Sejak deklarasi menjadi Persatuan Sekolah Perempuan Perdamaian (PSPP) pada 25 Maret 2014, Sekolah Perempuan Perdamaian telah memainkan peran penting dalam menggalang kesadaran dan kritisitas perempuan terhadap beragam isu sosial, ekonomi, budaya, politik, dan ekologi. Kongres terbaru yang dihadiri oleh lebih dari 100 anggota adalah bukti keberhasilan PSPP dalam memperkuat kesadaran ini.
Di ranah privat, anggota PSPP telah berhasil menginternalisasikan nilai-nilai yang diajarkan dan membuka pintu-pintu transformasi di lingkungan keluarga. Mereka secara bertahap membuka dialog dengan pasangan mereka tentang pembagian peran, sambil secara halus mensosialisasikan nilai-nilai tersebut kepada keluarga. Termasuk anak-anak dan suami, untuk mendorong keinginan mereka dalam belajar dan berbagi tanggung jawab.
Di sisi lain, ruang pertemuan yang diciptakan oleh PSPP membuka peluang bagi perempuan untuk berpartisipasi secara aktif. Sekolah Perempuan mulai membangun komitmen dengan pemerintah desa untuk mencegah kekerasan, meningkatkan partisipasi perempuan dalam pengambilan kebijakan, dan mendorong lahirnya kebijakan atau program yang sensitif terhadap isu gender dan perdamaian di tingkat desa.
Partisipasi perempuan dalam PSPP bukan hanya tentang menghasilkan perubahan di lingkungan pribadi. Melainkan, tentang membangun perubahan yang lebih besar dalam masyarakat melalui keterlibatan aktif dalam pengambilan keputusan dan advokasi untuk kebijakan yang lebih inklusif dan berkeadilan. Namun, masuknya Sekolah Perempuan pada pemerintahan tidak mudah. Hal tersebut dirasakan oleh Sekolah Perempuan Gunung Bunder 2.
Berafiliasi pada Program KRL untuk Bisa Berkomunikasi dengan Pihak Desa
Sulitnya berkomunikasi dengan pihak desa sudah terjadi sejak 2020, lalu. Beberapa kali audiensi dengan pihak desa, sekolah perempuan mengalami kendala. Seringkali, pihak desa tidak bisa menghadiri agenda audiensi dengan sekolah perempuan. Hal tersebut dirasakan oleh Teh Cucum, Ketua Sekolah Perempuan Gunung Bunder 2.
”Sulit sekali kalau diajak untuk audiensi oleh Sekolah Perempuan. Dulu, pernah dilalukan bersama AMAN Indonesia pada saat pandemi, tapi kepala desa membatalkan agenda bersama Sekolah Perempuan,” terangnya kepada tim AMAN saat menerima kunjungan mahasiswa Magang AMAN Indonesia pada 2023.
Walaupun begitu, anggota sekolah perempuan tidak putus asa. Para anggota sekolah tidak tinggal diam. Pada saat pandemi, pemerintah nasional melalui Kementerian Lingkungan Hidup menggagas Kampung Ramah Lingkungan (KRL). Sejumlah kampung di Kabupaten Bogor mulai membuat KRL. Begitupun di Kampung Arban, salah kampung di Desa Gunung Bunder dengan jumlah anggota Sekolah Perempuan paling banyak.
”Saat ini, ada dua lokasi yang menggagas KRL di Desa Gunung Bunder 2. Salah satunya di Kampung Arban, yang mana kampung tersebut menjadi paling banyak Anggota Sekolah Perempuan,” terangnya.
Teh Cucum melihat hal ini sebagai peluang besar bagi Sekolah Perempuan. Gagasan tersebut disambut dengan anggota Sekolah Perempuan lainnya. Mulai dari penggasan, pelaksanaan dan monitoring, Anggota Sekolah Perempuan Gunung Bunder 2 terlibat. Menariknya, dalam KRL Kampung Arban, terdapat memasukan gagasan menolak terjadinya kekerasan gender dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Diakui oleh Teh Cucum, gagasan tersebut ada dan dipelajari dalam Sekolah Perempuan, terutama dalam modul Sekolah Perempuan. Dengan seperti itu, aturan menolak kekerasan bisa masuk ke level desa. Serta bisa melindungi perempuan lain dari bahaya kekerasan, baik fisik atau psikis. Tidak hanya melindungan Anggota Sekolah Perempuan, melainkan melindungi perempuan lainnya yang ada di Kampung Arban.
Walaupun, sulit masuk ke dalam struktur desa, Teh Cucum lega karena salah satu aturan penting bisa diadopsi di Desa Gunung Bunder 2. ”Saya bersyukur aturan bisa masuk. Tapi, pendekatan dengan kepala desa akan terus dilakukan kembali,” terangnya.
Affimative Action Bagi Perempuan dan Anak
Berbeda dengan Sekolah Perempuan Gunung Bunder, Ketua Sekolah Perempuan Sindoro Indah, Istiqomah berhasil berpartisipasi dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) Perempuan Kabupaten Wonosobo, Kamis (15 Februari 2024). Perempuan yang akrab disapa Isti tersebut ada dua hal menjadi yang menjadi fokusnya dalam musrembang, bantuan alat disabilitas dan pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMdes).
”Untuk bantuan alat disabilitas yang perlu prioritaskan adalah perempuan dan anak. Sedangkan pengembangan BUMDes, dengan BUMDes menyasar kepada perempuan dapat meningkatkan produktivitas dan inovasi,” ucap Isti yang berbicara dengan sangat percaya diri.
Apa yang diungkap oleh menjadi penegaskan perlu dilakukan affirmative action kepada perempuan lainnya yang mana aktor kuncinya adalah perempuan. Ini menjadi refleksi bersama bersama, jika kebutuhan perempuan bisa dilihat dan disuarakan oleh perempuan. Jika bukan dari suara perempuan, prioritas bantuan alat disabilitas akan kembali diberikan kepada kelompok laki-laki lagi.
Dari dua kasus tersebut, Sekolah Perempuan menjelma sebagai ruang dalam membangun kesadaran kritis perempuan akan hak-hak Perempuan dan anak. Sehingga perempuan mampu mengklaim hak-hak mereka. Ini sebuah capaian yang patut dibanggakan. 17 Tahun AMAN Indonesia, kini telah melahirkan 44 komunitas Sekolah Perempuan di 7 Provinsi di Indonesia.
Saat ini, Sekolah Perempuan telah melibatkan 1800 perempuan lintas iman dari arus bawah Fasilitator lokal dari internal Sekolah Perempuan. 15 dari 31 pemerintahan desa atau kelurahan di wilayah program mengakui Sekolah Perempuan sebagai organisasi pendidikan kritis dan pemberdayaan melalui surat keputusan desa atau kelurahan.