap sebelumnya,” begitulah ungkapan Neng Hannah saat ditanya tentang ketertarikannya mempraktikkan RSD.
Dalam upayanya mendukung program inklusi bersama perempuan-perempuan pemimpin lintas iman, dia melihat bahwa RSD ini tepat untuk digunakan sebagai metode dialog dalam kegiatan ini. Program inklusi Fatayat NU Jawa Barat sendiri adalah program yang bertujuan untuk mendukung pemimpin perempuan agar memiliki perspektif inklusif terkait freedom of religion and belief. Sehingga dengan RSD peserta memiliki kesempatan yang sama untuk fokus bercerita tentang pandangan pribadi dan bukan mewakili lembaga yang dapat memunculkan cerita-cerita inspiratif dari tiap-tiap individu berkaitan dengan topik inklusi ini.
Pada mulanya Neng Hannah mengenal kegiatan RSD saat mengikuti kegiatan INFID yang salah satu narasumbernya adalah Ruby dari AMAN Indonesia. Dari situ, dia kemudian diundang untuk mengikuti pelatihan online yang salah satu kegiatannya adalah belajar fasilitasi RSD. Dengan banyaknya peserta pelatihan yang merupakan teman dari Fatayat NU dan sebagai bagian dari kader ulama Rahima, Neng Hannah semakin tertarik untuk mengaplikasikan RSD dalam program inklusi.
Hal ini juga karena saat melakukan perencanaan acara untuk program inklusi yang berjudul Diskusi Islam Damai, lembaga memberikan kebebasan untuk metode yang diinginkan untuk mengenalkan nilai-nilai islam dalam lintas iman sehingga sebagai pengelola program akhirnya Neng Hannah mengusulkan untuk menggunakan RSD saja dan disetujui. Dia merasa jika kegiatannya hanya dalam bentuk diskusi itu akan sangat disayangkan karena pertemuan antar perempuan muda pemimpin lintas agama di Bandung ini merupakan momen yang penting.
Akhirnya setelah berbagai persiapan, Neng Hannah melakukan fasilitasi RSD pertamanya dalam program inklusi yang dilaksanakan pada Hari Selasa, 30 Mei 2023. Terdapat jeda selama beberapa bulan ternyata menyebabkan dia tidak dapat secara maksimal memfasilitasi acara tersebut terutama dalam mengoptimalkan profiling. Meskipun terdapat tantangan seperti yang disebutkan, namun tujuan dari kegiatan bisa dikatakan berhasil mendapatkan beberapa outcome yang diinginkan. Salah satunya adalah dengan terungkapnya beberapa permasalahan perbedaan beragama dan keyakinan yang ada di Jawa Barat.
Dari perwakilan Ahmadiyah terdapat cerita tentang masjid mereka yang ditutup dan ada cerita dari perwakilan GKP Pasundan yang mendapatkan diskriminasi. Ddalam hal ini di lingkungan sekolah. Lalu ada juga cerita dari Sunda Wiwitan dengan pengalaman yang terkait. Berbagai cerita yang diberikan berdasarkan pengalaman berbagai perwakilan agama dan keyakinan, akhirnya peserta RSD yang hadir semakin menyadari akan keberagaman yang ada di Jawa Barat. Mereka juga semakin mengenal macam-macam agama dan keyakinan yang ada beserta permasalahan yang dihadapi.
Hal ini juga membuat Daiyah Fatayat NU muda yang mengikuti acara ini menjadi sadar akan pentingnya mengaplikasikan toleransi sebagai sesama saudara dan manusia. Jadi bisa dikatakan acara yang telah berlangsung berhasil membuka perspektif keberagaman yang lebih luas dengan kisah nyata dengan mengusung metode RSD, terutama bagi generasi muda. Sebelumnya Fatayat NU lebih sering melakukan kegiatan sesama NU saja sehingga acara ini bisa dianggap angin segar bagi semua yang mengikutinya untuk pertama kali. Fatayat NU juga tertarik untuk menggunakan RSD pada acara-acara mereka berikutnya.
Dari kegiatan RSD pertama ini juga kemudian membuat Neng Hannah berefleksi bahwa penting untuk menerapkan ilmu dalam praktik agar tidak menguap begitu saja mengingat ada beberapa kesalahan yang dilakukan. Terutama jika dia ingin melakukan fasilitasi lagi untuk kegiatan RSD selanjutnya. “Ini juga karena saya melihat teman saya Mbak Mega, sama-sama latihan online namun dia mengaplikasikan sehingga reintegrasi bisa sampai pada reintegrasi sosial dan banyak kemanfaatan sedangkan saya tidak”, tambahnya saat menjelaskan tentang refleksi yang dia dapatkan.
Oleh karena itu pada kegiatan Refreshment RSD yang dilakukan AMAN Indonesia pada tanggal 16-17 November 2023, dia mengikuti kegiatannya dengan harapan belajar dan memperbaiki kesalahan agar bisa lebih baik untuk selanjutnya. Setelah mengikuti Refreshment RSD, di lain kesempatan, Neng Hannah akhirnya mencoba mempraktekkan RSD lagi di Bandung karena ada isu penutupan gereja yang dilakukan masyarakat daerah Citeureup dengan alasan belum ada IMB (Izin Mendirikan Bangunan). Kegiatan ini bertujuan untuk melihat peta konflik yang terjadi, kenapa begitu sulit untuk gereja mendapatkan IMB meski telah digunakan untuk beribadah sejak Tahun 1950 dan kenapa masyarakat menolak adanya rumah ibadah tersebut hingga melakukan perusakan juga.
Profiling lalu dilakukan atas persetujuan Babinkamtibnas dan TNI karena isu yang diangkat dianggap sensitif. Dari situ kemudian terpilihlah perwakilan dari tokoh desa hingga perwakilan lintas agama. Bersama dengan Bu Euis memfasilitasi dialog, beberapa informasi ditemukan terkait dengan sulitnya mendapat IMB bagi gereja adalah karena daerah tersebut memiliki mayoritas masyarakat yang memiliki satu agama fundamental dan memiliki jabatan di tingkat daerah dalam bentuk apapun itu, yang kemudian beberapa diantaranya memiliki pendapat personal terkait pendirian gereja tersebut.
Dengan kegiatan RSD ini, akhirnya membuka perspektif terkait permasalahan yang dialami bahwa ada perbedaan agama itu adalah hal yang biasa dan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan toleransi itu ada. Selain itu meski berinteraksi berbeda agama itu tidak akan mempengaruhi kepercayaan mereka. Sehingga dari kegiatan ini ada rasa syukur bahwa bisa mendapatkan pengalaman untuk bertemu dengan orang yang berbeda agama dan mendengar kisah mereka sekaligus harapan untuk adanya dialog terkait hal ini di kesempatan selanjutnya.
Tulisan ini Ditulis oleh Azalea Eka (Staf HDR AMAN Indonesia)