Beberapa tahun yang lalu, kita patut mengambil napas lega atas naik batas usia perkawinan bagi perempuan dan laki-laki. Akan tetapi, hal tersebut tidak membuat jumlah perkawinan anak menurun belum mengalami penurunan yang signifikan. Khusunya angka perkawinan di Indonesia, sejak 2017, angka perkawinan mulai mengalami penurunan yang signifikan.
Dalam 3 tahun terakhir, terhitung dari 2017 hingga 2020 mengalami penurunan sebesar 1,35 persen. Data tersebut dikeluarkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Republik Indonesia. Pada 2017 lalu, angka perkawinan anak mencapai 11,54 persen. Pada tahun lalu, mencapai 10,19 persen.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistika (BPS), Bappenas dan Unicef pada 2017, di Sampang terdapat 17,47% kasus kawin anak, Pamekasan 19,39%, dan Sumenep 41,72%. Dari 9.000 pernikahan per tahun di Sumenep, lebih 60% adalah praktik kawin anak. Bahkan, dalam sebuah riset yang dilakukan oleh di Kecamatan Dungkek, Sumenep, pada 2017 menunjukan hasil yang cukup mengejutkan.
Dalam riset yang dilakukan oleh Tatik Hidayati, menunjukan hasil wawancara kepada 25 orang dan mereka mengakui tela menikah pada suai anak dan berakhir dengan perceraian. Mereka menikah pertama kali pada usia 7-15 tahun, baik secara bawah tangan (siri) maupun yang dicatatkan di pemerintah. Bahkan, Anak-anak perempuan di kecamatan tersebut terpaksa menerima pernikahan anak, dengan berbagai alasan, baik yang diramaikan dengan pesta ngala’ tumpangan atau hanya selamatan.
Dari pengalaman tersebut, Sekolah Perempuan (SP) Kobher gelar peringatan Internasional Women Days dengan menonton film pengalaman perempuan mencegah perkawinan anak, Minggu (12 Maret 2023). Agenda tersebut digelar sekaligus peringatan ulang tahun AMAN Indonesia yang Ke-16. SP Kobher menjadi salah satu simpul AMAN Indonesia dan gerakan AMAN Indonesia.
Agenda digelar secara sederhana namun sangat berkesan untuk seluruh perempuan di desa setempat. Acara yang dihadiri langsung oleh Ketua PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) Kecamatan Rubaru, Suyani. Dalam kesempatan tersebut, Ketua TP PKK kecamatan Rubaru, Suyani memberikan apresiasi yang luar biasa atas kegiatan dan adanya SP Kobher. Film tersebut menjadi salah satu cara untuk mengatasi masalah pernikahan anak yang terjadi di Sumenep.
”Jadi sebenarnya bagaimana kita mampu memfasilitasi anak-anak dengan kegiatan positif sehingga mereka bisa dialihkan dari hal-hal yang negatif,” tutur Ketua PKK Kec. Rubaru.
Dalam kegiatan tersebut semua anggota berperan aktif sebagai peserta yang mempertanyakan terkait bagaimana strategi agar anak itu tidak mau nikah di usia dini. Salah satu yang dibahas juga terkait bagaimana membuat strategi agar anak tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas dan sejenisnya. Dalam hal ini, selaku Ketua SP Kobher Raudlatun juga memberikan respon yang luar biasa atas antusias seluruh peserta yang merupakan anggota.
Dirinya juga menegaskan kepada seluruh peserta bahwa orang tua dan anak harus bisa berkolaborasi untuk mencegah perkawinan anak yang selama ini menjadi masalah di Sumenep. ”Bagaimana kita mampu berkolaborasi antara orang tua dan juga pemerintah dalam rangka menekan terjadinya pernikahan anak,” pungkasnya