Nyadran merupakan kearifan lokal yang hampir ada di semua wilayah, khususnya di wilayah Jawa. Setiap tahun masyarakat Jawa melaksanakan tradisi Nyadran sebagai bentuk rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa, atas segala karunia yang diberikan. Disisi lain, Nyadran adalah sarana untuk mendo’akan para leluhur yang sudah mendahuluinya dan mengingat semua perjuangan yang telah dilakukan.
Banyak nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Nyadran. Salah satunya adalah menjaga kerukunan diantara masyarakat lokal, baik yang se-agama maupun yang berbeda agama. Nyadran dilaksanakan secara turun temurun dari mulai nenek moyang hingga sekarang. Setiap tahun, agenda Nyadran Perdamaian menjadi agenda yang rutin dilaksanakan setiap tahun.
Pada 2019, ketika Nyadran bertransformasi menjadi Nyadran Perdamaian. Transformasi ini melibatkan banyak kalangan, tua, muda, bahkan anak-anak, laki-laki hingga perempuan yang tak lagi terlewat. Meskipun di semua forum sebelumnya ibu-ibu selalu aktif dan hadir mendukung kenduri dan slametan, namun kali ini keterlibatan mereka menjadi lebih bermakna. Tidak hanya mensukseskan di belakang layar dengan menyajikan konsumsi, baik makanan ringan ataupun makanan berat, akan tetapi mereka juga turut menyiapkan hal lainnya. Terlebih lagi kehadiran mereka secara fisik di acara inti.
Selain mengukuhkan partisipasi perempuan, Nyadran perdamaian juga membuka ruang partisipasi pemuda. Sebagian besar panitia dalam persiapan Nyadran Perdamaian tahun 2019 adalah mereka yang masih muda, muda dalam hal ini bukan berarti mereka yang belum menikah saja. Melibatkan orang-orang muda menjadi hal baik dalam rangka transfer pengetahuan mengenai tradisi, kearifan lokal, dan kebudayaan untuk dihidupi dan dilestarikan mengingat demografi dusun Krecek yang memiliki modalitas dimana tidak banyak penduduk asli yang merantau. Pada kali ini, Nyadran dilaksanakan pada 27-29 Januari 2023.
Kirmi, salah satu panitia Nyadran sekaligus Ketua Sekolah Perempuan Perdamaian Catur Manunggal menjelaskan jika peran perempuan sangat kuat dalam agenda Nyadran. ”Dari perkumpulan tersebut, kami sepakat jika pada agenda nyadran menjadi agenda bersama di mana perempuan perlu turut andil,” ungkapnya.
Para ibu-ibu sangat perempuan percaya, peran perempuan sangat besar. Dalam agenda Nyadran, anak-anak banyak diajarkan tentang budaya dan tradisi Nyadran. Hal tersebut ditularkan ketika anak-anak menghabiskan waktu bersama dengan ibunya. Dari situlah Tradisi nyadran bisa ditularkan kepada generasi selanjutnya.
Sebelum menyakini, lanjutnya, jika Nyadran memiliki peran yang cukup besar untuk agenda Nyadran. Dirinya menjelaskan berusaha perkumpulkan sejumlah pemuda, orangtua dan lainnya untuk menggalang gagasan tentang peran dan kerjasama dalam membangun tradisi. ”Dari agenda Nyadran, Kami menyakini jika kerjasama perempuan dan laki-laki di rumah dimulai dari pawon. Dari situlah dimulai kerjasama perempuan dan laki-laki di rumah,” ungkapnya.
Dalam kesempatan, Kirmi menjelaskan jika laki-laki selalu membantu menyiapkan sejumlah bahan-bahan ketika memasak untuk agenda Nyadran. Jika perempuan memotong sayuran, laki-laki akan mencari kayu bakar. Di Dusun Krecek, warga masih menggunakan kayu kabar untuk memasak. Di saat yang samaan, anak-anak turut andil membantu orangtua di pawon.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur AMAN Indonesia, Ruby Kholifah memohon jika tradisi Nyadran perlu dipertahankan. ”Kalau perlu tradisi Nyadran Perdamaian perlu diperluas ke kampung lainnya,” tegasnya.
Bagi banyak orang, lanjutnya, tradisi makan Nyadran Perdamaian menjadi agenda yang langka. Terdapat sejumlah keindahkan yang sangat luar biasa dalam agenda nyadran. Hal ini tidak banyak terjadi di Indonesia. Sehingga, tradisi Nyadran Perdamaian perlu disebarkan ke wilayah lainnya.
Selain itu, diungkap olehnya, dalam agenda Nyadran disuguhkan bagaimana karakter Indonesia yang ramah, berbudaya dan saling bekerjasama. ”Sekali lagi, untuk pemerintah, mohon tradisi ini jangan dilupakan dan dipertahankan. Dan dibuka seluas-luasnya untuk siapa saja,” pungkasnya.