Jakarta—Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 10/2022 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Rencana Aksi Daerah Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak Dalam Konflik Sosial telah disahkan pada Desember 2022. Peraturan ini memberikan mandat kepada daerah untuk memiliki kebijakan P3AKS sebagai komitmen untuk implementasi Permenko Nomor 5 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional P3AKS 2020-2025.
Dalam periode RAN P3AKS generasi kedua ini, baru empat provinsi yang memiliki RAD yakni Lampung, Aceh, Sulawesi Tengah, dan Jawa Timur, dan empat lainnya sedang dalam proses pengesahan; Sulawesi Tengah, Maluku, Jawa Tengah, dan DIY. Sebagai rujukan dalam mengukur keberhasilan implementasi RAN P3AKS generasi kedua, Deputi Bidang Pemenuhan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tengah menyiapkan rencana kerja Sub Pokja P3AKS yang melibatkan Kementerian/Lembaga dan CSO di tingkat nasional.
Menurut Direktur AMAN Indonesia, Ruby Kholifah, keterlibatan masyarakat sipil harus terus diperkuat sebagai kunci keberhasilan membumikan program-program RAN P3AKS sebagaimana yang dimandatkan dalam Permenko No. 2 tahun 2019 tentang Kelompok Kerja Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial. ”Namun, tingginya dinamika di dalam birokrasi baik di nasional maupun daerah. Begitu juga dengan tingginya gap informasi seputar isu WPS,” ungakapnya dalam agenda Konsolidasi masyarakat Sipil RAN P3AKS, Rabu (4 April 2023).
Diungkap olehnya, semakin menurunnya jumlah masyarakat sipil yang terlibat dalam proses koordinasi nasional menunjukkan perlunya akselerasi pada kekuatan masyarakat sipil perempuan. Oleh karena itu, perlu memperkuat rumah gerakan perempuan yang mengusung WPS di Indonesia dan memastikan kepemimpinan intergenerasional terjadi untuk menjaga keberlanjutan gerakan. Solidaritas dan kekuatan kolektif masyarakat sipil dalam mengawal pelaksanaan RAN perlu terus didukung untuk menopang kerja-kerja secara formal di setiap provinsi.
”Penguatan rumah gerakan perempuan untuk WPS ini akan berpengaruh pada meningkatnya legitimasi masyarakat sipil di dalam kelompok Kerja,” ucapnya.
Dengan begitu, diharapkan implementasi RAN P3AKS generasi kedua dapat berjalan dengan baik dan memberikan dampak positif bagi perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam konflik sosial di Indonesia. Selain itu, dalam agenda tersebut terdapt isu-isu penting yang diangkat. Salah satunya, tipologi konflik yang beragam, didominasi oleh konflik agraria; penyelesaian konflik belum inklusi perempuan.
Selanjutnya adalah Intersektionalitas WPS dengan Bencana Alam, climate change, extremisme kekerasan, pandemic. Lalu, tentang penanganan korban perempuan dan anak berbasis hak serta ramah perempuan dan anak, dalam konteks perdamaian dan keamanan yang belum dipenuhi. ”Dalam pertemuan selama dua hari, ada banyak yang dibahas. Kami mengundang 10 provinsi di Indonesia yang saat ini sedang leading Rancangan Aksi Daerah (RAD) P3AKS,” pungkasnya.
Dalam melanjutnya RAN P3AKS, AMAN Indonesia bekerjasama de UN Women Indonesia sejak tahun 2022 telah memberikan dukungan teknis kepada Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan implementasi Rencana Aksi Nasional Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (RAN P3AKS) generasi kedua. Dukungan yang diberikan meliputi penguatan mekanisme koordinasi dan penyusunan mekanisme akuntabilitas RAN P3AKS tahap kedua pada periode 2020-2025. Dukungan ini diharapkan dapat mendorong implementasi RAN P3AKS yang akuntabel dan inklusif.
Kemitraan yang terjalin ini bertujuan untuk meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat sipil. Serta meningkatkan partisipasi perempuan dalam penguatan perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam konflik sosial. Dengan adanya dukungan teknis ini, diharapkan mampu meningkatkan kualitas implementasi RAN P3AKS secara berkelanjutan dan memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat.
AMAN Indonesia dan UN Women Indonesia berkomitmen untuk terus memperkuat kerjasama dan memberikan dukungan teknis kepada Pemerintah Indonesia untuk mewujudkan penguatan perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam konflik sosial. Kemitraan ini juga diharapkan dapat membuka ruang bagi pemerintah, masyarakat sipil dan lembaga internasional lainnya untuk bekerja sama dalam upaya meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak di Indonesia.