Perjalanan panjang mulai dari Aceh hingga Papua telah tuntas dilaksanakan oleh sepasang suami-istri, Kamaruzaman Bustamam dan Fitri Zulfidar. Selama 3 bulan penuh keduanya menebarkan misi perdamaian kepada masyarakat dengan memperkenalkan kearifan lokal Nusantara kepada masyarakat untuk menebarkan perdamaian serta sebagai strategi mencegah intoleransi, radikal dan terorisme.
Setiap tempat yang keduanya kunjungi tidak bisa diungkapkan oleh kata-kata. Semua keindahan alam dan masyarakat yang ramah menjadi hal yang paling tidak bisa keduanya lupakan selama perjalanan. Dari perjalan tersebut, keduanya menyakini jika Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya raya.
Penerimaan masyarakat ketika dirinya melintas dan beristirahat, menjadi kesan tersendiri baginya. Dirinya tidak menyangka jika akan selalu diterima oleh masyarakat. ”Kami banyak diterima oleh masyarakat. Setiap kami melintas di suatu masyarakat, kami banyak disambut oleh masyatakat. Masyatakat Indonesia sangat ramah, kami selalu diterima di banyak tempat,” ungkapnya.
Di beberapa wilayah, katanya, dirinya disambut dengan tarian adat oleh masyarakat. Seperti di Manado dan Kendari. Hal tersebut membuat keduanya terharu, tidak pernah menyangka akan mendapatkan sambutan baik dari masyarakat. Di beberapa daerah, di dengan tarian adat dan upacara adat dapat diidentikan sebagai sesuatu yang sakral.
Dirinya pun tidak pernah menyangka akan disambut seperti itu oleh masyarakat. Dia menjelaskan, jika dirinya terdapat kesulitan, masyarakat sekitar akan langsung membantu. kejadian yang tidak pernah dilupakan olehnya saat mencari penginapan di daerah Kalimantan. Keduanya tersesat di hutan, tapi beruntung, masyarakat membantu keduanya menemukan penginapan.
Di daerah lainnya, Indonesia Timur dengan medan perjalanan yang sulit. Diakui olehnya, beberapa wilayah memiliki medan yang sulit untuk dilewati. Salah satunya adalah Papua yang merupakan tersulit. Perjalanan dari Munting ke Muvendigul, menurutnya, menjadi medan tersulit.
“Tapi semua hal tersebut, bisa kami lewati. Ini misi yang panjang, kami beruntung ada banyak tangan baik di setiap daerah. Ada banyak masyarakat yang humble dan membantu kami selama perjalanan,” terang Pria yang menjadi Ketua FKPT Aceh. Walaupun medan yang sulit di Papua, Dirinya beruntung bisa melewatinya. Dirinya bisa melihat bagaimana lokasi pembuangan para tokoh Indonesia yang melawan penjajah di Papua. Setibanya di Papua, dirinya juga menyanyikan lagu “Dari Sabang Sampai Merauke”. Dirinya merasa terharu dan bangga telah menyelesaikan perjalanan tersebut selama 3 bulan. Selain itu, terdapat beberapa kebiasaan yang menarik di Papua. Di Papua, lanjutnya, terdapat beberapa transmigrasi dari Pulau Jawa ke Papua. Masyarakat ini sangat mencintai Papua. Mereka juga berbaur dengan masyarakat di sana. ”Di sana kamu disambut juga dengan ketua adat. Masyarakat sangat menyambut kami,” menurut pria yang menjabat sebagai AMAN Council.
Selama perjalanan, lanjutnya, dirinya menceritakan kearifan lokal masing-masing wilayah. Hal ini kami lakukan untuk menebarkan perdamaian serta sebagai strategi mencegah intoleransi, radikal dan terorisme. Serta, dirinya juga membagikan banyak stiker kepada masyarakat. Sebagai salah satu sosialisasi untuk menebarkan perdamaian.Perjalanan yang diberinama “Touring Indonesia Harmoni”, menjadi perjalanan yang tidak bisa dirinya lupakan. Diungkap olehnya, sebelum berangkat terdapat beberapa halangan. Salah satunya kakak dirinya meninggal, hingga akhirnya harus kembali ke Aceh dan ikut memakamkan kakaknya.
Di tempat yang sama, Menurut Fitri Zulfidar kejadian tersebut, hampir membuat kami menghentikan misi perjalanan Aceh hingga Papua. Namun, perjalanan yang dilakukan dianggap sebagai perjalanan yang sakral. Sehingga, dirinya bertekad untuk menuntaskannya. ada banyak persiapan yang sudah keduanya lakukan. Mulai dari membriefing anak-anak untuk bisa mandiri dan memberitahukan kepada anak-anak tentang misi yang akan mereka lakukan.
Dirinya bersyukur, semua keluarganua mendukung misi perjalanan Aceh-Papua. “Anak-anak kami titipkan kepada keluarga. Dirinya juga memasang cctv untuk memantau apa yang terjadi di dalam rumah. saya memantau anak-anak, walaupun kami sedang berada jauh dari merek. Alhamdulilah, anak-anak dan keluarga mengerti dengan apa yang kami lakukan” pungkas perempuang yang mengajar di STISIP al-Washliyya.