Jakarta – Dalam upaya mempromosikan hasil Musyawarah Keagamaan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II, The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia menggelar Lokakarya ”KUPI Goes to Campus and Pesantren” secara online, Kamis (30 Agustus 2023). Agenda ini bertujuan untuk mendukung penyebaran lima fatwa progresif yang dihasilkan oleh KUPI II ke tingkat Perguruan Tinggi Islam, Pesantren, dan komunitas Islam lainnya.
KUPI II, yang telah berlangsung pada November 2022, menghasilkan lima fatwa yang menekankan kesetaraan gender dan perlindungan kelompok-kelompok marginal. Fatwa-fatwa tersebut mencakup isu-isu seperti perlindungan perempuan dari pemaksaan perkawinan, bahaya pemotongan genitalia perempuan tanpa alasan medis, dan upaya menjaga NKRI dari kekerasan atas nama agama. KUPI II berhasil membawa paradigma baru dalam pemikiran Islam di Indonesia, dan fatwa-fatwa tersebut memiliki potensi besar dalam memengaruhi pemahaman dan tindakan masyarakat muslim di Indonesia.
Dalam lokakarya tersebut, Direktur AMAN Indonesia, Ruby Kholifah, menyoroti komitmen AMAN Indonesia untuk membangun infrastruktur yang memungkinkan fatwa-fatwa KUPI II menjadi bagian integral dari kebijakan nasional di tingkat daerah. Hal ini merupakan langkah penting dalam membumikan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin dan menjadikan fatwa KUPI sebagai pedoman dalam mewujudkan masyarakat yang lebih adil dan inklusif di Indonesia.
”Pentingnya mengubah pandangan dan pemahaman masyarakat tentang agama melalui transformasi pengetahuan yang transformatif. KUPI telah menghasilkan berbagai sumber daya, termasuk buku metodologi, buku pendukung, dan video, untuk memudahkan penyebaran pemahaman baru yang ditawarkan oleh KUPI ini,” terangnya.
Dalam kesempatan tersebut, dirinya menekankan pentingnya dukungan dari berbagai pihak, terutama para aktor perubahan sosial, pesantren, dan kampus, dalam menyebarkan pengetahuan KUPI ini hingga ke tingkat grassroot. ”Saya berharap bahwa upaya ini akan menjadi contoh bagi banyak lembaga lainnya untuk mendukung penyebaran pengetahuan KUPI yang brilian ini,” harapnya.
Dia menegaskan bahwa pengetahuan ini perlu dipelajari dan dikonsumsi secara lebih baik oleh masyarakat Indonesia dan dunia sebagai bagian dari warisan para aktor perubahan sosial. Dengan kerjasama dan dukungan banyak pihak, dia optimis bahwa pengetahuan KUPI ini akan menjadi bagian integral dari perubahan sosial yang lebih besar. ”Sangat penting menyebarkan pengetahuan KUPI ini kepada banyak pihak dan menyambut partisipasi dari semua yang peduli dengan transformasi pengetahuan agama yang transformatif ini,” pungkasnya.
Dalam agenda tersebut hadir juga First Secretary dari Kedutaan Besar Republik Federal Jerman, Laura Engel. Dalam kesempatan tersebut dirinya membahas tentang peran komunitas agama dalam masyarakat sipil dan pentingnya pemahaman yang baik tentang agama dalam konteks perkembangan negara. Selain itu, dirinya menegaskan jika komunitas agama dapat menjadi aktor yang signifikan dalam memengaruhi masa depan masyarakat dan menciptakan kedamaian serta keadilan.
”Kementerian Luar Negeri Jerman memiliki tujuan untuk memperkuat potensi konstruktif dari komunitas keagamaan, dan mereka percaya bahwa masyarakat akan lebih damai dan adil jika semua orang memiliki hak yang sama di semua aspek kehidupan,” terangnya.
Selain itu, Kongres Perempuan Ulama Indonesia ingin memasukkan perempuan ulama dalam upaya menciptakan masyarakat yang lebih adil dan damai. Dirinya berharap agar proses ini membuka lebih banyak diskusi dan perspektif perempuan, sehingga bersama-sama mereka dapat menciptakan dunia yang lebih adil, damai, dan inklusif.
Terakhir, Sekretaris Majelis Musyawarah KUPI, Masruhah mengatakan jika KUPI telah berlangsung selama 7 tahun sejak 2017. KUPI bukanlah gerakan ulama perempuan yang muncul begitu saja pada tahun 2017, tetapi merupakan hasil dari berbagai kolaborasi, pertemuan, dan dialog antara para ulama perempuan sebelumnya. ”KUPI menjalankan peran penting dalam membumikan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin dan membawa paradigma baru dalam pemikiran Islam, khususnya di Indonesia,” terangnya.
Dalam kesempatan tersebut, dirinya menerangkan jika KUPI membahas isu-isu intelektual dalam Islam, terutama yang berkaitan dengan konteks Indonesia. KUPI melibatkan berbagai kalangan, termasuk dari perguruan tinggi, pesantren, dan komunitas Muslim, serta mempertimbangkan isu-isu konstitusi Indonesia dan perjanjian internasional. Selain itu, KUPI memberikan pandangan keagamaan yang beragam dan mencoba mengintegrasikannya dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam pendidikan, budaya, sosial, dan spiritual.
Gerakan ini juga menekankan nilai-nilai tauhid, keadilan, kemaslahatan, dan kerahmatan sebagai panduan dalam merumuskan pandangan keagamaan dan membawa perubahan sosial yang positif di masyarakat. ”Dengan melibatkan berbagai kelompok dan kalangan, KUPI berusaha memastikan pandangan keagamaan ini dapat diterapkan dan diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari serta menjadi panduan dalam perubahan sosial yang lebih luas,” pungkasnya.