Jakarta – Kasus kekerasan masih kerap terjadi di masyarakat. Dari data simfoni pada April 2024 yang dikeluarkan oleh pemerintah, Sebanyak 2.132 kasus kekerasan terjadi pada anak. Kekerasan banyak terjadi di rumah dengan data fasilitas umum 484 kasus dan sekolah 463 kasus. Kemudian pelaku terbanyak merupakan teman atau pacar yakni 809 pelaku, 702 orang tua, keluarga/saudara 285 orang, hingga guru 182 pelaku.
Sedangkan Catatan Tahunan 2023 Komnas Perempuan mencatat kekerasan sebanyak 289.111 kasus. Data tersebut menurun sebanyak 12 persen dibandingkan tahun 2022. Walaupun data menurun, jumlah tersebut masih dianggap tinggi. Kenyataan tersebutlah yang membuat The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia melakukan penguatan pada perempuan akar rumput melalui Sekolah Perempuan Perempuan. Saat ini, terdapat 44 Sekolah Perempuan Perdamaian di tujuh provinsi di Indonesia. Ketujuh provinsi tersebut adalah Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Yogyakarta. Aktivitas rutin yang selalu dilakukan oleh anggota Sekolah Perempuan Perdamaian adalah pembahasan modul yang dikemas selayaknya sekolah.
Terdapat pertemuan-pertemuan rutin yang dilakukan meningkatkan kapasitas masing-masing anggota Sekolah Perempuan Perdamaian. Modul Sekolah Perempuan yang terdiri dari empat modul tersebut dirancang guna memperkuat kesadaran dan berfikir kritis atas persoalan sosial, ekonomi, budaya dan politik, juga ekologi.
Selain itu, Kelas belajar di Sekolah Perempuan telah memberikan ruang berbagi pengetahuan antar perempuan dan keluarganya serta menambah asupan pengetahuan terkait gender, bina damai, transformasi konflik, serta berbagai isu terkini seperti halnya radikalisme dan ekstremisme. Pada bulan Ramadhan lalu, sebanyak 31 Sekolah Perempuan Perdamaian (SPP) menggelar percepatan modul Sekolah Perempuan. Percepatan modul Sekolah Perempuan Perdamaian dengan metode semi training oleh para fasilitator.
Menurut Koordinator Wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta, Maskur Hasan, percepatan modul ini sebagai upaya merevitalisasi kelas regular Sekolah Perempuan dan menjawab kegelisahan pada saat Kongres Sekolah Perempuan, September lalu. Kongres Sekolah Perempuan tahun lalu menyoroti pentingnya terus menumbuhkan semangat menempa kepemimpinan dan skill peacebuilding bagi anggota Sekolah Perempuan Perdamaian melalui kelas belajar regular.
”Saat ini Sekolah Perempuan dinilai sebagai incubator kepemimpinan perempuan, maka ruang mengasah pengetahuan ada dalam kelas regulernya. Oleh karena itu, bertepatan dengan bulan Ramadan tahun ini, AMAN memberikan dukungan untuk rangkaian kelas regular di berbagai komunitas, yang tidak hanya untuk meningkatkan kapasitas namun juga mengaktivasi SP yang kurang terlalu aktif,” terangnya.
Hal lainnya, proses tersebut juga guna mengisi waktu luang di bulan Ramadhan. Diungkap olehnya, bulan Ramadhan menjadi momentum untuk melakukan aktifitas kelas regular Sekolah Perempuan dengan metode semi training. Materi yang disampaikan berasal dari empat Modul Sekolah Perempuan. Mulai dari perubahan individu, perubahan relasi hingga perubahan struktur.
Tidak hanya disampaikan menyampaikan materi dari modul Sekolah Perempuan, menyampaikan sejumlah isu-isu terkini yang terjadi di masyarakat. Salah satunya Sekolah Perempuan Perdamaian Pondok Bambu menyampai hal-hal kunci dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
”Disampaikannya UU TPKS sebagai penguat dari sesi modul tentang kekerasan berbasis gender. Materi tersebut juga sangat kontekstual di lingkungan Pondok Bambu yang pernah melakukan pendampingan pada korban kekerasan seksual,” pungkasnya.
Dalam agenda tersebut, diikuti oleh total 511 orang peserta. Sedangkan, total sesi yang dijalankan sebanyak 41 sesi dari modul Sekolah Perempuan yang mengadopsi dan mengembangkan model Transformasi Konflik yang menyasar perubahan individu, relasi, struktural dan kultural. Kelas ini difasilitasi oleh fasilitator lokal, yang tidak lain adalah para penggerak Sekolah Perempuan Perdamaian yang memiliki kemampuan dan terlatih memfasilitasi.