Dalam tiga tahun terakhir, AMAN Indonesia telah melatih sejumlah peserta dalam menggunakan Reflective Structure Dialogue (RSD) sebagai alat untuk mendukung pekerjaan mereka. Salah satu contohnya adalah An-an Yulianti, yang berhasil menggunakan RSD dalam menangani kasus kekerasan seksual di Tasikmalaya. Saat ini, An-an menjabat sebagai Ketua Harian Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Kota Tasikmalaya.
Menurut data yang dirilis oleh Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Tasikmalaya pada tahun 2022, terdapat 22 kasus kekerasan terhadap anak. Dalam penggunaan RSD, An-an Yulianti melakukan dua langkah penting. Pertama, ia mencegah keluarga korban untuk menjodohkan mereka dengan pelaku kekerasan. Kedua, ia melakukan upaya untuk mengurangi konflik antara desa-desa yang terkait dengan kasus kekerasan seksual. Mengapa RSD berhasil menyelesaikan kasus kekerasan seksual?
Secara keseluruhan, ada tiga kata kunci yang menjadi fokus dalam RSD. Pertama adalah “Reflective,” yang menekankan pada pengalaman individu. Kekuatan utama dari RSD adalah kemampuan untuk bercerita. Dalam proses bercerita, peserta dapat dengan bebas berbagi pengalaman sesuai dengan pertanyaan yang diajukan. RSD mengajarkan kita untuk tidak merespons secara reaktif terhadap pertanyaan yang ditujukan kepada kita.
Mengapa RSD sangat penting dalam menahan seseorang agar tidak terjerembab dalam kondisi emotional hijacking? Itulah sebabnya mengapa, saat seseorang menceritakan ceritanya, kita harus mendengarkan dengan saksama. Dalam RSD, terdapat tiga tahapan penting yang memberikan waktu bagi setiap individu untuk berpikir, menulis, dan berbicara dengan durasi yang sama. Dengan pendekatan ini, ketika ada pertanyaan, peserta memiliki kesempatan untuk berpikir terlebih dahulu sebelum menulis jawaban mereka, dan akhirnya berbicara.
Hal ini memberikan ruang bagi mereka untuk memilah dan mempertimbangkan jawaban mereka dengan baik. RSD memiliki empat elemen kunci yang perlu diperhatikan. Pertama, membangun pertanyaan dan relasi yang baik antara peserta. Prinsip terpenting dalam RSD adalah keberterbukaan, yang menciptakan ruang bagi peserta untuk merasa nyaman dan memberikan pemberdayaan.
Kedua, pentingnya penerimaan dalam RSD. Peserta diharapkan memahami bahwa setiap cerita memiliki spesifikasi dan latar belakang unik yang perlu dipahami dan diterima dengan baik. Ketiga, rehumanisasi. Melalui cerita yang diceritakan, harapannya adalah mengembalikan kebermaknaan sebagai manusia kepada orang lain dan menghindari melakukan penilaian atau menghakimi. Hal-hal tersebut sangat dibutuhkan untuk membangun perdamaian.
Dengan menggunakan RSD, diharapkan menjadi alat baru yang berguna bagi peserta untuk membangun perdamaian, melakukan pendampingan dan upaya-upaya lainnya. Karena komunikasi dengan orang lain adalah inti dari perdamaian, RSD membantu dalam memperbaiki cara kita berkomunikasi. Selain itu, RSD menawarkan pendekatan yang terstruktur dan terencana untuk berkomunikasi, yang memungkinkan peserta untuk memahami, berempati, dan membangun hubungan yang lebih baik dengan orang lain.