Sejak 2015, The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia menginisiasi terbentuknya Sekolah Perempuan Perdamaian di Tasikmalaya. Inisiasi Sekolah Perempuan didasarkan pada kesadaran akan adanya hambatan yang dialami perempuan untuk mengakses layanan. Hal tersebut disebabkan persoalan struktur dan budaya patriarki. Seperti pembatasan pendidikan perempuan, diskriminasi, ketidakadilan gender, kekerasan berbasis agama, konflik sosial, dan beban domestik perempuan.
Sekolah Perempuan Perdamaian merupakan ruang partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan melalui reguler kelas Sekolah Perempuan. Di Tasikmalaya terdapat empat Sekolah Perempuan Perdamaian. Dua diantaranya lahir pada 2015 yaitu Sekolah Perempuan di Desa Cipakat dan Sekolah Perempuan Lajnah Imailah (LI) Babakan Sindang. Kemudian, pada 2018 lahir Sekolah Perempuan Malaganti dan Sekolah Perempuan Cikunten yang mana lahir dari program Sekolah Perempuan Capai Impian dan Cita-cita (Sekoper Cinta) pemerintah Jawa Barat pada 2018.
Perkembangan Sekolah Perempuan di Tasikmalaya
Selama hampir sembilan tahun Sekolah Perempuan di Tasikmalaya, Sekolah Perempuan Perdamaian ini mendapat dukungan dan apresiasi dari berbagai pihak. Mulai dari pemerintahan dan stakeholder setempat. Apresiasi dan dukungan diterima dan dirasakan oleh seluruh pihak, bukan hanya anggota Sekolah Perempuan. Termasuk, Modul Sekolah Perempuan Perdamaian diadopsi oleh pemerintah Jawa Barat melalui Sekoper Cinta.
Sekoper Cinta adalah upaya Pemprov Jabar untuk memberdayakan & memperkuat kaum ibu rumah tangga di Jawa Barat. Saat ini, semua Sekolah Perempuan berkolaborasi dengan sejumlah pihak. Sekolah Perempuan LI Sindang Babakan berkolaborasi dengan Organisasi Peduli Perempuan dan Anak. Lalu, Sekolah Perempuan Cipakat berkolaborasi dengan kompak, puspaga dan lainnya. Sedangkan Sekolah Perempuan Malaganti dan Cikunten diintegrasikan dengan Puspaga dan Motekar.
Bukti lain terkait pengaruh positif Sekolah Perempuan di Tasikmalaya adalah para anggota terlibat aktif dalam membantu menyelasaikan permasalahan-permasalahan perempuan di daerahnya masing-masing. Misalnya seperti yang dilakukan oleh Sekolah Perempuan Perdamaian Desa Cipakat merespon persoalan-persoalan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Kesehatan dan pendidikan. Begitu juga dengan masalah lainnya seperti intoleransi, konflik internal pemilihan kepala desa dan lainnya.
Selain itu, Sekolah Perempuan Perdamaian menginisiasi ruang-ruang perjumpaan antar perempuan melalui program pertanian organic, sanggar senam, perayaan hari besar nasional, kampung ramah perempuan dan anak. Dengan seperti itu terjadi mendorong dan terjadi partisipasi politik perempuan dalam pengambilan keputusan. Mulai dari ruang lingkup kecil hingga level daerah. Melalui Sekolah Perempuan, harapannya perempuan dapat mengenali kemampuan mereka, potensi alam sekitarnya, mengatasi masalah yang mereka hadapi.
Regular Kelas untuk Membangun Kesadaran Perempuan
Membangun dan mendorong kesadaran anggota perempuan memang tidak mudah. Sejumlah Sekolah Perempuan mengalami fase yang beragam. Walaupun begitu, tekad untuk berkembang semakin kuat. Dua Sekolah Perempuan tersebut mengadakan regular kelas, belum lama ini. Yakni, Sekolah Perempuan Cipakat dan Sekolah Perempuan LI. Sekolah Perempuan LI beranggota perempuan Ahmadiyah.
Melalui Kelas Reguler, kesadaran perempuan dibangun dari pendidikan yang didapat modul Sekolah Perempuan Perempuan. Para anggota mulai memiliki kesadaran kritis, kepemimpinan, komitmen untuk melakukan perubahan/transformasi, baik di level individu, relasi, struktural dan kultural. Selain itu, melalui pendidikan tersebut menjadi media untuk mereformulasi paradigma yang ramah terhadap kelompok minoritas, terutama perempuan.
Untuk Sekolah Perempuan di Desa Cipakat mendapatkan materi menebarkan nilai – nilai cinta kasih, toleransi, damai dan tanpa kekerasan. Sedangkan, Sekolah Perempuan Lajnah Imailah (LI) menjadi usaha transformasi konflik dan pembangunan perdamaian. Pada kelompok minoritas (Ahmadiyah), mengajak perempuan untuk aktif terlibat dalam transformasi dan pembangunan masyarakat.
Reguler Kelas Sekolah Perempuan LI telah memberikan ruang berbagi pengetahuan, informasi dan pengalaman antar perempuan serta menambah asupan pengetahuan terkait gender, bina damai dan berbagai isu terkini yang terjadi dilingkungannya. Sekolah Perempuan Perdamaian ini diarahkan untuk menumbuhkan pengetahuan, keterampilan atau peningkatan kapasitas dan sikap untuk mengembangkan budaya damai mengajak banyak Perempuan akar rumput untuk melakukan transformasi individual, relasional, struktural dan kultural.
Sejumlah Anggota Perempuan Mengalami Transformasi Individu
Transformasi individu yang dirasakan oleh Ibu Enong setelah mengikuti Sekolah Perempuan LI. Dulu, sebelum mengikuti sekolah Perempuan Ibu Enong tidak bisa berbicara di depan umum dan merasa malu gemetaran kalau bicara di depan umum. Saat ini, Ibu Enong menjadi berani berbicara di depan umum dan selalu aktif di kegiatan Desa Sebagai Kader. Bahkan, Ibu Enong dilibatkan dalam rapat-rapat di Rukun Tetangga RT, Rukun Warga (RW) Desa.
Dengan perubahan Ibu Enong, dampaknya semakin luas. Sekarang hubungan antara warga kelompok Ahmadiyah dan Non Ahmadiyah semakin baik dengan menciptakan ruang-ruang perjumpaan untuk berkomunikasi menghilangkan prasangka dan curiga. Transformasi individu dirasakan oleh Ibu Suryati sebagai seorang Ibu Rumah Tangga (IRT). Dulu, Ibu Suryati hanya diam di rumah, tidak bisa apa-apa dan merasa minder karena pendidikannya hanya lulusan Sekolah Dasar (SD).
Setelah mengikuti Reguler Sekolah Perempuan, Ibu Suryati menjadi lebih percaya diri, sering dilibatkan dalam kegiatan di Desa bersama Ibu Kuwu (kepala desa). Ibu Suryati sering diundang di acara RT, RW, Desa dan Kecamatan sebagai pembawa acara. Hal yang paling membanggakan Ibu Suryati dilibatkan dalam Musyawarah Desa (Musdes) untuk menyuarakan kepentingan Perempuan dan disabilitas.
Tulisan ini ditulis oleh Ihah Solihah (Koordinator Wilayah Jawa Barat AMAN Indonesia)