15 orang Civil Society Organizition (CSO) berkumpul menyoroti sejumlah isu perempuan di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Mereka hadir dari perwakilan, Duta Damai NTB, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kawal, Akapela, Senyum Puan, Sekolah Perempuan, Nahdatul Waton, Koalisi Perempuan Indonesia dan La Rimpu. Salah satu peserta yang hadir dalam agenda tersebut, Yuyun Khairun Nisa mengungkapkan agenda tersebut diinisiasi oleh AMAN Indonesia.
”Lembaga yang hadir cukup banyak, mulai dari kelompok difabel, anak muda hingga perempuan. Kita berkumpul menyoroti sejumlah hal, terutama isu perempuan dan anak yang kerap terjadi,” ungkap perempuan yang juga sebagai anggota Peace Leader Indonesia, Jumat (28 Oktober 2022).
Dalam agenda tersebut, masyarakat sipil yang hadir menyingkapi sejumlah isu perempuan dan anak yang kerap terjadi di NTB. Menurutnya, isu perkawinan anak masih tinggi di NTB. NTB merupakan provinsi dengan jumlah angka perkawinan anak tertinggi di Indonesia. Dalam diskusi tersebut, diungkap jika beberapa budaya disalah tafsirkan oleh masyarakat.
”Salah satunya Wanen. Di Lombok, Wanen diartikan sebagai wani (berani), akan tetapi masyarakat menyalahartikannya jika anak perempuan berani dalam perkawinan,” terang Yuyun.
Hal lainnya yang menjadi sorotan, lanjutnya tradisi merarik, tradisi kawin lari dari suku sasak. Cerita merarik diabadikan dan disimpan oleh suku sasak. Akan tetapi, cerita merarik disalah tafsirkan dan melanggengkan perkawinan anak. Padahal, dalam silsilahnya melarik ini adalah perjuangan perempuan untuk memilih pasangannya. Serta menjadi protes perempuan terkait mahar yang diberikan oleh calon pasangannya.
Diakui olehnya, budaya sudah memberikan isyarat untuk menghargai perempuan. Serta memberikan tanda perlu kesiapan bagi perempuan untuk menikah. Akan tetapi, masyarakat sekitar menafsirkan budaya dengan cara lain. Serta melanggengkan praktik perkawinan anak.
”Selain isu perkawinan anak, kami juga menyoroti isu buruh migran. Karena perempuan di Lombok banyak bekerja di Malaysia,” pungkasnya.
Dalam kesempatan tersebut hadir juga Nahdatul Waton sebagai organisasi anak muda yang bergerak dalam isu kekerasan seksual di pesantren. Serta Senyum Puan yang melakukan kampanye dengan cara menulis.