Direktur AMAN Indonesia, Ruby Kholifah mengatakan keterlibatan perempuan dalam aksi-aksi terorisme tercatat sekitar 13 kasus dalam tiga tahun terakhir. Kasus mereka beragam dari pendanaan, percobaan dan perencanaan aksi teroris .
Kata Ruby, kasus terbaru terjadi pada Solimah, istri tersangka teroris Abu Hamzah yang meledakkan diri bersama anaknya yang berumur dua tahun daripada menyerah kepada aparat. Kasus Solimah terjadi tanggal 13 Maret 2019.
Di samping itu, ISIS juga mengakui bahwa keterlibatan perempuan dinilai penting untuk memenangkan pertarungan. Karena itu, kata dia, pemerintah perlu menggunakan pendekatan gender dalam pemberantasan dan pencegahan aksi teroris . Salah satunya dengan banyak melibatkan perempuan dalam struktur dan kegiatan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
“Kita sudah bicara dengan BNPT dalam sebuah forum, bahwa mainstreaming gender tidak cukup hanya menempatkan perempuan di bidang pencegahan, dan itu satu-satunya nama ibu Andi Intan. Tapi kita ingin di struktur lainnya dalam konteks hubungan internasional, deradikalisasi itu penting menggunakan perspektif gender di dalamnya,” jelas Ruby Kholifah di Jakarta, Senin (11/11).
Ruby menambahkan AMAN juga terlibat dalam komunitas-komunitas perempuan dalam pemberantasan dan pencegahan terorisme. AMAN bersama komunitas juga membuat pedoman-pedoman dalam penanggulangan dan deteksi terorisme yang dapat digunakan masyarakat sipil dan pemerintah.
Untuk mendorong pendekatan gender di tingkat internasional, AMAN juga memprakarsai forum internasional “Indonesia Peacebuilders Forum 2019” yang akan dihadiri pemerintah, LSM, akademisi, media, badan PBB dan pemimpin agama dari berbagai negara. Acara tersebut rencananya akan dilakukan di Malang, Jawa Timur pada 26-28 November 2019.
“Acara ini rencananya menghadirkan lebih dari 15 pakar di bidang perdamaian dan ekstremisme se-Asia Pasifik, di antaranya Azyumardi Azra, Amalina Abdul Nasir (Singapura) dan Melisa Johnson (Australia),” jelasnya.
Senada dengan Komisioner Komnas Perempuan, Khariroh Ali juga mendorong BNPT dan pihak-pihak terkait lainnya menggunakan perspektif gender dalam penanganan aksi teroris. Selain itu, Khariroh berpendapat perlunya pendalaman terhadap peran-peran dari perempuan yang terlibat dalam kasus teroris, itu penting untuk mengetahui tindakan apa yang perlu diambil pemerintah.
“Sebenarnya keterlibatan perempuan dalam gerakan Islam ekstremis itu seperti apa. Apakah betul mereka menjadi pelaku atau korban karena relasi di dalam rumah tangga, karena indoktrinasi dari suami atau apa,” tutur Khariroh kepada VOA.
Direktur Deradikalisasi BNPT, Profesor Irfan Idris mengatakan BNPT mengatakan perempuan telah menempati jabatan strategis dalam bidang pencegahan BNPT dan sebagian besar di Forum Koordinasi Pencegahan Teroris (FKPT) yang ada di 32 provinsi. Pelibatan perempuan dilakukan di program deradikalisasi dengan menghadirkan para psikolog perempuan untuk perempuan yang terlibat kasus terorisme.
Namun demikian, Irfan Idris mengatakan lembaganya akan mempertimbangkan usulan dari AMAN Indonesia dan Komnas Perempuan terkait penambahan jumlah perempuan di struktur BNPT.
“Banyak dilibatkan, tapi tentu belum maksimal. Kita berjuang terus seiring dengan waktu dan tantangan yang dihadapi. Dalam waktu dekat ada penguatan kelembagaan dari UU Nomor 5 Tahun 2018. Tentu lebih masif dan luas pelibatan perempuan,” jelas Irfan Idris saat dihubungi VOA.
Sumber: https://www.voaindonesia.com/a/pemerintah-didesak-gunakan-pendekatan-gender-dalam-penanganan-terorisme/5161282.html