Poso – The Asian Muslim Action (AMAN) Indonesia bersama dengan Sekolah Perempuan (SP) menggelar Forum Perempuan Perdamaian dan Kongres SP di Gedung Wanita Tentena, Poso, Rabu dan Kamis (20-21 September 2023). Agenda tersebut juga didukung oleh Lingkar Belajar untuk (LiBu) Perempuan, Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST). Dalam agenda yang digelar dua hari tersebut, menjadi ruang perjumpaan bagi perempuan pegiat perdamaian akar rumput dengan pemerintah. Serta mengangkat isu penting yang diangkat dan sejalan dalam Rancangan Aksi Nasional (RAN) Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak Dalam Konflik Sosial (P3AKS). Mulai dari intoleransi dan radikalisme, kekerasan terhadap Perempuan dan anak, hingga isu-isu perdamaian yang dekat dengan Perempuan.
Agenda dimulai dengan sesi diskusi bersama dengan pemerintah, expert dari masyarakat sipil dan sharing session tentang Sekolah Perempuan. Pemerintah yang hadir menyoroti sejumlah kasus yang kerap terjadi pada Perempuan, khususnya di Sulawesi Tengah dan Poso. Mulai dari kekerasan pada Perempuan dan anak hingga ekstremisme kekerasan. Selanjutnya, diisi oleh para tokoh Perempuan perdamaian. Ada tiga hal yang dibahas dalam sesi tersebut, yaitu yang membahas tentang komitmen diri untuk membangun organisasi Perempuan, membahas tentang kepemimpinan kolektif perempuan hingga program-program untuk pengelolaan sumber daya.
Pada hari selanjutnya, Pertanggungjawaban Presidium Sekolah Perempuan yang dilaporkan oleh Roswin Wuri, merefleksikan kerja-kerja yang sudah dilakukan sejak 2017 hingga 2023 hingga merumuskan program yang akan dilakukan hingga 5 tahun ke depan. Cerita panjang gerakan Sekolah Perempuan membuat para anggota meneguhkan kembali gerakan mereka. Dibahas juga hal-hal yang perlu diperbaiki di dalam gerakan SP. Tidak lupa juga dibahas tentang Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (ADRT) SP yang menjadi dasar gerakan ke depan.
Menurut Direktur AMAN Indonesia, Ruby Kholifah, Forum Perempuan Perdamaian sebagai forum berbagi, mendiskusikan dan mempopulerkan pengetahuan dan pengalaman Gerakan perempuan akar rumput dalam berbagai upaya penciptaan perdamaian. Serta sebagai rekonsiliasi oleh para aktivis dan aktor perdamaian lokal terutama dari kelompok Perempuan. ”Selain itu, forum ini sekaligus sebagai pengakuan kerja-kerja mereka di basis serta sebagai upaya konsolidasi gerakan perempuan, perdamaian dan keamanan di Indonesia,” pungkasnya.
Poso dipilih sebagai lokasi forum karena faktor budaya dan sejarah. Faktor budaya yang dimiliki oleh Poso sangat kuat dan sarat nilai-nilai perdamaian. Padungku, sintuwu, masale dan tari dero adalah contoh dari berbagai budaya yang hingga kini masih terus dijaga untuk merekatkan relasi yang pernah terkoyak karena konflik sebelumnya.
”Ini bukan pertama kali AMAN Indonesia menginjakan kaki di Poso. Kami memulai program di Poso sejak 2008 ketika organisasi ini pertama kali memasuki wilayah Poso. Kala itu, kami menjumpai realitas yang menggugah hati, dengan sepuluh pengungsi yang tinggal di perbukitan Morowali. Menjadi saksi hidup akan keanekaragaman Indonesia, AMAN berdiri dengan tekad membawa visi yang mulia. Mewujudkan kehidupan beragama yang lebih peka terhadap gender dan bebas dari kekerasan,” terangnya.
Dirinya menjelaskan AMAN mengoperasikan programnya di berbagai penjuru negeri dengan mengusung beberapa strategis. Pertama, mereka memberi fokus pada pemberdayaan kepemimpinan perempuan. Kedua, mereka menjalankan mesin kaderisasi perempuan untuk menyebarkan nilai-nilai keadilan gender. AMAN percaya bahwa kekuatan lokal adalah modalitas utama yang bersinergi dengan visi mereka.
Dirinya menekankan pentingnya kolaborasi antara semua pihak untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan serta melindungi hak perempuan dan anak-anak. AMAN Indonesia berperan sebagai rumah bersama di mana semua elemen masyarakat dapat saling berinteraksi dan bersatu demi tujuan bersama ini.
Dalam kesempatan tersebut hadir pula Bupati Poso yang diwakili oleh Asisten Administrasi Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Markus Wutabisu. Dirinya mengungkapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan aktif dalam mengundang Pemerintah Daerah (Pemda). ”Diharapkan dapat melahirkan kader-kader perempuan yang akan berkontribusi pada perdamaian berkelanjutan di wilayah Sintuwu Maroso,” pungkasnya.
Hadir pula, Kasubdit Kerjasama Multilateral Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Weti Deswiati, Kepala Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Provinsi Sulawesi Tengah, Musdalifah, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Sulawesi Tengah, Zubair dan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Poso, Esther.
Hadir pula tokoh perempuan perdamaian secara online, mulai dari Balaysura Inong Aceh, Suraiya Kamaruzaman, Sekretaris Jendral Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Mike Verawati Tangka, Direktur AMAN Indonesia, Ruby Kholifah, Direktur LiBu Perempuan, Dewi Rana, Direktur Larimpu, Atun Wardatun, Direktur Lembaga Gerakan Peduli Perempuan, Sri Sulistyowati, dan Pesantren at-Thoriq, Nisa Wargadipura.