Refleksi Film The Imam dan The Pastor

”The Imam and the Pastor” adalah sebuah film dokumenter yang menggambarkan perjalanan inspiratif dua pemimpin agama yang berasal dari latar belakang yang berbeda, yaitu seorang imam Muslim dan seorang pastor Kristen, yang bekerja sama untuk membangun perdamaian dan rekonsiliasi di Nigeria.

Film ini mengisahkan perjalanan hidup Imam Muhammad Ashafa, seorang mantan imam yang menjadi korban kekerasan etnis di Nigeria, dan Pastor James Wuye, yang dulunya adalah seorang militan Kristen. Keduanya memiliki latar belakang yang penuh dengan prasangka dan kebencian terhadap satu sama lain, tetapi sebuah peristiwa tragis mengubah hidup mereka dan mendorong mereka untuk mencari perdamaian dan keselamatan bersama.

“The Imam and the Pastor” menggambarkan perjuangan mereka untuk mengatasi kesalahpahaman dan membangun dialog antar agama di tengah konflik yang terus berkecamuk di Nigeria. Mereka bekerja sama dalam mendirikan organisasi Interfaith Mediation Centre, yang bertujuan untuk mempromosikan rekonsiliasi dan toleransi antara umat Islam dan Kristen.

Film ini berhasil menyoroti perjalanan pribadi yang mengesankan dari kedua tokoh utama, serta perubahan yang terjadi dalam pemikiran dan sikap mereka. Melalui wawancara mendalam dan rekaman arsip, penonton dapat melihat bagaimana kedua pemimpin agama ini mengatasi tantangan dan membangun hubungan yang kuat berdasarkan saling pengertian, rasa hormat, dan kerjasama.

“The Imam and the Pastor” memberikan pesan yang kuat tentang pentingnya dialog dan kerjasama antar agama dalam mengatasi konflik dan membangun perdamaian. Film ini menyoroti betapa pentingnya memahami perspektif satu sama lain, menghilangkan prasangka, dan memperjuangkan keadilan dan rekonsiliasi.

Dengan pengambilan gambar yang baik dan narasi yang kuat, “The Imam and the Pastor” menghadirkan cerita yang menginspirasi dan mendorong pemirsa untuk merenungkan pentingnya toleransi, pengampunan, dan kesatuan di tengah perbedaan.

Secara keseluruhan, “The Imam and the Pastor” adalah film dokumenter yang menyentuh dan menggugah hati, menggambarkan perjalanan emosional dan spiritual yang menarik dari dua pemimpin agama yang bertujuan untuk membangun perdamaian melalui dialog dan rekonsiliasi. Film ini menginspirasi kita semua untuk berpikir tentang bagaimana kita dapat berkontribusi dalam membangun dunia yang lebih toleran dan harmonis.

Film ini juga pernah tonton dan dibedah dalam pelatihan Reflective Structure Dialogue (RSD) anak muda, belum lama ini. Film ini menjadi sarana atau contoh membangun perdamaian dengan metode dialog. Dalam proses dialog untuk membangun perdamiaan dibutuhkan tiga hal. Diantaranya.

  1. Open minded.

Dalam film tersebut terdapat percakapan di mana salah satu tokoh tidak jadi membunuh. Padahal, memiliki kesempatan untuk membunuh. Dalam perkatakan tersebut diartikan jika masing-masing tokoh telah open minded. Dalam proses open minded ini adalah niat untuk perdamaian.

  1. Open heart.

Dalam proses perdamaian yang dilakukan oleh The Imam dan The Pastor, keduanya melakukan revolusi untuk hubungan yang lebih baik. Bahkan, hubungan antara keduanya diibaratkan sebagai hubungan suami dan istri.

  1. Open will.

Proses terakhir, adalah menghadapi perbedaan dengan membuat maklumat perdamaian. Keduanya, baik the imam dan the pastor berdamai. Jika diantara keduanya mengalami perselihan, keduanya memiliki kode satu sama lainnya.

Terakhir, belajar dari Film The Imam dan The Pastor, kita perlu memberikan jeda terhadap keadaan. Hal ini dilakukan agar situasi bisa kembali stabil. Kedua belah pihak bisa merefleksikan kemanusia masing-masing pihak.

Selain itu, dalam film tersebyt menggunakan storytelling yang mana dengan menggunakan metode tersebut dapat memunculkan banyak informasi. Salah satunya adalah latar belakang tokoh-tokohnya. Tanpa storytelling, kita mungkin tidak akan pernah mengetahui asal-usul keyakinan agama mereka. Misalnya, bahwa Imam dilahirkan dalam keluarga yang sangat taat dan bagaimana pandangan James yang sangat fundamentalis terhadap teks ajaran agama serta penolakannya terhadap pengaruh Barat yang memicu resistensi dalam membangkitkan kejayaan Islam.

Dari latar belakang ini, kita juga dapat mengetahui bahwa Pastor James adalah anak seorang tentara yang terlibat dalam perang di Nigeria dari tahun 67 hingga 80-an. Selain itu, melalui storytelling, kita dapat melihat bahwa selain faktor agama, ada juga faktor lain yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap orang yang sebelumnya mereka musuhi.

Misalkan, dalam cerita ini, mereka menyadari bahwa orang yang mereka musuhi sebenarnya peduli terhadap ibu mereka, dan hal ini menjadi faktor penting dalam memperkuat ikatan mereka. Selain itu, storytelling juga memperlihatkan pembangunan kepercayaan di antara mereka, di mana dalam tiga tahun terakhir mereka masih merasakan kebencian mendalam yang bisa saja mendorong mereka untuk melakukan pembunuhan.

Film ini juga menyoroti peran media yang menjadi sasaran penyebaran konflik. Namun, dengan storytelling, kita juga dapat melihat bahwa di Indonesia terdapat upaya-upaya penyelesaian konflik, yang penting untuk melihat referensi-referensi lainnya dan bagaimana hal tersebut bisa diaplikasikan.

Dengan menggunakan storytelling dalam film, penonton diberikan kesempatan untuk memahami latar belakang tokoh-tokoh utama, faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mereka, dan bagaimana proses rekonsiliasi dan penyelesaian konflik terjadi. Ini memungkinkan penonton untuk mendapatkan wawasan yang lebih mendalam dan merenungkan tentang pentingnya pemahaman, toleransi, dan upaya-upaya perdamaian dalam masyarakat.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.