Sistem audit gender adalah alat yang digunakan untuk mengevaluasi sejauh mana organisasi, kebijakan, atau program memperhatikan isu gender dan apakah mereka memenuhi kebutuhan dan prioritas semua jenis kelamin. Ini adalah proses sistematis yang melibatkan pengidentifikasian dan penilaian kesenjangan, bias, dan ketidaksetaraan gender yang ada dalam suatu organisasi.
Sistem audit gender memainkan peran penting dalam mempromosikan kesetaraan gender dan mengurangi diskriminasi gender dalam semua kegiatan dan keputusan organisasi. Dengan melakukan audit gender, organisasi dapat memahami isu-isu gender yang ada dalam organisasi dan mengambil tindakan untuk memperbaiki ketidaksetaraan yang ditemukan.
Salah satu manfaat utama dari sistem audit gender adalah meningkatkan kesadaran tentang isu-isu gender dan mempromosikan kesetaraan gender. Audit gender membantu organisasi memahami kesenjangan dan ketidaksetaraan gender dalam kebijakan, prosedur, dan praktik organisasi, serta mempertimbangkan perubahan yang perlu dilakukan untuk memastikan kebijakan dan praktik yang adil dan inklusif bagi semua jenis kelamin.
Selain itu, audit gender dapat membantu organisasi meningkatkan kinerja dan efektivitas mereka. Dengan memperbaiki ketidaksetaraan gender dan mempromosikan inklusi gender, organisasi dapat memperkuat kinerja dan pencapaian mereka. Dengan mempertimbangkan perspektif gender, organisasi dapat memastikan bahwa mereka mencapai sasaran yang lebih luas dan berkelanjutan.
Namun, ada beberapa tantangan yang terkait dengan pelaksanaan sistem audit gender. Salah satu tantangan terbesar adalah kurangnya kesadaran tentang isu-isu gender di kalangan pemimpin organisasi. Ini dapat mengakibatkan kurangnya komitmen untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki ketidaksetaraan gender.
Selain itu, audit gender sering kali memerlukan sumber daya dan waktu yang signifikan, terutama untuk mengumpulkan data dan melakukan analisis. Oleh karena itu, organisasi harus siap untuk menginvestasikan sumber daya yang cukup untuk memastikan audit gender yang efektif. Secara keseluruhan, sistem audit gender adalah alat yang berguna untuk mempromosikan kesetaraan gender dalam semua kegiatan dan keputusan organisasi.
Hal ini membantu organisasi memahami isu-isu gender dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki ketidaksetaraan gender dan meningkatkan kinerja mereka secara keseluruhan. Dengan mengambil pendekatan yang sistematis dan terukur, organisasi dapat memastikan bahwa mereka mencapai tujuan kesetaraan gender dan menjadikan organisasi mereka lebih inklusif bagi semua jenis kelamin.
Sistem audit gender sudah pernah diterapkan oleh Kalyanamitra dalam programnya. Sistem audit gender diterapkan dalam layanan Posyandu telah menjadi program prioritas dalam memastikan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia, khususnya bagi lansia, ibu dan anak, dan remaja. Sistem audit gender diterapkan pada layanan Posyandu di wilayah Utara Jakarta dan Kulon Progo.
Audit gender ini bertujuan untuk mengevaluasi sejauh mana kebijakan Posyandu diimplementasikan dan dampaknya pada ibu dan anak, lansia, dan remaja. Hasil audit menunjukkan adanya tumpang tindih kebijakan yang menghambat efektivitas program Posyandu. ”Kader Posyandu harus membuat banyak sekali laporan untuk Desa, dan terkadang tugas tersebut mengambil waktu yang berharga dari pelayanan langsung kepada masyarakat,” ucap Ika dalam agenda Workshop Finaliasasi Rencanan Kerja Pokja RAN PE, Senin (10 April 2023)
Selain itu, program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) menjadi perhatian utama dalam audit gender ini. Audit mengevaluasi sejauh mana program PMT dapat membantu mencegah stunting pada anak-anak dan program yang disasar dengan tepat kepada kelompok masyarakat yang membutuhkan. Hasil audit menunjukkan bahwa masih ada kekurangan dalam program PMT, baik dalam sasaran maupun pelaksanaannya.
”Namun, meskipun ada tantangan dalam implementasi program Posyandu, hasil audit menunjukkan bahwa program ini tetap memberikan dampak positif bagi masyarakat,” terangnya.
Terutama dalam memberikan akses layanan kesehatan yang mudah diakses dan membantu masyarakat untuk memahami pentingnya perawatan kesehatan secara teratur. Dengan demikian, audit gender untuk layanan Posyandu di wilayah Utara Jakarta dan Kulon Progo adalah langkah penting dalam memastikan program ini memberikan dampak positif bagi masyarakat.
”Diperlukan tindakan yang tepat untuk memperbaiki kebijakan Posyandu dan meningkatkan pelaksanaannya agar program ini dapat mencapai sasaran dengan lebih efektif dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat yang membutuhkan,” ucapnya.
Di sisi lain, Pencegahan dan penanggulangan kekerasan ekstremisme berbasis kebencian (PCVE) menjadi salah satu isu krusial yang sedang menjadi perhatian pemerintah Indonesia. Dalam upaya tersebut, peran gender mainstreaming sangat penting untuk memastikan kebijakan yang dihasilkan dapat mengakomodasi kebutuhan dan perspektif gender yang berbeda.
Organisasi non-pemerintah Working Group on Women and Children (WGWC) telah bekerja sejak tahun 2017 untuk memperkuat kebijakan yang berbasis pada Perspektif Gender (PUG) dalam dokumen Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kebencian (RAN PE). PUG juga telah tercantum dalam dokumen Kementerian/Lembaga dalam bentuk Pedoman Implementasi RAN PE dengan perspektif gender (Gender Rule).
Terobosan pemerintah Indonesia dalam RAN PE ini merupakan langkah awal untuk mengintegrasikan isu PCVE dalam dokumen kebijakan pemerintah. Namun, untuk memastikan implementasi RAN PE dapat dilaksanakan secara efektif dalam perspektif gender, diperlukan panduan yang lebih jelas dan mudah dipahami. WGWC telah menyusun Gender Rule, panduan sederhana yang memastikan indikator implementasi RAN PE memiliki perspektif gender yang kuat dan sampai ke daerah.
Menurut Direktur AMAN Indonesia, Ruby Kholifah, penting untuk melakukan gender audit dalam konteks pembangunan secara luas. Hal ini terkait dengan upaya mencapai Sustainable Development Goals (SDGs), dimana aspek gender harus menjadi perhatian utama dalam pembangunan yang berkelanjutan.
”Melalui input dan pengalaman dari teman-teman di lapangan, panduan tersebut dapat menjadi pedoman yang lebih lengkap dan sesuai dengan konteks lokal,” ungkapnya.
Dalam konteks PCVE, lanjutnya, gender mainstreaming dan PUG menjadi kunci untuk memastikan kebijakan dan program yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan dan perspektif gender yang berbeda. ”Melalui kerja sama antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat, diharapkan upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan ekstremisme berbasis kebencian dapat dilaksanakan secara efektif dan berkelanjutan dalam perspektif gender,” pungkasnya.