Nyadran merupakan serangkaian upacara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, terutama Jawa Tengah. Nyadran berasal dari bahasa Sansekerta, sraddha yang artinya keyakinan. Sedangkan, dalam bahasa Jawa Nyadran berasal dari kata sadran yang artinya ruwah syakban. Nyadan adalah budaya kearifan lokal yang diyakini oleh masyarakat dan sebagai wujud dari ucapan terimakasih kepada tuhan atau leluhur yang dilakukan dengan membersihakan makam leluhur, menabur bunga, dan puncak acara berupa keduri selamatan di makam para leluhur. Sedangkan, Perdamaian 2020 adalah tujuan Nyadran itu sediri yaitu menjalin silaturahmi antar sesamaa umat beragama yang berbeda antar desa untuk menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam lingkungan bermasyarakat. Kondisi masyarakat yang rukun dan guyub merupakan ciri khas yang melekat pada masyarakat di Dusun Krecek dan Gletuk. Keindahan alam Dusun Krecek-Gletuk yang masih terpelihara dapat membuat siapapun yang berkujung menjadi sangat menikmati keindahan Dusun ini. Budaya Nyadran. Masyarakat dengan latar belakang agama yang berbeda, termasuk mereka yang beragama Islam, Budha dan Kristen sangat antusias dalam menjalankan relasi spiritual yang diwujudkan dalam bentuk budaya lokal yang disebut “Nyadran”. Meskipun berasal dari latar belakang agama yang berbeda, hal tersebut tidak menjadi suatu persoalan serius dalam masyarakat Dusun Krecek-Gletuk. Karena bagi mereka yang terpenting itu adalah rasa kebersamaan dan gotong royong.
Nyadran sebagai budaya yang masih kental dalam kehidupan masyarakat dijalankan dengan sepenuh hati tanpa memikirkan persoalan materi. Bersama-sama pergi ke sebuah makam yang terdapat di tengah-tengah Dusun Krecek dan Gletuk, Desa Getas, Kaloran, Temanggung dengan membawa berbagai macam jenis jajanan khas, makanan dan minuman menggunakan alat yang disebut “tenong”. Setelah doa selesai, mereka duduk berbaris dan makan bersama. Setelah adanya konsep Nyadran Perdamaian atas usulan dari AMAN Indonesia menciptakan banyak antusias dari banyak peserta dari wilayah yang berbeda untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan Nyadran Perdamaian yang dilaksanakan secara live in sebelum pandemi Covid-19 di Dusun Krecek, Desa Getas, Temanggung. Kegiatan diselenggarakan 10-13 Maret 2020 sukses menarik minat dan antusias dari banyak peserta yang ikut dari berbagai wilayah yang berbeda, seperti ada yang dari Papua, Jogja, Temanggung, Bekasi dan sebagainya. Ada beberapa kegiatan yang diadakan oleh panitia dalam pelaksanaan kegiatan Nyadran Perdamian, seperti kelas perempuan bertutur, kelas karawitan, kelas meditasi, kelas jaran kepang, dan kelas sesaji.
Kelas perempuan bertutur yang dilaksanakan pada 12 Maret 2020 mampu membuka ruang bagi para peserta Nyadran baik laki-laki maupun perempuan dan juga masyarakat setempat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut dan saling bertukar informasi tentang budaya di daerah masing-masing. Setiap peserta dari berbagai wilayah yang berbeda sangat antusias menceritakan terkait budaya atau kondisi perempuan di lingkungan mereka masing-masing. Dengan adanya kelas perempuan ini, mampu memberikan kesempatan kepada peserta Nyadran untuk dapat berbagi cerita, pengetahuan dan bertukar pengalaman. Dari hasil wawancara bersama Bu Kirmi yang merupakan ketua Sekolah Perempuan Catur Manunggal pada Rabu, 28 Juli 2020. Beliau menyebutkan bahwa “Peserta perempuan mereka antusias menceritakan pengalaman mereka. Jadi, karena dari berbagai wilayah dan itu menurut kami unik-unik” tuturnya.
Kegiatan ini menghasilkan perubahan-perubahan pada jumah partisipasi perempuan yang ikut kegiatan Nyadran. Awalnya, puncak kegiatan Nyadran hanya di ikuti oleh laki-laki serta pemuda, semenjak adanya konsep Nyadran Perdamaian menghasilkan perubahan karena keterlibatan perempuan pada acara puncak Nyadran Perdamaian. Kurangnya rasa percaya diri yang dialami oleh perempuan karena tidak banyak perempuan yang ikut Nyadran di pemakaman. Sehingga, mereka memilih untuk tetap berdiam di rumah. Selain itu, mereka telah memasak cukup banyak untuk kebutuhan Nyadran sehingga memilih beristirahat di rumah masing-masing dan tidak mengikuti Nydaran. Namun, setelah adanya konsep Nyadran Perdamaian dan melakukan suvey serta pendekatan kepada masyarakat, berhasil membawa perubahan positif dalam meningkatkan antusias perempuan untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan puncak Nyadran. Keterlibatan perempuan dalam kegiatan puncak Nyadran membuat perempuan merasa lebih percaya diri karena bisa terlibat secara langsung dan di pemakaman mereka bisa menjalin interaksi dengan para tamu-tamu, peserta, dan tetangga yang ikut dalam kegiatan Nyadran.
Sesuai dengan kegiatan live in selama tiga hari yang dirancang oleh panitia, pada tanggal 11 Maret 2020 setiap peserta sangat antusias mengikuti kelas meditasi. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan bersama salah satu peserta Nyadran Perdamaian dari Semarang yaitu Kak May menyebutkan bahwa kelas meditasi ini sangat menarik, meskipun susah untuk fokus pada objek dan ada banyak sekali mantra yang harus diingat. Sedangkan untuk kelas tarian jaran kepang, kelas karawitan dan kelas sesaji adalah untuk memperkenalkan kepada peserta akan tradisi/budaya masyarakat setempat yang harus dijaga dan dipelihara oleh generasi muda sebagai generasi penerus budaya bangsa.
Kegiatan Nyadran perdamaian ini berhasil memberikan manfaat dan menciptakan perubahan positif bagi masyarakat Dusun Krecek, terutama bagi perempuan dan ibu-ibu dalam meningkatkan rasa percaya diri mereka. Selain itu, kegiatan ini mampu memberikan pengalaman, pengetahuan dan pembelajaran bagi setiap peserta yang mengikuti Nyadran Perdamaian untuk selalu menapkan nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, menjunjung budaya dan toleransi serta saling menghargai. Dusun Krecek telah mengajarkan nilai-nilai tersebut kepada setiap peserta dan anak-anak muda untuk selalu merawat tradisi dan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Harapannya kegiatan Nyadran Perdamain ini mampu mempromosikan nilai-nilai kepada khalayak umum dan menginspirasi mereka untuk tetap merawat tradisi di wilayah masing-masing.