Jakarta – The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia tergabung dalam Aliansi Perempuan Indonesia (API) melakukan aksi peringatan International Women Day’s (IWD), Jumat (8 Maret 2024). Aksi yang diikuti oleh 351 orang yang terdiri 47 organisasi masyarakat sipil memulai aksi dari Gedung Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia long march hingga berakhir di Patung Kuda. Masa aksi berkumpul sejak pukul 07.00 WIB dan berakhir pada 13.00 WIB.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merayakan IWD 2024 dengan tema ”Invest in Women. Accelerate Progress”. Tema yang diambil menekankan pentingnya investasi pada perempuan untuk mempercepat kemajuan mereka. Selain itu, pada tema tahun ini menyoroti kebutuhan akan pendanaan untuk mencapai kesetaraan gender. Di mana saat ini, pendanaan untuk keseteraan gender kurang dari 360 miliar USD setiap tahunnya.
Peringatan IWD tahun 2024 menjadi momen penting bagi Aliansi Perempuan Indonesia di Jakarta untuk mengekspresikan ketidakpuasannya terhadap Presiden Jokowi. Massa aksi menyoroti sejumlah kemerosotan demokrasi yang terjadi di dalam negeri selama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Antara lain melanggengkan kekuasan oligarki dan kekerasan yang menarget para pejuang keadilan serta impunitas pada para penjahat HAM, DPR yang dinilai tidak menjalankan fungsi check and balances, dan Jokowi yang dinilai melakukan pengkondisian politik dengan tujuan mempertahankan pengaruh dan kekuasaannya.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bahkan tidak menjalankan fungsi checks and balances, sehingga berbagai kebijakan DPR justru mempersempit kebebasan masyarakat sipil untuk berpendapat. Kebijakan ini justru melapangkan jalan investasi. Ini bisa dilihat dari disahkannya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, UU Kesehatan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), UU Pemekaran Papua dan Revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tetap diimplementasikan walaupun mendapat penolakan keras dari masyarakat. Sejumlah tuntutan tertulis di dalam poster yang mereka angkat tinggi-tinggi ke udara.
”Aku mau Indonesia tanpa oligarki,” tulis salah satu poster.
”Mau lebaran tapi beras mahal,” demikian tulis poster lain.
Sesekali, mereka meneriakkan tulisan yang ada di poster sehingga membuat pengendara kendaraan bermotor yang melintas, menoleh. Saat long march, massa mengumandangkan yel-yel dengan kompak. Yel-yel itu berisi permintaan agar Presiden Joko Widodo bertanggung jawab atas merosotnya demokrasi dan perekonomian Indonesia. Long march itu sendiri berjalan kondusif. Massa berjalan di sisi kiri jalan serta hanya mencaplok satu ruas. Kendaraan bermotor melaju di ruas tengah dan kanan.
Orasi dibuka oleh Eva Sundari dari Institut Sarinah, Kemudian tidak lupa Eca Waode dari Arus Pelangi, Dede dari Perhimpunan Jiwa Sehat, Salsabila dari Konde.co, Eka Ernawati dari Koalisi Perempuan Indonesia, Nadilla Yuvitasari dari Kalyanamitra dan perwakilan organisasi perempuan lainnya. Dalam aksi tersebut diakhiri dengan memasukan sejumlah tuntutan ke dalam kotak suara. Melakukan cap lima jari berwarna merah di atas spanduk. Terakhir masa aksi berfoto dengan mengangkat lima jari ke atas sebagai tanda perlawanan. Hal tersebut mencerminkan pemilu yang belum lama ini dilaksanakan.