Aksi demonstrasi yang dimulai pada 25 Agustus 2025 terus diwarnai dengan berbagai kekerasan dan intimidasi yang dilakukan oleh aparat. Di berbagai daerah, rakyat yang berusaha menyuarakan aspirasinya justru kerap kali berhadapan dengan kekerasan, intimidasi, bahkan penangkapan. Melansir dari BBC.com, hingga artikel ini ditulis pada 4 September 2025, setidaknya sepuluh orang kehilangan nyawa selama aksi berlangsung.
Tidak hanya itu, di ruang digital, kita pun terus diadu satu sama lain hingga menumbuhkan rasa curiga di antara sesama warga. Situasi ini semakin menegaskan bahwa suara rakyat kerap dianggap sebagai ancaman, alih-alih didengar sebagai wujud cinta pada negeri.
Tentu kondisi ini sangat memprihatinkan dan melukai hati masyarakat Indonesia. Tidak terkecuali, Jaringan Ulama Perempuan Indonesia. Dalam kegiatan “Doa Keselamatan Bangsa dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia” yang diselenggarakan secara online pada 3 September 2025 lalu, Ibu Nyai Badriyah Fayumi sebagai ketua Majelis Musyawarah KUPI menegaskan bahwa kritik yang disampaikan pada pemerintah Indonesia bukan sebagai bentuk kebencian, apalagi permusuhan.
Justru sebaliknya, aspirasi yang disampaikan rakyat adalah bentuk nasihat dan kritik kepada para pengemban amanah kekuasaan negara agar senantiasa mengingat cita-cita luhur berbangsa dan bernegara, cita-cita reformasi, serta mengingat sumpah jabatan dan amanat rakyat dalam menjalankan amanah kekuasaan yang diemban.
Semangat mengingatkan pemerintah untuk melaksanakan tugasnya juga sangat sejalan dengan Firman Allah SWT dalam QS. zariyat ayat 55 yang artinya; “Dan ingatkanlah, karena sesungguhnya peringatan akan bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.”
Tidak hanya itu, Ibu Nyai Badriyah juga mengingatkan bahwa nahi munkar atau mencegah kemungkaran adalah sebuah keniscayaan ketika ketidakadilan, kesenjangan, ketidakpekaan, dan ketidakpatutan sedang terjadi. Itu artinya, aksi demonstrasi yang dilakukan di berbagai daerah merupakan upaya untuk mencegah segala kemungkaran yang dilakukan oleh para pejabat yang tidak menjalankan amanahnya sebagai pemegang kekuasaan.
Dalam pandangan Ulama KUPI nahi munkar adalah cara untuk menyelamatkan bangsa sekaligus menjaganya agar senantiasa berjalan di atas rel yang benar. Nahi munkar adalah bagian dari panggilan iman dan sekaligus tanggungjawab kebangsaan.
Hal ini sangat sejalan dengan ajaran Nabi Muhammad Saw. Beliau bersabda:
من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فان لم يستطع فبلسانه فان لم يستطع فبقلبه وذلك اضعف الايمان. رواه مسلم
Artinya: “Siapapun dari kalian yang melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan tangannya (kekuasaan atau kekuatannya). Apabila tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya. Apabila tidak mampu, maka ubahlah dengan hatinya. Dan hal itu adalah selemah-lemah iman.” (HR Muslim)
Lewat hadis ini Nabi menegaskan bahwa sekecil apapun perlawanan atas kemungkaran, ia adalah perlawanan. Karena itu, perjuangan dalam mencegah segala bentuk keburukan dan kejahatan merupakan bentuk keterpanggilan iman. Perjuangan ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.
Jika dalam istilah KUPI, perlawanan bisa dilakukan di ruang khidmahnya masing-masing. Bisa lewat mimbar masjid, aksi turun ke jalan, ruang advokasi kebijakan, berisik menuntut pemerintah yang tidak adil di media digital, dan sebagainya.
Yang terpenting dalam proses mencegah kemungkaran, kita diingatkan untuk menggunakan cara-cara yang makruf, atau baik. Tetap tenang dan fokus menyuarakan tuntutan, jangan mudah terpovokasi apalagi termakan berita palsu.
Karena amar makruf dengan cara yang makruf dan nahi munkar dengan cara yang makruf dan tidak munkar adalah hal yang harus terus dilakukan, dan itu merupakan bagian dari cinta Indonesia.
Maklumat dan Seruan Moral KUPI
Dalam menyikapi kondisi bangsa yang sedang mengalami berbagai kekerasan, KUPI menyerukan 7 pernyataan, yaitu;
- Bela sungkawa mendalam atas gugurnya Affan Kurniawan dan korban-korban lainnya di berbagai kota, baik dari unsur masyarakat maupun aparat Negara, di tengah gelombang penyampaian aspirasi rakyat atas kebijakan Negara yang tidak berpihak pada rakyat dan prilaku para pemegang amanah yang tidak patut, serta tidak peka terhadap rasa adil dan suasana kebatinan rakyat;
- Penyesalan atas tindakan represif yang dilakukan oleh aparat Negara dalam merespon ktitik dan aspirasi masyarakat, serta menuntut diambilnya langkah-langkah yang menjamin tidak berulangnya penyikapan apapun yang mematikan demokrasi dan melanggar Hak Asai Manusia;
- Dukungan penuh atas tuntutan masyarakat sipil yang menjadi aspirasi rakyat Indonesia, khususnya mengembalikan supremasi sipil, membatalkan kenaikan gaji dan berbagai tunjangan dan fasilitas anggota DPR yang eksesif, memecat anggota DPR yang tidak etis dan memicu kemarahan publik, membebaskan seluruh demonstran yang ditahan, menegakkan disiplin TNI untuk tidak menguasai ruang-ruang sipil, mengambil langkah darurat untuk mencegah PHK massal, melindungi buruh kontrak, membatalkan kenaikan pajak yang memberatkan rakyat, menyusun rencana reformasi perpajakan yang adil, dan mengesahkan RUU Perampasan Aset;
- Penolakan segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan dan kesewenang-wenangan yang dilakukan para pemegang amanah di lembaga eksekutif, legislatif, maupun yudikatif di pusat maupun daerah, khususnya terkait tindak korupsi, kolusi, nepotisme, kekerasan, brutalisme, serta rekayasa hukum dan ekonomi untuk melanggengkan kekuasaan yang memperkaya kelompok tertentu, dan berdampak pada kerusakan alam;
- Tuntutan pada para penyelenggara Negara untuk segera mengambil langkah strategis dan fundamental sesuai dengan aspirasi masyarakat sipil guna memulihkan kepercayaan rakyat kepada Negara, serta menjamin keamanan dan keselamatan seluruh rakyat, terutama kelompok minoritas agama, ras, etnis, dan gender serta kaum lansia, anak-anak, perempuan, dan penyandang disabilitas;
- Ajakan pada seluruh komponen masyarakat, terutama organisasi keagamaan, tokoh agama, tokoh masyarakat, aktivis, mahasiswa, pemuda-pemudi, dan ulama perempuan di seluruh Indonesia untuk saling menjaga, mendukung, dan mendoakan demi keselamatan bersama, serta waspada terhadap provokasi yang menimbulkan kemudaratan;
- Seruan kepada seluruh ulama perempuan di Jaringan KUPI untuk terus menjadi penyuara, pendukung, dan pembela kebenaran, keadilan, dan kemaslahatan dengan membangun relasi mubadalah antara pemimpin dan rakyat, dan saling menasihati dengan cara yang ma’ruf demi terwujudnya demokrasi yang berkeadilan hakiki;
Dalam pandangan KUPI, kritik sejatinya adalah wujud cinta pada Indonesia, bukan ancaman ataupun permusuhan. Karena itu, para pemimpin semestinya mendengarnya dengan hati terbuka. Sebab menerima kritik, memperbaiki kebijakan, dan menegakkan keadilan adalah jalan menuju ridha Allah, keselamatan bangsa, dan kemaslahatan bersama. []