Di tengah hiruk pikuk masyarakat akibat sebuah pernyataan dari Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, yang menyangsikan pengalaman perempuan sebagai korban dari tragedi kerusuhan Mei 1998 dimana saat itu terjadi juga Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual (KBGS) yang menimpa perempuan dari etnik Tionghoa khususnya.
BJ Habibie dengan jelas mengakui pengalaman perempuan sebagai sebuah otoritas sumber pengetahuan yang sah dan valid. Hal ini tercermin dalam sebuah pernyataan resmi yang dibuat oleh BJ Habibie semasa menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia ketika merespons tragedi kerusuhan dan KBGS yang terjadi pada Mei 1998. Pernyataan BJ Habibie secara tidak langsung menjadi bukti konkrit pengakuan negara akan tragedi KBGS Mei 1998.
Negara melalui BJ Habibie Mengakui Pengalaman Perempuan sebagai Otoritas Pengetahuan Yang Sah
Aku membaca pernyataan resmi Presiden RI BJ Habibie yang dirilis pada pertengahan Juli 1998 di sebuah Seri Dokumentasi Kunci, Temuan Tim Gabungan Pencari Fakta Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 yang diterbitkan oleh Publikasi Komnas Perempuan yang bekerja sama dengan New Zealand Official Development Assistance pada November 1999, tepatnya di lampiran ketiga.
Paragraf pertama dari pernyataan resmi itu berbunyi ”Setelah saya mendengar laporan dari ibu-ibu tokoh Masyarakat Anti Kekerasan terhadap Perempuan, dengan bukti-bukti yang nyata dan otentik, mengenai kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk apapun juga di bumi Indonesia pada umumnya dan khususnya yang terjadi pada pertengahan bulan Mei 1998, menyatakan penyesalan yang mendalam terhadap terjadinya kekerasan tersebut yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia”.
BJ Habibie yang saat itu merupakan Presiden RI dan simbol negara, menerima dan mendengarkan aduan dan tuntutan dari para perempuan yang mewakili Masyarakat Anti Kekerasan terhadap Perempuan. BJ Habibie mempercayai bukti-bukti yang dibawa ke hadapannya sebagai bukti yang nyata dan otentik. Tentu saja hal ini merupakan sebuah bentuk pengakuan negara melalui Presiden RI, akan pengalaman perempuan sebagai sebuah otoritas sumber pengetahuan yang sah lagi valid.
Rasa percaya BJ Habibie akan apa yang dialami oleh para perempuan saat itu, bahkan dibarengi dengan sebuah rasa penyesalan yang mendalam terhadap terjadinya KBGS di Mei 1998 yang tidak sesuai nilai-nilai budaya bangsa Indonesia menunjukkan betapa kuat kohesi sosial itu terbentuk. Kohesi sosial yang dipantik melalui rasa percaya, peduli, dan empati oleh BJ Habibie melalui pernyataan resminya, sekaligus menjadi sebuah pengakuan negara akan pengalaman perempuan sebagai otoritas sumber pengetahuan yang sah.
Pengakuan Negara dalam Pernyataan BJ Habibie Membuka Akses Keadilan Bagi Korban
Pada paragraf kedua dari pernyataan BJ Habibie berbunyi “Untuk hal itu, saya menyatakan bahwa pemerintah akan proaktif memberikan perlindungan dan keamanan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk menghindari terulangnya kembali kejadian yang sangat tidak manusiawi tersebut dalam sejarah bangsa Indonesia”. Bagiku pernyataan ini bagaikan angin segar dan kepastian hukum dari negara yang melegakan bagi korban.
Selain itu, paragraf kedua dari pernyataan BJ Habibie memperjelas pengakuan negara akan tragedi Mei 1998 dengan hadir melalui pemerintahnya untuk proaktif memberikan perlindungan dan keamanan bagi seluruh masyarakat. Hadirnya negara melalui pernyataan BJ Habibie menjadi pintu masuk akses keadilan untuk para korban sehingga tidak terjadi keberulangan konflik yang sama.
Akses keadilan dapat berupa kemudahan untuk melaporkan kasus kekerasan yang korban alami, perlindungan korban seperti dukungan psikologis maupun perlindungan hukum, layanan pemulihan seperti konseling dan terapi yang membantu korban pulih dari trauma, keberpihakan hukum pada korban, hingga pendidikan dalam menyadarkan masyarakat bahwa korban KBGS memiliki hak-hak yang harus dipenuhi dan stigma negatif serta diskriminasi yang dialami oleh korban harus dihilangkan.
Pernyataan BJ Habibie Sarat Ajakan Kolaborasi
Paragraf ketiga dari pernyataan BJ Habibie yang berbunyi “Saya harapkan kerja sama dengan seluruh lapisan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan melaporkan segera kepada aparat pemerintah jikalau melihat adanya kecenderungan ke arah kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk apapun juga dan dimana pun juga”, yang menurutku sarat akan ajakan kolaborasi kerja sama antara negara melalui pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat untuk melaporkan kecenderungan kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk apapun kepada aparat pemerintah setelah sebelumnya memberikan langkah pencegahan dengan imbauan untuk meningkatkan kewaspadaan akan potensi KBGS terhadap perempuan.
Ajakan kolaborasi yang dibalut dengan sinergi antara pemerintah dengan masyarakat tentu saja dapat memperbaiki komunikasi keduanya yang selama ini disinyalir tidak pernah tuntas. Hal ini juga menjadi peluang terbukanya kesempatan partisipasi dari banyak pihak khususnya perempuan. Karena kecenderungan korban kekerasan lebih banyak dari kaum perempuan, sehingga sudut pandang perempuan dan keberpihakan kepada korban menjadi sangat penting untuk diakomodir.
Pernyataan BJ Habibie Sebagai Counter Narasi Keraguan akan KBGS 1998
Paragraf terakhir dari pernyataan BJ Habibie yang merespons kerusuhan dan KBGS Mei 1998 yang berbunyi “Oleh karena itu, saya atas nama pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia, mengutuk berbagai aksi kekerasan pada peristiwa kerusuhan di berbagai tempat secara bersamaan, termasuk kekerasan terhadap perempuan” benar-benar menjadi counter narasi akan keraguan banyak pihak yang masih mempertanyakan kebenaran kerusuhan dan KBGS Mei 1998.
Sebagaimana hari ini masih banyaknya pihak yang meragukan kebenaran akan kerusuhan dan KBGS Mei 1998, maka pada zaman pemerintahan Presiden BJ Habibie, pihak yang meragukan kebenaran kerusuhan dan KBGS Mei 1998 juga ada, bahkan tidak sedikit. Mereka yang mempertanyakan dan meragukan adanya tragedi KBGS pada Mei 1998 tentu saja perlu membaca kembali pernyataan BJ Habibie di tahun tragedi itu terjadi.
Karena sungguh, pernyataan BJ Habibie di paragraf pungkas merupakan bentuk dari counter narasi atas keraguan mereka. Dan tentu saja, pernyataan BJ Habibie bukanlah semata pernyataan dari seorang individu, melainkan pernyataan resmi kepala negara yang mengatasnamakan negara. Inilah pengakuan negara akan KBGS 1998 tercermin melalui pernyataan BJ Habibie.