Jakarta – The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia menggelar refreshment untuk alumni peserta Reflective Structured Dialogue (RSD). Agenda yang didukung oleh Joint Initiative for Strategic Religious Action (JISRA) dihadiri oleh 29 orang di Jakarta, Kamis (17 November 2023). Agenda yang digelar hingga Jum’at (17 November) ini, bertujuan untuk melakukan refleksi pelaksanaan RSD dan memperkuat perencanaan implementasi dialog untuk rekonsiliasi dan resolusi konflik di Bandung dan Tasikmalaya, Jawa Barat, serta Sigi dan Poso, Sulawesi Tengah.
Dalam kesempatan tersebut, hadir juga mitra lokal strategis seperti Lingkar Belajar Perempuan (LiBU Perempuan), Gereja Kristen Pasundan (GKP) dan Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (JAKATARUB). Selama kurun waktu lima tahun, AMAN Indonesia sudah melatih lebih dari 100 orang fasilitator RSD terdiri dari ulama perempuan, anak muda, jaringan Working Group on Women Preventing Countering Violent Extremism (WGWC) dan perempuan di berbagai kota di Indonesia sejak 2019. Hingga saat ini, RSD telah dipraktekkan di berbagai kalangan seperti ulama perempuan, anak muda, guru, perempuan lintas iman dan komunitas, keluarga korban kekerasan seksual dan menjadi pendekatan dalam reintegrasi sosial mantan deportan, returni dan napiter di masyarakat.
Selama dua hari, para fasilitator merefleksikan pengalaman melaksanakan RSD di komunitas, mendapatkan pendalaman materi RSD dan menyusun strategi dan perencanaan RSD yang ditujukan untuk rekonsiliasi dan resolusi konflik mendatang di masing-masing daerah. Seperti, relasi Ahmadiyah dan masyarakat di Tasikmalaya, penyegelan gereja di Bandung, pemulihan komprehensif dan jangka panjang korban terorisme di Sigi dan relasi muslim dan kristen di Poso.
Menurut Direktur AMAN Indonesia Ruby Kholifah, dialog menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan resolusi konflik dan rekonsiliasi.Dengan menggunakan RSD, orang awam bisa mengikutinya. Karena RSD adalah tools yang paling mudah digunakan. ”AMAN Indonesia berkomitmen untuk menerapkan keterampilan ini di lapangan dan menghadapi berbagai tantangan, seperti ketegangan agama, penolakan dalam komunitas, dan konflik sosial,” terang perempuan yang masuk dalam 100 perempuan dunia berprestasi versi BBC 2014.
Dalam kesempatan tersebut dirinya menerangkan pentingnya keluar dari zona nyaman, sehingga dialog tidak hanya dilakukan dengan orang-orang dengan perspektif yang sama. Dengan menggunakan tools RSD, dirinya berharap bisa membuka dialog dengan kasus-kasus seperti kekerasan seksual dan perbedaan afiliasi politik tanpa menyerang atau menghindar. Sehingga, dialog ini bisa sebagai langkah memahami perspektif orang lain menuju rekonsiliasi dan resolusi konflik yang yang sedang terjadi.
”AMAN Indonesia ingin melibatkan masyarakat dalam dialog untuk mendukung proses resolusi konflik, seperti kasus penyegelan gereja dan persoalan relasi muslim dan kristen di Poso. Dengan dukungan yang ada, AMAN Indonesia berharap dialog menggunakan RSD bisa menjadi langkah awal menuju rekonsiliasi dan resolusi konflik yang efektif,” terangnya.
Dalam kesempatan yang sama, Country Coordinator JISRA Indonesia, Mutiara Pasaribu, yang terhubung secara online menyampaikan rasa terima kasih kepada AMAN Indonesia sebagai mitra lokal yang berperan strategis dalam mempromosikan peran perempuan, anak muda termasuk perempuan muda dalam membangun perdamaian. Dia juga memaparkan kerja-kerja JISRA, sebuah upaya bersama untuk melakukan aksi strategis terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan di tujuh negara, termasuk Indonesia.
”AMAN Indonesia merupakan salah satu mitra yang berkontribusi luar biasa dalam memajukan perdamaian dan memberikan dukungan pada kerja pemerintah melalui rencana aksi yang berkaitan dengan mendorong perdamaian melalui pendekatan kreatif seperti Reflective Structured Dialogue (RSD),” ucapnya.
Di akhir sambutannya, Mutiara menyampaikan apresiasi terhadap kerja-kerja akar rumput dalam menjaga perdamaian yang memerlukan kesabaran dan komitmen jangka panjang. Dia menggarisbawahi pentingnya mengapresiasi setiap pencapaian kecil dalam upaya perdamaian serta mendukung suara perempuan agar terdengar dan menjadi ujung tombak dalam upaya perdamaian.
”Saya berharap agar peserta dapat menikmati proses pembelajaran selama dua hari tersebut dan dapat mentransfer pengetahuan ini ke dalam jaringan komunitas,” pungkasnya.