Jakarta – Sebanyak 230 orang hadir dalam agenda Webinar Internasional tentang Diseminasi Fatwa dan Rekomendasi Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II melalui zoom meeting, Jumat (15 Desember 2023). Agenda yang digelar oleh AMAN Indonesia, Fahmina Institute, Rahima, Alimat, dan Jaringan Gusdurian dengan dukungan Kedutaan Besar Republik Federal Jerman Jakarta diikuti oleh 18 negara, yaitu Burundi, Burkina Faso, Prancis, Finlandia, Jerman, India, Indonesia, Kenya, Malaysia, Nigeria, Pakistan, Filipina, Slovakia, Afrika Selatan, Sri Lanka, Suriah, Belanda, dan Inggris.
Direktur AMAN Indonesia, Ruby Kholifah dalam sambutannya mengungkapkan apresiasinya atas dampak KUPI dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dari perspektif Islam. Saat ini, KUPI telah memperluas perspektifnya tentang praktik Islam. Bahkan saat ini, KUPI memiliki narasi segar yang membahas hak-hak perempuan, termasuk dalam isu mutilasi genital perempuan dan pernikahan anak.
”Ada tiga praktik penting yang ditekankan oleh KUPI. Pertama, mendefinisikan ulang ma’ruf, atau kebaikan yang diakui dari sudut pandang perempuan, dengan menganjurkan agar semua kebaikan agama dan masyarakat dilihat melalui lensa perempuan. Kedua, menjunjung tinggi keadilan substantif yang mempertimbangkan pengalaman biologis, rasional sosial, dan spiritual perempuan. Ketiga, mengakui perempuan sebagai entitas yang lengkap, setara dengan laki-laki, oleh karena itu mengakui berbagai ketidakadilan yang dihadapi perempuan,” terangnya.
KUPI Memberikan Harapan Bagi Perempuan
Dalam kesempatan tersebut, Ruby juga menyerukan kepada ulama perempuan nasional dan internasional untuk berbagi berita dan aspirasi yang menjanjikan demi kehidupan yang lebih baik dan damai bagi perempuan. Ruby percaya bahwa berita positif ini akan berdampak positif bagi perempuan di seluruh dunia. ”KUPI adalah gerakan yang berpotensi transformatif dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dari perspektif Islam. Sangat penting perspektif perempuan dalam memahami dan menafsirkan ajaran Islam,” ungkapnya.
Dalam kesempatan tersebut hadir juga Sekretaris Pertama Kedutaan Besar Jerman di Jakarta, Laura Angel. Ia menyampaikan terima kasih kepada KUPI, AMAN, dan panitia lainnya atas suksesnya Kongres KUPI kedua pada tahun 2022. Dalam kesempatan tersebut, Laura menekankan pentingnya lima fatwa yang mengutamakan perempuan dalam interpretasi keagamaan, sejalan dengan dukungan Jerman terhadap upaya tersebut, terutama dalam kebijakan luar negeri feminisnya.
Hadir pula Majelis Musyawarah KUPI, Ruhaini Dzuhayatin. Dirinya mengucapkan terima kasih kepada tokoh-tokoh kunci atas peran mereka dalam mengembalikan suara ulama dan aktivis perempuan, menantang norma-norma patriarki. Hadir sebagai panelis, Majelis Musyawarah KUPI, Faqihuddin Abdul Qadir mengungkapkan jika KUPI didedikasikan untuk membangun peradaban yang adil, menggunakan pendekatan khas terhadap fatwa dan rekomendasi, menekankan kolaborasi, dialog terbuka, dan inklusivitas. Senada dengan itu, Majelis Musyawarah KUPI Nur Rofiah menekankan jika KUPI memiliki sifat kolektif untuk keilmuan Indonesia. Sehingga, peradaban Islam yang seimbang yang memperlakukan pria dan wanita secara adil.
Respon Dari Masyarakat Internasional
Di tempat yang sama, Ketua Mombasa Women of Faith Network dari Kenya, Shamsa Abubakar Fadhil sangat menyukai penggunaan fatwa Indonesia untuk mengatasi masalah sosial dengan menggunakan prinsip-prinsip Islam. Dirinya juga menyoroti kesalahpahaman tentang fatwa di Afrika dan menyatakan minatnya mengadopsi pendekatan ini untuk memerangi praktik budaya yang terbelakang.
Kemudian, Managing Director of the Association of British Muslims dari Inggris Paul Salahuddin Armstrong mengungkapkan perlunya memperbarui yurisprudensi Islam dengan pengetahuan modern. Menekankan pentingnya mengintegrasikan pemahaman ilmiah dan sosial saat ini ke dalam interpretasi, selaras dengan ajaran Nabi Muhammad tentang pemahaman yang berkembang.
Selanjutnya, co-founder Mobaderoon dari Syiria, Abir Hajibrahim mengusulkan pengintegrasian pendekatan berbasis bukti dalam konferensi Indonesia ke dalam konteks Timur Tengah. Serta menyesuaikannya secara budaya untuk memerangi kekerasan berbasis gender.
Selanjutnya, Direktur Eksekutif Allamin Foundation for Peace and Development dari Nigeria Hamsatu Allamin mengungkapkan tentang kondisi di Nigeria. Dia mengalami kebisuan seputar kekerasan terhadap perempuan, pernikahan dini, dan dampak ekstremisme terhadap perempuan dan anak perempuan dalam masyarakat Nigeria. Terinspirasi oleh pendekatan KUPI, ia menginisiasi jaringan dukungan sosial untuk perempuan dan anak perempuan yang rentan, menyediakan platform bagi mereka untuk menyuarakan pengalaman, memperkuat suara, dan membangun kemitraan.
”Dari Indonesia, saya belajar juka perlunya aliansi yang beragam dan pendekatan berbasis komunitas, berbagi upayanya dalam deradikalisasi dengan melibatkan perempuan ekstremis,” tekannya.
Berikutnya, direktur eksekutif Sisters in Islam, Rozana Isa menekankan pentingnya fatwa KUPI yang selaras dengan kerangka konstitusi negara, khususnya di Malaysia, di tengah perdebatan tentang definisi Malaysia sebagai negara Islam. Betapa pentingnya menghormati Konstitusi sebagai hukum tertinggi, menggarisbawahi upaya KUPI dalam memberikan perlindungan khusus terhadap praktik berbahaya seperti kekerasan seksual dan mutilasi genital perempuan.
Dalam kesempatan tersebut, dirinya juga menyoroti perlunya mempertanyakan tradisi yang mungkin membahayakan perempuan dan anak perempuan, memuji kerja KUPI dalam menciptakan platform bagi perempuan dalam peran pengambilan keputusan terkait urusan agama. ”Sangat penting memeriksa praktik dan tradisi secara kritis dan membangun narasi baru yang berakar pada realitas hidup perempuan untuk membatasi tindakan berbahaya,” ungkapnya.
Terakhir, Imam for She dari Burundi, Imam Bukuru menekankan bahwa Islam berlandaskan toleransi dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, dengan penekanan khusus pada hak-hak perempuan. Keterlibatan perempuan dalam kebijakan dan pengambilan keputusan sangat penting untuk pembangunan masyarakat yang berkelanjutan.
Dirinya menekankan perlu adanya pendekatan transformatif, berfokus pada pemberdayaan perempuan dan pemuda dalam Islam. Dalam hal rekomendasi berdasarkan Fatwa KUPI, dia menggarisbawahi pentingnya membangun komitmen untuk melibatkan pemuda dan pemimpin agama, mengakui mereka sebagai pengambil keputusan untuk masa depan dan memiliki suara kenabian untuk perubahan.
”Ada sejumlah termasuk inisiatif sudah dilakukan di Burundi seperti Imams For She dan Clubs For She. Gerakan tersebut bertujuan mempromosikan hak-hak perempuan dan memastikan keberlanjutan hak asasi manusia,” terangnya.
KUPI Telah Memberikan Kontribusi untuk Hukum di Indonesia
Sebagai penutup Acara Acara ditutup dengan sambutan penutup dari Dewan Penasihat KUPI , K.H Husein Muhammad. Dirinya juga mengucapkan terima kasih atas keberhasilan penyelenggaraan acara sosialisasi Fatwa dan Rekomendasi KUPI kedua. ”Saat ini, Fatwa KUPI telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap reformasi hukum di negara ini, dengan dua di antaranya diadopsi ke dalam Undang-Undang Republik Indonesia,” ungkapnya.
Dirinya juga merasasangat bangga dengan pencapaian sejarah ini. Acara diakhiri dengan pembacaan tujuh kutipan penting, yang menekankan peran perempuan sebagai pencipta, sumber peradaban, pentingnya ilmu pengetahuan dan keadilan, serta mengejar kesetaraan dan sistem yang adil. Sebagai penutup, ia berpesan untuk menyebarkan semangat dan pengetahuan KUPI kepada khalayak yang lebih luas.