Bandung – Semua elemen masyarakat Jawa Barat turut berkolaborasi dalam proses pembentukannya Peraturan Gubernur (Pergub) Pergub Jawa Barat Nomor 10 tahun 2022 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan (RAD PE). Bahkan, pemerintah Jawa Barat melibatkan juga pemerintah daerah lainnya, seperti Garut, Ciamis, Tasikmalaya, Bekasi dan Depok. Sehingga, proses pembentukan aturan tersebut, terbilang cukup cepat.
Harapannya, kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam mencegah dan menanggulangi ekstremisme berbasis kekerasan di Jawa Barat. RAN PE juga memainkan peran penting dalam memperkuat upaya pencegahan dan penanggulangan, terutama di daerah. Salah satu poin penting dalam aturan tersebut adalah Pengarusutamaan gender.
Founder Institut Perempuan, Valentina Sagala, menyatakan bahwa keunggulan dari Pergub RAD PE ini terletak pada pengarusutamaan gender di dalamnya. Pada Bab tiga dalam RAD PE mengatur tentang bagaimana pemasyarakatan gender harus diintegrasikan sebagai dimensi integral perencanaan, penyusunan, implementasi, pemantauan, dan evaluasi kebijakan dan program dalam mencegah dan menanggulangi ekstremisme berbasis kekerasan.
Dalam proses perumusan hingga implementasi perumusan aturan ini ini tidak terlepas kolaborasi antar berbagai pihak. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Jawa Barat, Iip Hidayat. “Ketika kita berbicara tentang kolaborasi, maka yang kita pegang adalah konsep Pentahelix. Yang melibatkan akademisi, bisnis, government, media, dan komunitas. Sebagaimana pada agenda acara kenduri perdamaian merupakan bagian dari proses kolaborasi,” ujarnya di Bandung, Senin (27 Februari 2023).
Sedangkan Direktur Kerjasama Regional dan Multilateral Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI), Zaim Nasution menyatakan Peran serta keterlibatan pemerintah daerah dan masyarakat dalam pelaksanaan Rancangan Aksi Nasional Penanggulangan Ekstremisme (RAN PE) memiliki arti yang sangat penting. Dalam kesempatan tersebut juga, dirinya mengapresiasi yang dilakukan oleh Jawa Barat. ”Di mana RAD PE menjadi salah satu inisiatif yang memperkuat pelaksanaan RAN PE di daerah, mempertimbangkan tantangan dan prioritas penanganan ekstremisme berbasis kekerasan yang ada di Jawa Barat,” ungkapnya.
Dirinya mengungkapkan jika mengintegrasikan perspektif gender ke dalam persiapan, desain, implementasi, pemantauan dan evaluasi kebijakan dapat mempromosikan kesetaraan, menghindarkan terjadinya diskriminasi dan menjamin terpenuhinya Hak Asasi Manusia (HAM). Serta berkontribusi untuk menginformasikan dan menargetkan bahwa upaya yang diambil untuk mencegah dan melawan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme dapat berjalan lebih efektif.
Sementara itu, Vivi Normasa dari Yayasan Keluarga Penyintas, menyrotoit masalah kebutuhan layanan bagi para penyintas terorisme di Jawa Barat. Ia mengungkapkan bahwa penting menydiakan akses layanan medis, layanan psikologi dan layanan psikososial. ”Seperti bantuan pelatihan kewirausahaan, bantuan modal usaha, bantuan beasiswa sekolah. Untuk bantuan beasiswa mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Penting juga lapangan pekerjaan bagi anak-anak korban,” pungkasnya.
Dari informasi yang dihimpun, agenda Kenduri Perdamaian merupakan agenda kolaborasi anatara Working Group and Women P/CVE (WGWC), Institut Perempuan, Pemerintah Jawa Barat, AMAN Indonesia, BNPT dan AIP2. Agenda ini dihadiri oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Jawa Barat. Serta pemerintah daerah kota atau kabupaten lainnya. Hadir pula sebagai narasumber Kepala Bakesbangpol Jawa Barat, Iip Hidayat, Founder Institut Perempuan, Valentina Sagala, Direktur Kerjasama Regional dan Multilateral BNPT RI, Zain Nasution, dan Yayasan Keluarga Penyintas, Vivi Normasari.