Mewakili AMAN Indonesia, Koordinator Wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah, AMAN Indonesia, Maskur Hasan menjadi salah satu narasumber dalam acara Penguatan Kelembagaan Forum Anak Kota Yogyakarta. Acara diselenggarakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB ) Kota Yogyakarya (16/10). Sebanyak 60 peserta dari lingkup kota Yogyakarta terlibat dalam acara ini.
Dalam forum ini, Maskur memberikan pemahaman kepada anak-anak muda tentang bahaya radikalisme dan ekstremisme kekerasan yang mengarah pada terorisme. Perlu diketahui, bahwa kelompok paling rentang dalam isu tersebut adalah perempuan dan anak. Berdasarkan data yang dihimpun oleh AMAN Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir, aksi terorisme melibatkan anak-anak sebagai pelaku terorisme.
Seperti pada 2015, tercatat 3.500 anak muda di negara barat direkrut ISIS melalui media sosial. Pada 2017, ada 1.500 anak menjalani pelatihan militer di kamp pelatihan militer Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Kemudian juga aksi bom bunuh diri di Sidoarjo dan Surabaya, Jawa Timur, pada 2018 yang melibatkan tiga perempuan dan anak-anak.
Untuk itu, penting sekali untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, khususnya generasi muda, baik dalam lingkup keluarga maupun masyarakat untuk dapat mendeteksi secara dini tanda-tanda orang terpapar radikalisme. Dengan kemampuan ini diharapkan mereka mempunyai ketahanan diri untuk tidak terpapar radikalisme dan ekstremisme kekerasan.
Pada awalnya perempuan dan anak menjadi korban dalam aksi radikalisme dan terorisme. Seiring perkembangan waktu, tidak sedikit perempuan dan anak-anak yang menjadi pelaku dan perekrut keanggotaan.
“Maka saat ini untuk para pemuda, perempuan dan keluarga harus mempunyai sensitifitas untuk dapat mendeteksi secara dini tanda-tanda atau perubahan di lingkungan keluarga, lingkungan bermain, lingkungan sekolahan dan secara umum lingkungan masyarakat” tutur Maskur dalam diskusi tersebut.
Mengelola Perbedaan
Dalam diskusi, ada sebuah pertanyaan menarik yang dilontarkan oleh salah satu peserta perempuan. Peserta itu mengungkapkan bahwa setiap orang mempunyai pilihan masing-masing, lalu bagaimana cara mengelolanya? Apakah ini pilihan setiap orang yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya itu nantinya tidak akan menimbulkan perpecahan?
Pertanyaan tersebut sangat baik untuk direspon terkait keberagaman. Bagaimana semua orang mempunyai pilihan dan semua orang juga harus menghargai pilihan tersebut dengan catatan tidak ada paksaan atau memaksa orang lain untuk mengikuti kehendaknya. “Apalagi dengan kekerasan. Hal itulah yang tidak diperbolehkan”, tambah Maskur.
Selama proses diskusi, materi tentang deteksi dini radikalisme dan ekstremisme ini disampaikan dengan metode bermain, diskusi dan nonton video pendek sehingga para peserta tidak bosan. Selain itu, Maskur juga menggarisbawahi bagaimana hakikat manusia itu diciptakan memang berbeda-beda. Namun perbedaan inilah yang menjadikan kita untuk saling mengenal, memahami, dan menghargai. Bukan justru menjadi sumber perpecahan di tengah masyarakat.