Jakarta – The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia menggelar training fasilitator Dialog Reflektif Terstruktur (RSD) untuk Pemimpin Perempuan Intra dan Antar Iman di Hotel Asyana, Jakarta Pusat, Selasa – Jumat (1-4 Agustus 2023). Diikuti oleh 24 pemimpin perempuan di komunitas dari latar belakang yang berbeda, training empat hari ini bertujuan untuk membangun penerimaan pada perbedaan dan memberikan pembekalan kepada peserta untuk dapat menyelenggarakan RSD di komunitasnya masing-masing. Paska training ini, para peserta diharapkan dapat memfasilitasi penyelenggaraan RSD di komunitas dan kota masing-masing, yaitu Bandung, Tasikmalaya, Poso, dan Sigi.
Dalam pembukaan, Direktur AMAN Indonesia, Ruby Kholifah menjelaskan jika RSD menjadi alat yang biasa digunakan dalam pembangunan penerimaan pada perbedaan dan perdamaian. Dalam konteks Indonesia dialog sudah sering dilakukan, akan tetapi dialog dengan mengambil pengalaman pribadi masih belum banyak digunakan. ”Pengalaman pribadi menjadi hal otoritatif dan penting untuk dibagi kepada orang lain serta RSD bisa diaplikasikan ke dalam keseharian” katanya, Selasa (1 Agustus 2023).
Selama AMAN Indonesia memperkenalkan RSD, terdapat beberapa praktik baik penggunaan RSD dalam ,untuk memecahkan masalah atau membantu pekerjaan sehari sehari-hari. Pertama, penerapan RSD untuk penanganan kasus kekerasan seksual di Tasikmalaya oleh An’an Yuliati, demisioner Ketua Harian Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). An’an menggunakan keterampilan RSD untuk berdialog dan menggali pandangan dan perspektif korban, keluarga korban dan tokoh masyarakat untuk mencegah korban dinikahkan dengan pelaku, mengurai ketegangan, dan mencegah konflik antar desa dan keluarga karena kasus kekerasan seksual.
”Dengan menggunakan RSD, peserta yang hadir memiliki wewenang penuh untuk mengikuti dan mengeluarkan pendapat. Biasanya, dalam penanganan kasus kekerasan seksual yang mana terdapat ketegangan antara korban dan pelaku,, korban sering tidak memiliki otoritas dalam mengambil keputusan.” ucapnya.
Menurut Ruby, dari proses yang dilakukan oleh An’an Yulianti,RSD menyediakan ruang berbagi perasaan dan pikiran. Di sisi lain, RSD memang bukan cara mendapatkan solusi. Akan tetapi, menjadi jembatan untuk mendapatkan solusi. Tanpa menghormati orang lain, kita tidak bisa mendapatkan solusi terbaik. Kedua, RSD digunakan untuk mendukung penerimaan kembali dan reintegrasi mantan pendukung Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dan keluarganya di masyarakat. Persoalan utama penolakan masyarakat adalah ketakutan dan kurang informasi menangani re-radicalization dan new radicalization.
Oleh karena itu, ungkapnya, dialog dipakai untuk memberikan ruang aman bagi mereka untuk berbagi perasaan ketakutan dan harapan dalam proses reintegrasi sosial. Dari proses itulah muncul kesepakatan diantara para pihak, termasuk penerimaan secara simbolik dan pelibatan mantan pendukung ISIS dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Dari dua praktik baik penggunaan RSD tersebut, Ruby berharap para peserta bisa memanfaatkan keterampilan yang didapat dari training dalam menjawab permasalahan hidup sehari-hari.
”Dengan menggunakan RSD, harapannya dapat membangun empati dan ruang untuk mendengarkan satu sama lain. AMAN Indonesia terbuka untuk mendengar dan mendokumentasikan pengalaman alumni pelatihan dalam mengimplementasikan keterampilannya dengan menyelenggarakan RSD di empat kota atau kabupaten yaitu Bandung, Tasikmalaya, Poso dan Sigi paska training,” pungkasnya.