Purwakarta – The Working Group on Women and Preventing or Countering Violent Extremism (WGWC) telah menyelesaikan rangkaian acara Konvensi yang berlangsung selama dua hari (7-8 Mei 2024) dengan terpilihnya lima orang Steering Committee (SC) periode 2024-2029. Kelima SC baru tersebut adalah Ruby Kholifah (Direktur The Asian Muslim Action Network/AMAN Indonesia), Taufik Andrie (Direktur Eksekutif Yayasan Prasasti Perdamaian), Iwan Misthohizzaman (International NGO Forum on Indonesian Development), Irfan Amalee (Direktur PeaceGeneration Indonesia) dan Suraiya Kamaruzzaaman (Presidium Balai Syura Ureung Inong Aceh).
Selain pemilihan SC sebagai acara puncaknya, Konvensi WGWC juga membahas tentang tata Kelola WGWC, mulai pasal-pasal tentang Ketentuan Umum, SC, Mekanisme Pemilihan SC, Sekretariat, Mitra dan Kemitraan, sampai dengan pasal-pasal terkait Pembubaran. “Ini adalah salah satu breakthrough yang berhasil dicapai oleh WGWC selama tujuh tahun sehingga aturan main organisasi menjadi lebih jelas dan mengikat,” ungkap Debbie Affianty, SC WGWC periode 2017-2023.
WGWC adalah sebuah organisasi payung yang mengkoordinir 28 Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) sebagai mitranya (anggota, red). Selain dihadiri oleh perwakilan mitra-mitranya, Konvensi WGWC juga dihadiri oleh para pengamat (observer). Selama sesi refleksi, peserta Konvensi mengakui bahwa WGWC berhasil meningkatkan upaya pengarusutamaan gender dalam pencegahan dan penanggulangan ekstremisme kekerasan. Selama tujuh tahun, WGWC berhasil membangun jaringan dan kemitraan dari tingkat nasional hingga daerah dalam menjalankan kerja-kerja di empat pilar berdasarkan Resolusi PBB 1325 tentang Women, Peace and Security, yaitu Pencegahan, Partisipasi, Perlindungan, serta Rehabilitasi dan Reintegrasi.
WGWC juga mengawal advokasi kebijakan dan implementasi Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) sampai ke tingkat daerah. Dengan fokus pada kolaborasi, WGWC juga memperkuat legitimasi lembaga dan memberdayakan perempuan di seluruh lapisan masyarakat untuk menjadi pemimpin dalam membangun resiliensi komunitas. Melalui pendekatan ethics of care, WGWC juga membuka wawasan terkait pelibatan perempuan dan pemuda dalam pembangunan perdamaian.
Merespon Situasi Politik Lima Tahun ke Depan
Konvensi WGWC juga membahas situasi politik dan mengantisipasi perubahan kebijakan pemerintah lima tahun ke depan. WGWC berkomitmen untuk terus melakukan penguatan kapasitas Pengarusutamaan Gender (PUG) untuk para pendamping dan juru damai dalam kerja-kerja ekstremisme kekerasan dan advokasi kebijakan terkait empat pilar WGWC beserta implementasinya di tingkat nasional maupun daerah. Selain itu, WGWC juga membahas sejumlah isu lainnya.
Mulai dari mengantisipasi adanya penguatan pendekatan state security, WGWC akan melakukan pendidikan demokrasi bagi warga dan mengedepankan isu-isu Hak Asasi Manusia (HAM) dan pendekatan interseksionalitas dalam PCVE, termasuk melibatkan perempuan, anak-anak, ulama perempuan, buruh migran, lansia, kalangan difabel, dan elemen masyarakat lainnya dalam mendesain kerja-kerja dan advokasi kebijakan terkait PCVE. Selain itu, WGWC akan lebih banyak menggunakan penggunaan media sosial dan AI untuk kerja-kerja kampanye damai.
Tiga Isu Prioritas 2024-2029
Dalam agenda yang digelar dua hari tersebut, WGWC membahas isu prioritas empat tahun ke depan. Pertama, memastikan kebijakan-kebijakan yang terkait PCVE di empat pilar WGWC memiliki perspektif GEDSI. Kedua, WGWC akan memperhatikan literasi demokrasi dan HAM serta isu-isu interseksionalitas dalam ekstremisme kekerasan serta pemanfaatan digital space untuk berkolaborasi dengan semua mitra dan stakeholder (pemerintah, perempuan, anak, penyintas, difabel, pemuda, buruh migran, dst) di seluruh Indonesia. Ketiga, advokasi kebijakan berperspektif gender kepada aparat penegak hukum juga menjadi hal yang krusial karena pendekatan human security lebih utama daripada state security.
Selain tiga isu tersebut, satu hal yang menjadi tambahan fokus yakni riset tentang pengaruh isu-isu baru seperti climate change, cyber security, human trafficking, dsb terhadap ekstremisme kekerasan dan bagaimana upaya pencegahan yang perlu dilakukan.
Dengan komposisi SC baru ini, menurut Ruby Kholifah, SC periode 2017-2024 yang juga terpilih untuk periode 2024-2029, wajah WGWC ke depan akan lebih memprioritaskan integrasi ekstremisme kekerasan yang berhubungan dengan demokrasi, penguatan resiliensi masyarakat serta transfer pengetahuan untuk semua stakeholder. “Kami optimis dengan komposisi yang beragam, dan semangat level communal ownership dan berbasis voluntarisme, maka kerja-kerja WGWC akan semakin interseksional,” ujar Ruby yang juga sebagai Direktur The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia.
Dalam beberapa tahun terakhir, WGWC telah memaksimalkan implementasi RAN PE sampai ke tingkat akar rumput. Untuk ke depannya, WGWC akan tetap berkolaborasi dengan mitra-mitra di seluruh Indonesia, sampai ke tingkat desa.
Irfan Amalee, salah satu SC periode 2024-2029, juga mengutarakan bahwa sudah saatnya WGWC juga sensitive dengan isu-isu lintas generasi. “Isu keragamanan intergenerational issue harus ada jembatan. Kita tidak kekurangan kerja-kerja bagus, yang kurang adalah orkestrasi. Kita bukan menjadi tandingan kerja-kerja mitra di daerah karena itu perlu adanya mapping untuk kolaborasi. Oleh karena itu K-Hub WGWC harus digunakan seoptimal mungkin,” ujar Irfan yang juga Direktur PeaceGen Indonesia