Surabaya – Pimpinan Wilayah (PW) Fatayat NU Jawa Timur, Pemerintah Jawa Timur, The Asian Muslim Action Network dan Working Group on Women and Countering or Preventing Violent Extremism (WGWC) menggelar Kenduri Perdamaian Grand Swiss-bel Hotel, Subaraya, Kamis (1 Februari 2024). Kenduri Perdamaian digelar sebagai rasa syukur telah lahirnya Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Timur no 81 Tahun 2023 tentang Fasilitasi Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme. Pergub tersebut sebagai komitmen Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam pencegahan dan penanganan ekstremisme di Jawa Timur.
Apresiasi Kepada Jawa Timur dan Masyarakat Sipil
Dalam kesempatan tersebut hadir perwakilan Steering Committee (SC) WGWC, Debbie Affianty yang mengapresiasi dan selamat kepada Provinsi Jawa Timur dan masyarakat sipil yang terlibat atas keberhasilannya merampungkan Rencana Aksi Daerah Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan (RAD PE) pada tahun 2023. ”Saya mengucapkan terimakasih juga karena dalam RAD PE Jawa Timur telah memasukkan pengarusutamaan gender (PUG) dalam pasal-pasal utama, bukan hanya di lampiran seperti pada RANPE nasional,” ucapnya dalam sambutan.
Dirinya kembali mengucapkan mengapresiasi adanya breakdown kegiatan-kegiatan spesifik tentang PUG dan anak dalam RAD PE Jawa Timur. Ia berharap bahwa Jawa Timur dapat menjadi role model dalam penerapan RAD PE di tingkat daerah, terutama dalam hal pengarusutamaan gender dan perlindungan anak.
Perkembangan Pelokalan RAN PE
Melalui sambungan online, Deputi Bidang Kerja Sama Internasional Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Andhika Chrisnayudhanto, S.IP., S.H., M.A mengungkapkan jika Sekretariat Bersama (Sekber) RAN PE aktif dalam mendorong pelaksanaan RAN PE di daerah. Saat ini, BNPT bekerjasama Kementerian Dalam Negeri untuk menghadirkan aksi rantai di provinsi dan kabupaten atau kota. ”Bersama dengan masyarakat sipil, saat ini sudah ada enam RAD PE yang telah disahkan, salah satunya Jawa Timur. Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Selatan, Maluku dan Nusa Tengga Barat masih dalam proses pengesahan,” terangnya.
Dalam kesempatan tersebut dirinya menegaskan tentang pentingnya dukungan dan keterlibatan semua pihak. Termasuk seluruh stakeholder di Jawa Timur, untuk mengawal dan melaporkan hasil pelaksanaan (Pergub) Jawa Timur no 81 Tahun 2023 kepada Kementerian Pemerintah guna diintegrasikan ke dalam laporan pelaksanaan RAN PE kepada Presiden RI.
Pergub Jawa Timur nomor 81 tahun 2023 akan menjadi contoh terbaik dan cerita keberhasilan yang dapat dibagikan kepada daerah-daerah lain di Indonesia dan negara-negara lain di dunia. Terakhir, dirinya mengungkapkan kerja-kerja terkini yang dilakukan oleh BNPT, yaitu memperbaharui Perpres RAN PE. Mengingat, Perpres yang ada akan berakhir pada 2024. Sejumlah praktik baik telah dirasakan oleh berbagai pihak, baik pemerintah atau masyarakat sipil.
”Kami meminta dukungan semua pihak agar perbaharuan RAN PE ini bisa terlaksana pada tahun ini,” ucapnya.
Negara Harus Hadir dalam Reintegrasi Sosial Deportan
Sejak 2018, PW Fatayat NU Jawa Timur menjadi organisasi masyarakat sipil yang mendampingi anak deportan. Selama proses pendampingan, PW Fatayat NU Jawa Timur merasa masih banyak ruang kosong dalam proses pendampingan deportan. Berangkat dari cerita pendampingan tersebut, PW Fatayat NU melakukan Advokasi Rancangan Aksi Daerah (RAD) Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan (PE) di Jawa Timur. Menurut Ketua PW Fatayat NU, Dewi Winarti selama proses pendampingan, dirinya merasakan sangat kurangnya peran pemerintah daerah untuk deportan. Ketimpangan upaya pendampingan dibanding peran pemda menyebabkan pendampingan kurang maksimal.
Di sisi lain, penanganan pemerintah daerah pada kasus deportan masih sedikit jika dibandingan dalam penanganan kekerasan seksual. Untuk reintegrasi sosial deportan, menurutnya, harus ada tiga elemen penting, agar prosesnya berjalan baik. ”Tiga elemen penting dalam reintegrasi sosial deportan adalah kesiapan masyarakat, kekuatan jaringan, regulasi di pemerintah. Dan itu harus bergerak bersama,” ungkapnya.
Melihat itu semua, PW Fatayat NU Jawa Timur bersama dengan INFID membentuk Forum Multistakeholder pada 2020 . Forum ini menjadi ruang diskusi dan penguatan pengetahuan dan kapasitas para pihak berkepentingan mengenai pencegahan ekstrimisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme di Jawa Timur. ”Jatuh bangun komunikasi dan koordinasi satu sama lain cukup membuat adrenalin kami semakin tertantang untuk menyelesaikan tugas dengan baik,” ucapnya.
Jalan Panjang Advokasi RAD PE di Jawa Timur
Tercatat, hingga Agustus 2022 aktor kunci multistakeholder terus berkembang hingga akhirnya akhir 2023 disahkan Pergub Jawa Timur nomor 81 tahun 2023. Selama proses tersebut, dirinya menegaskan tanpa kehadiran negara, reintegrasi deportan tidak akan berjalan dengan baik. Gerakan masyarakat sipil yang mendukung reintegrasi sosial terus berkembang. Dengan begitu, dirinya melihat gerakan yang dilakukan sebagai titik terang agar reintegrasi sosial tidak mengalami jalan buntu lagi.
Tidak mudah melakukan pendekatan kepada pemerintah dan masyarakat sipil. Melalui forum tersebut, PW Fatayat NU Jawa Timur terus membangun pemahaman tentang korban ekstremisme kekerasan. Dalam kasus deportan, anak dan perempuan tetap terdampak. Proses pendampingan deportan yang dilakukan PW Fatayat NU di Jawa Timur, menjadi bahan agar semua orang tergerak hatinya untuk menyelesaikan masalah ekstremisme kekerasan di Jawa Timur.
”Masalah ekstremisme kekerasan bukan hanya masalah pemerintah pusat, tapi masalah bersama. Pemerintah pusat, pemerintah daerah hingga masyarakat. Disahkan RAD PE di Jawa Timur menjadi bukti komitmen pemerintah daerah dan masyarakat sipil dalam masalah ekstremisme, termasuk reintegrasi sosial,” pungkasnya.
Kenduri Perdamaian Dimeriahkan dengan Parikan dan Testimoni Korban
Selain agenda Kenduri Perdamaian, terdapat juga sejumlah diskusi. Sesi pertama menghadirkan Eddy Supriyanto, Kepala Bakesbangpol Provinsi Jawa Timur, Wiwik Endahwati, PW Fatayat NU Jawa Timur dan Debbie Affianty, SC WGWC. Diskusi ini menyajikan pendalaman mengenai substansi Peraturan Gubernur, dengan narasumber dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan organisasi masyarakat. Kenduri Perdamaian juga mengundang 59 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Jawa Timur dan masyarakat sipil. Serta agenda juga dimeriahkan dengan pemotongan tumpeng sebagai simbol keberagaman dan kebersamaan. Kemudian, parikan guyon perdamaian untuk mencairkan suasana, serta testimoni dari Sumarwati, korban Bom Bali.